[Ronde 1] Hei Heiheihei - Old Man and Two Boys

By: Sudar Mansur

Angin pantai menyisir berantakan rambut rapi Heihei. Yang awalnya ke kanan sekarang menjadi tak keruan. Mencium bau khas garam laut yang terbawa angin membuatnya tak percaya kalau ini dimensi lain. Alam yang ia lihat akrab, seperti seorang teman lama.
Toh, kalau bukan karena beberapa reptil terbang yang mengelilingi langit, ia akan merasa kalau ia sedang liburan di kota Duwang seperti sedang piknik. Yang kurang sekarang, tentu, hanyalah bosnya tercinta.
“Andaikan saja bos Genbenkan berada di samping saya, maka kami berdua bisa saling menggigit potongan roti.”
Ia mendengar rumor soal pertandingan balap dan tarung antar dimensi dari seorang poltergeist konyol yang berlarian dari shinigami pengayuh tanpa sekoci. Tak lama, seorang saleswoman dari suatu grup yang kalau tak salah bernama Hadyatha merekrutnya.
Ia ikut serta dalam kontes ini demi sang bos. Demi seluruh inci kubik tubuhnya yang indah! Dengan uang, pasti, cinta bertepuk sebelah tangan yang melandanya berabad lalu bisa menghilang. Ia mau merebut hati Genbenkan Doushin, sang bos tercinta, untuk dirinya seorang. Selamanya.
Keinginan pria terlihat dewasa namun bersikap sebaliknya ini memanglah egois. Kesetiaannya mungkin tak mengenal batas, tapi ia tak akan peduli pada apa pun kecuali pada apa-apa yang berkaitan dengan sang bos.
Karena ia tak punya kendaraan, panitia menyediakannya sebuah ATV dengan tempat duduk untuk satu orang. Meski ia awalnya menolak, sebuah kendaraan akan menghemat tenaganya. Selain itu, jok kulit kendaraan ini empuk dan nyaman.
Ia mana mau melepaskan diri dari kemewahan yang ia rasa.
Namun, sesegera setelah merasa dirinya nyaman, gelombang suara yang berkumpul membeludak tiada keruan. Riuh peserta lain makin nyaring dan membuat Heihei menggigit bibir. Melihat bentuk-bentuk asing berkerumun acak dalam satu tempat menciptakan struktur tanpa keindahan. Tanpa estetika.
“Semua tuan-tuan dan nona-nona ini harusnya berjejer rapi. Dalam satu garis lurus yang cantik!”
Heihei, yang muak pada ketidakindahan sekitarnya, lalu menutup mata. Dengan napas pelan, ia mulai mengucap ritualnya di saat cemas.
“Tangga berpilin. Kumbang tanduk. Desolation’s Row. Tar ara…”
Mendengar bisikan pelan kata-kata tersebut mulai membuat Heihei mencipta bentuk senyum pada wajah. Meski masih setengah jalan, si orang tua agak sakit tersebut mulai dapat pencerahan. Tinggal empat lagi, dan ia bisa sedikit menjadi lebih tenang.
Via Dolorosa. Titik kesingularan…”
“Om! Om! Minta tolong, dong?!”
Senyumnya langsung berubah bentuk seperti kuda tua gila. Heihei membuka kelopak mata, lalu mengedarkan tatapannya pada siapa saja yang berani mengganggu.
Di depan kendaraan ATV-nya, seorang anak kecil laki-laki sedang berdiri. Ia memakai pakaian tradisional ninja, sesuatu yang terlalu akrab dengan kehidupan dunia asalnya. Namun tetap saja, ninja ini anak kecil. Heihei memutar bola mata.
“Anda ternyata adalah bocah?! Maafkan saya, tapi kejiwaan saya sedang tidak bisa diganggu saat ini. Silakan bermain di tempat lain.”
Si anak kecil melenguh. Alisnya menekuk tajam. Ia lalu menginjak pasir pantai dengan kaki kiri. Angin membawa pasir yang menyebar masuk ke kelopak mata Heihei. “Aku bukan anak kecil! Panggil aku Riven! Psychic Ninja terkuat asal Stenixian!”
Kelopak mata si pria berumur mendadak berair dan berketap-ketip. “Saya sedang tidak ingin mengasuh seorang anak kecil. Seorang bendahara setahu saya tak menimang bayi.”
“Su-dah ku-bi-lang! Aku ini Riven! Anak kecil cuma bentukku yang tak sempurna! Aku akan merebut tubuh terbaik nantinya! Hahaha!”
Heihei lalu mengelus dada. Helaan napasnya yang muncul kemudian adalah tanda ia tak tahu harus berbuat bagaimana lagi. Melukai anak kecil akan membuatnya mencela prinsip hidup yang telah diatur oleh bosnya. Namun, si anak harus diberi pelajaran keras agar bisa diam dan menjauh dari hadapannya segera.
Sebelum ia menentukan bentuk hukuman yang tepat, si anak terbang dari pasir pantai ke atas ATV Heihei. Si bocah lalu menginjak kepala si pria tua. “Dengarkan aku dulu. Aku ingin menawarkan bisnis yang sulit kau tolak!”
Melepaskan kerutan pada alis dan otot tegang di sekitar wajah, Heihei kembali melepas napas yang ia tampung. “Bisnis?” Kata tersebut memberinya ketenangan. Ada konsep yang bahkan orang barbar dimensi lain mengerti. “Jika begitu, maka Tuan Kecil bisa segera membicarakan bisnis yang dimaksud.”
Mendengar perkataannya didengar oleh orang dewasa sombong tadi membuat Riven tersenyum lebar. “Mari aku bantu dirimu yang tua itu. Dengan kekuatan ninja dan jetpack-ku, kita bisa membantai peserta lainnya!”
“Ah, sungguhkah?” Heihei takjub akan kesombongan yang si bocah sampaikan. Ia mungkin bicara yang sesungguhnya. Lagipula, ini pertarungan para elit sungguhan. Si anak mungkin saja elit di dunianya.
Bagi si pria tua, tak apa bila menjadi bawahan orang yang akan menang. Ia bakal kecipratan kemenangan. Namun, ia bukanlah dirinya bila tak memberi sesuatu yang setimpal.
“Lalu, Tuan Kecil ingin apa dari saya yang rendah ini?”
Riven mengatur jetpack-nya terbang untuk mendarat di atas pasir pantai kembali. Lalu, ia membalikkan badan dalam gerakan berlebihan sebelum menunjuk si pria tua dengan jari telunjuk. “Kau terlihat kuat. Aku ingin kamu melindungiku dan memuji namaku!”
Heihei mengangguk kencang. Ia bisa merasakan kemenangan keluar dari tubuh anak ini. Bekerja sama dengannya pasti bukanlah pilihan yang salah! Sebuah senyuman teramat lebar menghiasi duo laki-laki berbeda umur ini.

Ketika semua peserta lomba telah berada di pantai, maka pertandingan ronde pertama akan segera dimulai. Pagi tadi, dua panitia berwujud kaleng yang bisa bicara dan bergerak menjelaskan semua tentang jalur dan ketentuan balapan perdana ini.
Riven si bocah ninja setuju pada ketetapan Heihei melewati jalur darat. Dengan kendaraan yang mereka berdua miliki, keduanya akan menghindari reptil-reptil raksasa yang menghadang di hutan. Lalu, mereka akan langsung mengejar garis akhir melewati tanjakan tebing.
Tepat setelah Heihei dan Riven setuju pada usul masing-masing, aba-aba dimulainya balapan dimulai. Semua peserta tanpa terkecuali melaju lewat jalur yang telah mereka pilih.
Namun, hal yang tak Heihei duga terjadi.
“Tolong aku, om! Aku tak bisa mengendalikan jetpack ini!”
Si bocah sekarang terpontang-panting di angkasa. Kumpulan reptil besar bersayap berkumpul di sekitar mangsa mudah dimakan tersebut. Heihei mengangakan mulut, jiwanya seolah menyisip keluar dari sana.
“Oi! Saya kira Tuan Kecil seorang yang kuat!”
“Mana ada orang kuat yang mau meminta pertolongan sama orang yang tak ia kenal! Dasar om bodoh!”
Si bocah menghadang reptil yang membuka mulut dan menyombongkan taring mereka dengan melemparkan shuriken-shuriken ke sana. Sayangnya perilaku pemberaninya terlihat seperti aksi anak tikus yang hendak kabur dari kucing-kucing lapar. “Yang lebih penting, selamatkan aku dulu! Om! Tolong!”
Lagi, si pria tua memutar bola mata. “Maaf. Saya hanya bisa diajak kerja sama kalau ada bayaran setimpal. Karena saya salah melihat nilai Anda tadi, maka pembayarannya belum sah!” Heihei lalu menyiapkan kaki dan tangan berupaya penuh pada ATV miliknya. “Saya ada urusan di lain tempat!”
Senjata yang Riven lempar ke arah pteranodon yang mengitarinya hampir semua tak tepat sasaran. Bahkan yang kena pun mereka anggap seolah hanya luka kecil. Dengan keringat bercucuran dan shuriken yang sebentar lagi habis, buru-buru Riven mencari benda lain. “Ini, om! Aku ada uang!”
Heihei yang telah maju ke depan beberapa ratus meter segera mewujudkan sepasang sayap gagak di punggung. Lalu, ia terbang ke arah si bocah. Beberapa lembar uang kertas yang Riven lambaikan menjadi fokus matanya. Tak lupa, ha-uchiwa yang ia bawa ia genggam erat.
“Jangan ganggu pelanggan jasa saya!”
Meski ia tak lagi sekuat dirinya sewaktu masih muda, Heihei tetap bisa berusaha keras. Ia menari di atas langit, mengayunkan kipasnya ke tubuh para pteranodon. Luka-luka kecil namun menjengkelkan hati reptil terbang terlukis indah, bak aliran angin.
Selembar uang seribu yen ia lempar pada masing-masing mulut para reptil tadi. Angin badai singkat hasil perubahan uang mengoyak dalam mulut mereka. Reptil yang mengerubungi Riven terjatuh semua.
Heihei lalu membawa si bocah kembali ke ATV miliknya. Agar tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, ia menempatkan si bocah di atas pangkuannya begitu sampai. Si tengu tua pun langsung melanjutkan mengemudi. Tak lupa, si pria tua mengambil apa yang si bocah lambaikan sebelumnya.
“Pengeluaran tadi adalah tiga ribu yen. Saya tak tahu-menahu konversi kurs uang dimensi Tuan Kecil ke yen, jadi saya hanya akan menggunakan uang ini untuk kemampuan Ougon no Kaze.”
Riven, yang akhirnya bisa terbebas dari kumpulan pteranodon tadi, menghela napas. Ia mengelap keringat yang mengucur deras pada wajah. Tanpa si pria tua, entah apa yang akan terjadi pada dirinya. “Terima kasih, om.”
Heihei lalu tertawa kecil. “Sama-sama.” Kedua ujung bibirnya naik ke atas, mencipta bentuk indah. Sudah lama ia tak merasakan nikmat pertarungan. Meski barusan cukup singkat dan dilihat dari akun pengeluaran ia merugi, si pria tua tetap senang.
“Nah, karena Tuan Kecil telah memberikan saya uang, kemampuan pasif Oo-mono-nushi saya aktif. Dewa tersebut memberi Tuan Kecil berkah keberuntungan. Sekarang, mari kita saling melindungi tubuh satu sama lain.”
Si anak kecil lalu tersenyum. Meski awalnya ia tak percaya pada orang asing ini, Riven sekarang menganggapnya sebagai rekan. Ia merasa bisa menang asal bisa terus bekerja sama dengan si pria tua tersebut.
“Ya! Aku akan berusaha!”

Di garis awal, ada seorang peserta yang tak maju meski menit perlombaan telah banyak berjalan. Bocah dengan halo empat buah benda datar sedang tertidur di atas punggung hewan aneh.
Hewan yang dimaksud tinggi besar dan berbulu merah kecokelatan. Pohon-pohon yang juga tak kalah anehnya, yang tumbuh melilit hewan tersebut, menghalangi kulit putih pucat bocah dari sinar mentari yang terik.
Lalu, kedua matanya membuka. Ia segera duduk dan melihat sekeliling.
Tak ada orang.
“Demi monyet bertuhan dari Antartika. Para semut-semut penghabis oksigen telah menjalankan semua bagian tubuh ke segala penjuru. Phantasmagoricalselalu membuat piring yang aku gunakan bersih sebelum aku mencucinya sendiri!”
Apa yang ia ucap adalah rentetan kata-kata yang kurang lebih nirmakna dan nirfaedah.
Intinya, ia perlu bergegas.
“Bulan sewaktu mata menutup membisikkan pesan soal nirwana kepadaku. Aku dan seluruh umat pertiwi bisa menang. Namun, gadis-gadis pemintal mengatakan aku bisa minum susu murni 99% di titik semuanya menghilang!”
Setelah mengucapkan kalimat demikian, si bocah bergegas memacu ke depan. Jalur darat adalah jalur paling simpel. Dengan Flibbertigibbet dan Floccinaucinihilipilification, mau pohon mau dinosaurus semuanya akan ia libas bersih. Hewan anehnya segera melaju di atas pasir pantai, seolah itu adalah lintasan sehalus aspal baru.
Di atas langit, tempat sinar mentari memberi berkahnya, ia melihat kejadian yang membuatnya terinspirasi. Ada seorang pria bersayap gagak yang menyelamatkan seorang bocah dari kumpulan dinosaurus terbang. Sayap gelapnya memantulkan cahaya hangat sang surya, membuat seluruh kejadian tadi tampak elegan.
Senyum lebar muncul di wajah si bocah laki-laki itu. Gigi-gigi taringnya menyeruak. “Oh, gagak indah yang melintasi sungai udara vertikal! Kamu—ya, sungguh terpujilah namamu, entah apa itu—telah membuat hati Gubbins Lollygag ini senang seperti sedang terbang bebas di wahana tertinggi neraka Avici!”
Gubbins, seorang pecinta peristiwa unik, ingin melihat lagi aksi heroik yang si gagak akan buat. Ia akan menjadikan apa yang akan ia saksikan darinya bahan untuk konten terbarunya. Si bocah akan bersedia menguras si pria gagak sampai kering kerontang agar ia bisa puas.

Kendaraan ATV milik Heihei sekarang berjalan lambat. Timnya telah sampai di area hutan. Pohon-pohon tinggi dan besar menghalangi jalur yang sebelumnya bebas hambatan. Sulit untuk melintas medan ini dengan cepat. Hambatan lain seperti akar pepohonan yang melilit tanah dan semak tinggi menghiasi hutan.
Belum lagi ada bahaya laten: para makhluk reptil kelaparan menyebar di sekitar. Mereka mengintai para peserta dan bersiap menyerang kapan saja. Heihei meminta Riven menjadi alarm bahaya datang. Kalau ada dinosaurus, mereka bakal segera kabur darinya.
“Balapan ini sulit sekali,” bisik si bocah di tengah upaya matanya mendelik ke segala arah. Semua pohon hampir-hampir kelihatan sama dan sulit ia bedakan. Berjalan ke arah lurus pun bakal menjadi barang langka. “Ini namanya bukan balapan lagi. Tapi, lomba bertahan hidup.”
Heihei berfokus menjalankan mobil menghindari hambatan yang ada. “Sudah wajar bila begitu. Keinginan pemenang akan terkabul, bukan? Tentu semua yang ikut akan berjuang sampai mati.”
Hutan yang tenang lalu penuh dengan suara gemuruh. Tanah mulai bergetar keras. Si pria tua panik dan menghentikan mobilnya. “Oi, Tuan Kecil! Apa itu? Ada dinosaurus yang datang?”
“Bukan! Mungkin peserta yang lain! Bagaimana ini?”
“Pakai kain kamuflase Tuan!”
Riven segera mengambil benda yang dimaksud dari kantung peralatannya. Ia lalu menyembunyikan si pria tua dan dirinya di balik kain. ATV diam di tengah hutan mungkin akan tampak aneh, tapi orang yang hendak memeriksanya tentu tidak ada.
Lalu, sumber suara gemuruh tadi datang. Hewan berkaki empat setinggi dua meter dengan tubuh besar. Seolah menjadi zirah, ada pohon yang melilit tubuh hewan berbulu merah-cokelat itu. Di atasnya, seorang bocah laki-laki duduk dan mengawasi sekitar.
“Bocah lain lagi.” Heihei berdecak. Ia tak bisa berhenti mengingat wajah polos namun berengsek Go-Shirakawa yang mengusirnya dari Ibukota sekitar delapan abad lalu. “Ingin apa dia sebenarnya?”
Si bocah berhalo empat buah bangun datar tampak mencari-cari sesuatu. Hewan yang ia tunggangi mengelilingi sekitar. “Mungkin ia ingin mengajak seseorang bertarung,” gumam Riven.
Meski percakapan kedua pria tadi senyap, hewan aneh dan pemiliknya menatap ATV Heihei. Keduanya lalu menutup mulut dan hidung. Ini gawat. Si hewan makin mendekat. Kain kamuflase yang Riven pakai memang berkualitas, tapi tetap saja seorang yang teliti bisa mengetahui rahasianya dengan mudah.
Untungnya, si hewan kehilangan minatnya pada ATV dan pergi ke depan. Kedua pria yang bersembunyi pun menghela napas lega. “Tuan Kecil telah membodohi bocah itu. Kerja bagus!”
“Tentu saja! Riven ini tak terkalahkan, lo!”
Ada suara benda melesat dalam kecepatan tinggi yang menghantam ATV. Kain kamuflase Riven bolong. Bekas yang menimpanya adalah lingkaran kecil, mirip koin. Lantas, kamuflasenya gagal. Si bocah penunggang hewan lalu melambaikan tangannya pada dua orang yang terperanjat.
“Kalau kalian tidak lari, jiwa-jiwa makhluk Venus bakal mengisap nektar Yggdrasil!”
Kalimat tadi mungkin artinya tidak ada, tapi Heihei dan Riven paham. Tubuh mereka bakal menjadi sarang lebah bila tak lari dari bocah ini.
Tak perlu waktu lama, Heihei segera melaju. Kecepatan maksimal. Masa bodoh soal pohon dan semak belukar asal ia bisa kabur. Riven mencoba mengarahkan sebagai navigator, namun ia pun sendiri panik dan sulit berpikir jernih.
Hewan merah-cokelat menyusul kendaraan ATV Heihei, seperti sedang berjalan santai. Bocah penunggang hewan tersebut masih melambaikan tangannya. “Pria gagak dari langit! Menyusuri hutan dengan kuda besi gagah berani! Kenalkan aku: Gubbins Lollygag, pengharap kehancuran Nudiustertian!”
Sungguh, apa yang ada di pikiran Gubbins hanyalah ingin berkenalan dengan si pria gagak. Si bocah kurus mengulurkan tangan kanan, kala Flibbertigibbet berada di samping ATV. Senyum yang ia pasang sangatlah polos.
Namun bocah ninja yang sedang duduk di pangkuan pria gagak membelalakkan mata.
“Ada Tyrannosaurus Rex!”

Dinosaurus raksasa tersebut lalu menghantam tubuh hewan merah-cokelat. Ia pun terlempar ke belakang. Heihei dan Riven terjatuh dari ATV akibat kena tempias hantaman tadi.
Heihei segera memeluk bocah ninja. Ia pun langsung terbang cepat ke area berikutnya: tanjakan tebing. Tentu, mereka tak bisa pergi tanpa hambatan. Pteranodon mengejar tengu yang menyalip mereka. Terlebih, terbang menanjak tebing sama saja mencari mati.
Kalau sampai si tengu jatuh, mereka bakal menghantam batu tajam dan bergulir turun. Si pria tua wajib terbang tanpa hambatan.
“Tuan Kecil. Lempari reptil terbang tersebut dengan senjata!”
Riven segera menyahut, “Baik!” Ia menggunakan shuriken-nya lagi. Namun, kali ini ia bisa mengenai reptil-reptil tersebut. Efek Oo-mono-nushi Heihei pasti telah menolongnya.
“Bagus! Tetap lindungi saya! Tanpa bantuan Tuan, kita bisa mati.”
Riven melebarkan senyum bangga. “Tentu!”
Di tengah-tengah jalur tanjakan tersebut, sayap Heihei kebas. Tak lama kemudian, ia terpaksa berhenti. 2,5 kilometer adalah jarak yang cukup jauh untuk ukuran orang tua seumuran dirinya.
“Maaf, Tuan. Kita harus berjalan kaki sekarang. Tubuh saya terlalu capai untuk bisa melanjutkan terbang.”
Riven membantu pria tua tetap berdiri. Mereka berdua lalu mengayunkan kaki ke atas tebing. “Tak apa, om. Kita sudah melakukan yang terbaik. Asal kita terus maju, maka kita bisa menang!”
Heihei tertawa pelan. “Sungguh, saya membenci sifat main gampangnya anak-anak macam diri Tuan.”
“Om! Aku bukan anak kecil,” protes si bocah ninja. “Tapi Riven yang hebat!”
Kedua pasangan aneh tersebut lalu tertawa bersamaan.
Getaran pada batuan tebing muncul. Gemuruh kaki kuat yang mendaki dengan gagah terdengar. Gempa kecil itu membuat si pria berumur dan bocah ninja berhenti, menyesuaikan keseimbangan agar tak jatuh.
Keduanya kenal ini getaran apa. Heihei dan Riven memelototi sumber suara yang mereka takuti. Hewan raksasa merah-cokelat berzirah pohon, dan bocah kecil penunggangnya sampai di lokasi mereka.
Sama seperti sebelumnya, Gubbins melambaikan tangan kencang-kencang ke arah Heihei. “Sudah siapkah gagakku itu hendak meranduk bersama malaikat-malaikat dalam ketiadaan suara?!”
Si bocah telah selamat dari serangan Tyrannosaurus Rex. Artinya, bocah ini adalah lawan yang menyusahkan. Heihei melafalkan delapan frasa sebagai ritualnya, namun ia gagal dan terus mengulanginya. “Gawat, Tuan Kecil. Saya sepertinya harus maju melawan bocah tersebut. Tuan bisa pergi duluan.”
Si pria tua maju ke depan. Gubbins pun ikut turun dari hewan anehnya. Riven menatap kejadian ini dengan mata membelalak.
Lalu, sebelum pria gagak siap bertarung, tangan kanannya direnggut bocah berambut merah. Heihei tak sadar kalau dirinya sudah terpojokkan begitu cepat. Namun, tangan kanannya justru digoyang-goyangkan. Sebuah handshake.
“Nama sang pahlawan gagak terdiri atas kerangka makna macam apakah?! Gubbins, pria cendekiawan ini hendak merasakan nama tersebut dalam lubang telinganya!”
Si pria tua memasang wajah sehabis kena luka tumpul berat di belakang kepala. “Jadi, selama ini Anda hanya ingin meminta berkenalan?”
Gubbins mengangguk kencang-kencang. Rambut merahnya yang mengembang naik turun dan berhamburan. Bocah aneh tersebut lalu menunjuk hewannya. “Perkenalkan pada Flibbertigibbet! Aku mau kalian berdua bersama-sama merayap di atas punggungnya!”
Sekarang giliran Riven yang maju ke depan, tak percaya. “Kamu mau kita menumpangi hewanmu?!”
Si bocah kembali mengangguk dengan penuh bergairah.
Heihei segera melebarkan senyum senang. Ia bisa pergi ke garis finis dengan mudah dengan hewan secepat itu. Si pria tua membalas handshake Gubbins. “Nama saya Hei Heiheihei! Dan, iya! Tentu saja! Kami berdua bersedia menumpang di hewan milik Tuan baik hati!”
Dan begitulah, duo Heihei dan Riven ikut Gubbins untuk sampai ke garis finis. Meski Flibbertigibbet adalah hewan yang sangat cepat, mereka bertiga sampai hampir di posisi terakhir.

Kemudian, peristiwa yang semua peserta nantikan pun datang juga. Mereka akan membuka peti harta karun yang berisi hadiah acak. Sayangnya, ketiganya sudah sadar akan dapat benda-benda jelek karena sampai dekat akhir. Namun tetap saja, ketiganya berharap bisa dapat barang bagus.
Gubbins dapat satu set bantal dan guling empuk agar ia bisa tidur nyenyak di atas Flibbertigibbet. Tentu, ia mengucapkan rasa senangnya dengan memuji para delapan juta kami.
Riven dapat sepatu lari untuk menggantikan sandal jeraminya. Bisa dapat sepatu baru membuat bocah ninjatersebut berlari-lari penuh bahagia.
Yang paling sial adalah Heihei. Ia dapat tabung oksigen. Si pria tua menganggap hadiah yang ia dapat sebagai ejekan terhadap jiwa mudanya. Namun, ia malah tertawa lepas kemudian.
Ia telah mendapat pengalaman unik. Meski performanya konyol, ia telah selamat dari babak pertama. Heihei berjanji agar bisa terus maju ke depan, ke titik ia akan kalah atau menang

Komentar

  1. Ninja. Old man dan peserta gibberlysh apalah (Disepak)

    pembawaan ceritanya terkesan terburu-buru. Lebih ke arah (nyaris) tanpa jeda. Atau ini kendala krn batasnya hanya 3k. Jdi semua dipadetin.

    Terlepas dri kendala teknis. Pembawaan karakter dapet. Si hei kayaknya paman gober banget. Mata duitan jelas.

    Itu aj sih
    Skor dri skala 1-10. 7/10
    #BorInfinity Tora Kyuin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya terlalu buru-buru. Lain kali akan saya beri banyak jeda agar tak terkesan terlalu padat. Terima kasih atas komentarnya.

      Hei Heiheihei

      Hapus
  2. 1. saya suka dengan susunan kata yang diucapkan Gubbins, memang tidak ada di charsheet (atau saya yg kurang awas), tetapi dgn membuat kreasi berbicara seperti itu, patut diacungi jempol.
    2. saat bertemu Riven, yg notabene anak kecil, kurang keliatan kebencian Heihei, padahal dia cukup benci dgn anak2, apalagi saat Riven berdiri di atas kepalanya, shrsnya emosi heihei bisa memuncak.
    3. akan lebih menarik bila adegan naik ATV juga disertakan peserta lainnya, agar terasa sensasi balapannya
    Skor: 7/10
    -Irene

    BalasHapus
  3. Lemparkan uang! Lemparkan uang!
    Setuju sama yang lain, phasingnya terlalu cepet. Mungkin karena batasan kata? saya sendiri juga nulis jadi berasa buru-buru sih, tapi masalah saya malah karena ga terstruktur, jadi bacanya capek tadi saya.

    That aside, sisanya kamu doing a good job kok.

    7/10
    Charlotte Izetta

    BalasHapus
  4. Saya suka cara bicara Gubbins, Giberish, tapi langsung dijelaskan artinya dengan narasi biasa. Juga suka bagaimana Gubbins ngejar Hei4 dan Riven cuma untuk berkenalan.

    Saya mengira Hei4 lebih rakus dari ini dengan mencharge Riven setiap kali untuk setiap bantuan, tapi tampaknya Hei4 cuma mencharge sekali untuk pengawalan ke garis finish... ya... meskipun akhirnya numpang Gubbins.

    Also, karena saya membaca dari pc, kelihatan ada space extra di antara beberapa paragraf yang saya anggap sebagai jeda antar bagian cerita. Intentional or not, jeda ini membantu saya membaca entri ini menjadi beberapa bagian, sehingga rush pacing berkurang.

    Verdict? Throwing money at your problem solves everything if you do it literally.
    Nilai 7/10

    OC : Morgen "Charta" Charterflug.

    BalasHapus
  5. Wah, membaca entry ini lumayan capek juga ya.

    Untuk masalah pacing sepertinya sudah dijelaskan oleh beberapa komentar di atas, saya mungkin sedikit menambahkan soal perkenalan karakter yang minim deskripsi. (Ini bikin saya agak bingung mem'visualisasi siapa Heihie, siapa Riven, siapa Gubbins.)

    Tapi keluhan utama saya sebenarnya cuma satu, unsur 'petualangannya' entah kenapa kurang dapet.

    Entah karena mereka bisa lolos dari tiap masalah--seperti ketemu T-Rex--tanpa mengeluarkan 'maximum effort', atau mungkin karena balik lagi ke masalah pacing tadi yang alurnya terlalu cepat. Saya bahkan ngerasa kalau dari perkenalan Heihei dan Riven sampe ke (betapa) akrabnya mereka berdua terasa kayak di'rush.

    Again, batasan 3k kata itu menyebalkan ya.

    Score 6/10

    OC : Dian

    BalasHapus
  6. Entahlah, berbeda dengan komentar yang umum, Umi malah ngerasa entry ini pace-nya terlalu lambat. Ada yang aneh dengan narasinya.

    Misal, narasi waktu Riven di owar-awir pteranodon, gimana ceritanya si Riven bisa sesantai itu? Dia di owar awir loh, kok ga panik? Kok masih bisa ngomong panjang-panjang? Rasanya agak kurang masuk akal.

    Narasinya juga agak bertele-tele untuk ukuran kompetisi lari yang kebut-kebutan. Ini Umi ibarat nonton orang kebut-kebutan tapi jalannya lambat dan terbang santai di atas awan gitu.


    Nilai: 6/10
    OC : Rizka Ambarwati

    BalasHapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya