[Ronde 4] Tora Kyuin, Mental War in Flashback

By: Izuna Lord
Race Four: Mental War in Flashback

[Selamat datang]
Suasana magis ini kembali terjadi. Ini kali keduanya. Yang pertama setelah melewati ronde menara bebal. Sekarang setelah perang akbar kemarin.
"Kenapa lagi?"
[Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kau masuk ke ruang kerjaku lagi?"]
"Loh. Ruang kerja?"
[Oiya. Ini ruang kerjaku. ]
"Begitu"

Membuka matanya, benarlah apa yang dikatakan si [Bahasa Kuno]: Bar kemarin. Lengkap dengan meja pandang, kursi tinggi yang berdecit, tumpukan buku dan sebuah laptop. Benar benar ruangan yang sangat kuno.

Perlahan langkahnya mendekati kursi tersebut. Decitannya begitu khas. Menusuk telinga kalau belum terbiasa.
Wangi debu menyebar kemana mana. Sudah berapa lama tidak dibersihkan?
[Sekarang, ada yang mau dikatakan?"]
"Anooo. Akankah ada kondisi dimana mereka takkan bisa menemaniku dalam keadaan genting?". Yang dia maksud adalah mereka yang kontaknya terdaftar dalam [Soundcloud].
[Mungkin saja. Terlebih itu magis dari Sankarea kan? Imortalitasnya juga hilang semenjak Image Harem Time lepas darimu. ]
"Ah. Benar juga. Gadis itu sudah lepas. Pantas saja tidak bisa berlama lama memakainya"
[Tapi aneh loh. Dua kekuatanmu yang lain. Kemana?]
"Maksudmu Ice Fire sama Disgaean Magic?. Kan universe kita direset babanx"
[Loh kalau direset seharusnya kamu gapunya akses ke aku, Soundcloud sama Florence loh]
"Eh iya juga sih. Ah gatau ah. Pusing. Cabut ah"
[Eh ntar dlu beloman. Yakin gtu aja?]
"Iya yakin. Duluan ye"
[Iyadeh]

Keduanya bingung. Sejak kapan obrolan ini begitu santai?"
#
Bengkel di hotel akhir akhir ini menjadi tempatnya beristirahat. Terutama semenjak Ronde 3 yang benar benar menguras staminanya, baik fisik maupun mental. Dari pernyataannya kepada para anak buah, hingga debut mereka secara total di padang pasir akbar. Walau banyak korban jiwa tumbang dari kedua belah pihak, mereka tetap tersenyum bahagia. Seolah mereka tak pernah mengerti apa itu bahaya atau bagaimana rasanya "mati". Sekarang magisnya overload. Mereka tak bisa dipanggil sementara waktu.

Memang kesalahannya sih tidak mengisi ulang terlebih dahulu daya baterainya. Tapi tekanan dari lawan juga begitu ampun-ampunan, bahkan tanpa rasa kasihan bisa membantai mereka. Andaikan mereka tidak bisa bertahan lama, entah apa jadinya dia. Meminta bantuan dari peserta lain? Hal paling sulit ia lakukan. Tidak bila mengingat ambisi dan motivasi para peserta lainnya, dan meminta bantuan yang begitu remeh?

"Tidak. Sangat pantang merepotkan mereka. Selama aku bisa mengandalkan anak buahku. Mereka tak perlu ikut campur. Tidak" begitu prinsipnya.
Mengingat itu semua, rasanya ia ingin berterimakasih sangat dalam. Tapi merekanya tidak ada.

"Sepi juga ya"
Cepat atau lambat skenario seperti ini akan datang. Suka atau tidak suka. Yaitu kesendirian. Dunia dimana dirimu sendirian. Tanpa mereka yang selalu berada di sisimu. Orang lain? belum tentu mau menemanimu suka maupun duka. Hanya datang kepadanya apabila membutuhkan semata: yaitu jasa antar jemput. Selebihnya tidak ada.
Kadang, dia merasa beruntung mengenal para Bojekers.
Dan dengan motivasi seperti itu, nampaknya semangatnya kembali lagi.
"Tiga ronde dan aku disibukkan oleh mereka. Mungkin ini cara tuhan untuk memberitahuku. Bahwa aku butuh istirahat"
[Betul sekali saudaraku]
"Yang pasti bukan dari kau"
[Ih jahat deh]
.
Kali ini di sebuah ruang latihan menembak. Memanfaatkan waktu istirahat, saatnya melakukan beberapa setting pada peralatannya. Yang pertama: [Florence]. Pistol magisnya sedang dikalibrasi. Analisisnya mengatakan balapan selanjutnya akan banyak menggunakan [Florence]. Targetnya hari ini adalah rongsokan besi dan beberapa produk gagal [NGSR] dan [Hadyathama] (katanya). Dibidiknya dalam sudut sulit: tubuh membengkok ala film metriks. Satu tembakan meletus. Lalu dua tembakan cepat. Terakhir tiga tembakan acak.
"Kurasa cukup" gumamnya mengelap ujung pistol magisnya. Mesin yang ada segera "mengantarkan" hasil tembakan.

Melihat targetnya adalah Android dari [NGSR]. Seketika ia teringat alasan kenapa perlombaan kemarin terasa "sepi": Ulah Rasyid yang tidak memerintahkan peserta Angkasa untuk turun.

"Kaleng keparat. Sengaja betul tidak menurunkan peserta Angkasa. Membuatku memakai itu hingga overload. Apa maksudnya tidak mengirim bala bantuan" dampratnya dalam hati. Apa ini bentuk balas dendam dari Rasyid karena dia ketahuan mencuri data NGSR?
"Padahal datanya receh loh. Alamak. Kaleng sialan. RRRAAAGHHHH" Umpatnya lagi menembaki rongsokan robot tersebut. Tapi kali ini pelurunya adalah mobil yang sengaja dipanggilnya dengan magis [Rider]. Dari bis kopaja. kendaraan minibus. sejenis mikrolet. Mobil kecil. Panser Halilintar kemarin. Lalu Tank, Terakhir truk tangki minyak. Beruntung sihir itu tidak ada masalah. Dan juga ukuran kendaraan yang dipanggil secara refleks menjadi sedemikian rupa, alias lebih kecil dari seharusnya. Akan bermasalah bila bengkel ini seketika dipenuhi kendaraan gratis. Lalu smartphone berkedip kedip manja. Dan mati.
"GOBLO BELUM DICAS LAGI!!

#
Sepuluh hari dimanfaatkannya dengan beristirahat. Menikmati betul fasilitas hotel. Smartphonenya kemarin 'Overload" karena memaksakan magis dalam skala sebesar itu. Sekarang sedang di-reparasi. Secara otomatis tidak ada kericuhan kecil akibat anak buahnya. Ataupun para Bojekers yang beradu argumen akan siapa yang harus memasak hari ini. Atau keluhan para topi runcing mengenai bis telolet mana yang akan direkam hari ini.
Tak ada lagi kemeriahan dari mereka. Setidaknya untuk tiga hari terakhir. Istilahnya. Ini benar benar "Me Time" yang sangat nikmat. Makan, tidur, ke bengkel, test drive, lalu makan, menikmati mandi di jacuzzi. Lalu tidur.
Andai bukan karena balapan semata. Mungkin dia memutuskan menginap disini.

Hari terakhir.
Jam makan pagi baru saja selesai. Sudah lama dirinya tidak menikmati pesanan favoritnya: sup kepiting asparagus, jamur goreng tepung, cumi goreng tepung, dan tak lupa aneka gorengan ala jajanan kaki lima. Ditemani kentang rebus yang ditumbuk kasar.
"Begini saja?" tawar si koki masih tak percaya akan pesanan Tora. "Ditumbuk. Tidak perlu ditumis, atau dimasak dengan mewah? cukup ditabur parutan keju dan susu?"
"Iya. Begitu saja cukup" ekspresinya begitu gembira melihat sajian yang dipesannya. Para koki dari kerajaan Gwenevere maupun Hadyatha pun benar benar tak habis pikir.

Untuk minuman pilihannya termasuk standar. Bahkan terlalu "normal" bagi para koki sekalipun. Jus jeruk dan teh manis celup yang semuanya bebas diisi ulang.

Puas makan. Saatnya jam bebas. Memutar tak tentu arah. Bingung harus kemana. Bengkel juga sedang banyak orang. Mengurungkan niatannya untuk melakukan tuning.
"Mengecek kendaraan sudah. Mengecek senjata sudah. Mengecek HP. Lagi dicas. Jalan jalan ke laundry deh. Nuker baju"
Baru saja dirinya ingin melangkah. Panggilan untuk briefing segera menguar di setiap sudut.
"Begitu cepat. Ada gerangan apa?"
"Tidak tahu. Tapi beberapa dari peserta menerka ini begitu pelik". Salah satu gadis menjawab pertanyaanku dengan terengah-engah.
"Maksudmu, Azusa?
Motomiya Azusa. Namanya kupelajari dari draft saat ronde tiga. Maniak pedang. Tepatnya terobsesi. Mengingatkanku akan seseorang.
"Entah. Tapi semua mengarah kesana. Aku duluan ya" lambainya padaku sebelum mengusung ke ruangan yang dimaksud.

"Well. What do you expect" Gumamku. Tapi belakangan saja. Dari kemarin aku belum ganti baju.

#

Laundry yang penuh sesak sudah terlewati. Berganti pakaian lebih fleksibel. Padanan Trench Coat dan ammo vest. Tak lupa mampir ke kamar. Memastikan mengisi ulang kopi, batere cadangan, recehan, dan lain sebagainya di kantung peluru. Tapi preparasinya berimbas pada keterlambatannya dalam menghadiri pengumuman darurat. Yah apa mau dikata. Jaraknya terlalu jauh. Juga terlalu cepat sebenarnya.

Bertolak dari kamarnya, dia berlari dengan sekuat tenaga, berharap dirinya tidak terlambat. Menghambur di pintu dengan wajah tanpa dosa. Tak lupa kacamata kesayangan. Tapi nahas. Belasan pasang mata menatapnya penuh kesal. Rasa ingin mengutuk. Seolah berkata dia tidak bisa baca situasi.
"Oh" Tukasnya seolah paham. Sudut matanya menilik sekitar. Ternyata asalnya dari situ. Sudut kiri matanya menangkap suasana mencekam, yang berakar dari satu situasi: Layar raksasa yang menampilkan sebuah medan labirin. Serta portal yang sudah tak asing baginya.

"Pasangan selanjutnya....." perwakilan Hadyatha menyebut nama. Kedua insan yang dipanggil sibuk berpegang tangan. Melangkah bak dua sejoli. Padahal jelas kawan kawannya bergidik ngeri melihat tayangan yang ada.
[Dasar Riajuu]
"Nani??!!!"

Selang 20 menit. Nama baru disebut.

Keduanya berdiri. Seketika seluruh peserta berbisik. Kasak kusuk. Seperti ibu ibu bergosip. Telinganya menangkap kata kunci berupa teroris. Antitesis. Sumpah serapah. Beberapa berbisik mengenai rasa kasihan kenapa si kecil harus bersama orang yang mereka bilang teroris.
"Poor Gubbins" salah satu pria dengan rajah magis berceletuk.
"Oh. Itu si Gubbins toh. Kukira namanya si Jerawat" kawannya di sebelah menimpali. Membuat keduanya tergelak, tapi ditahan. Takut merusak suasana.

Ocehan gosip diabaikannya. Tapi ada satu kata yang menarik perhatiannya.

"Teroris" Otaknya memutar seiring dibukanya smartphone miliknya. Mengakses data kepanitiaan yang dicurinya di gurun. Kata kunci Teroris membawanya pada data bernama Abu. Berikut data data dan artikel mengenai ulahnya selama ini.

"Oh. Si Pencari Tuhan. Kukira kenapa" Ujarnya santai, lalu menutup aplikasinya. Dari rumor dan desas desusnya, perjalanan Abu di pertandingan ini memang kontroversif. Tapi tidak bagi seorang Tora Kyuin. Cara Abu bertindak untuk ambisinya. Bisa dia maklumi. Mencari eksistensi Tuhan yang digadang-gadang maha kuasa.
"Andai Abu menjadi kawan saat menghabisi Sho Tatsu dengan bermodalkan [Die Hard], mungkin, mungkin saja.... dia bisa menghabisinya.....tunggu, Shou Tatsu?"
[Ah. Memori alternatemu kembali. Akhirnya]
"Memori alternate?"
[Itu...panjang ceritanya. Lain kali kuceritakan. Tapi sedikit banyak kau merasa mengikuti itu kan?"]
"Ergh..sedikit"
[Sip. Berarti bener kembali. Sabar sabar dulu ya"]

Masih lama menunggu giliran. Rasanya seperti antri obat di apotek. Sangat lama. Begitu lama. Padahal rentangnya dua puluh menit. Gejolak apa ini yang membuatnya merasakan waktu melambat? apakah karena tidak adanya mereka yang selalu bercengkrama dengannya, menghabiskan waktu berdiskusi hal tak penting, atau bahkan membuka sesi curhat bersama?. Mereka yang meramaikan jiwanya. Kini terasa hilang. Rasanya hampa.

Lamunannya buyar saat namanya dipanggil, dengan nama pasangannya: Nyai Dasimah.
Nyai? Siapa itu? Dibuka lagi smartphonenya. Mengetik kata kunci sambil mendekat ke pilar teleportasi. Nama selanjutnya belum menyahut. Si Nyai kemana. Pikirnya. Ekspresi para peserta lain diabaikannya. Data yang ditampilkan bernada mistis semua.
[Dia di belakangmu]
"Wha!!!"

Satu tepukan magis dan yang bersangkutan merasuk kedalam tubuh Tora Kyuin. Ternyata yang dicarinya sedang dalam tubuh magisnya. Aka hantu.
"Permisi anak muda. Aku Nyai Dasimah, hantu yang menguasai teknik roh terkuat, ingin meminjam tubuhmu. Demi kelancaran ragasukma dan ajian ilmu suku Atma, kebanggaan Nyai" si empunya magis memperkenalkan diri. Sementara tubuh inangnya meronta didalam sanubari.
"Keparat" umpat Tora berusaha melawan. Pikirannya yang bimbang karena anak buahnya malah menjadi sasaran empuk si hantu keparat.
"OH SHIT!!!
""RRRAAAAAGHHHHH!!!" raungan penuh kesakitan meluap karena serangan batin dari interupsi Nyai Dasimah kedalam raga Tora Kyuin. Membuat para peserta lain semakin merasa takut.

"OI KUNO. GABISA MASUK KITA!!!!"

Memaksakan tubuhnya meronta, salah satu perwakilan Hadyatha juga merasa jengah karena mereka terlalu lama, memaksanya mendorong mereka berdua masuk ke portal, sukses mengirim ke tempat tujuan.

#
"Nenek Lincah dasar"
[Hei itu dialogku bodoh]
!!!!!!. Siapa dia?"

roh magis dari suku Atma terkejut melihat sosok yang bersemayam didalam tubuh seorang Tora Kyuin. Ada entitas lain yang sudah menjaga raga ini sejak lama.
[Salam Nyai. Perkenalkan namaku Daigo. Dari Kodai-Go, Bahasa Kuno. Aku adalah magis yang menjadi kekuatan kedua dari tubuh ini. Luar biasa memang undian panitia mengacak nama Nyai dengannya. Apakah karena nyai melakukan sesuatu dengan para panitia?]

"A..apa maksudmu? aku tak mengerti bahasamu. Anak muda" suara Nyai nampak bergetar. Entah karena takut, atau sesuatu hal.

[Ckckckck. Jangan berbohong suku Atma. Kemarin kau dibekali tubuh manusia oleh si kaleng Rasyid. Lalu karena hari ini tidak mendapat jatah manusia untuk dirasuki, lantas kau menganggap Tora Kyuin adalah sasaran empuk?]

Memperkenalkan dirinya sebagai Daigo, magis dari [Bahasa Kuno] nampak berdiskusi "hangat" mengenai ketidaksopanan Nyai Dasimah sebagai peserta. Keduanya nampak sengit berargumentasi. Yang satu tidak terima tubuh Tora dirasuki, sementara satunya ribut karena ini sudah pilihan panitia.

"YANG JELAS KALIAN BERDUA BERISIK!!!
"OTAKKU DAN TUBUHKU JADI TAK KARUAN BANGSAT!!!

Kedua magis nampak terdiam. Inang utama sudah bersabda. Membuatnya terpaksa gencatan senjata.

Tubuh Tora masih melayang tak tentu arah di lautan teleportasi. Suasananya mencekam. Terutama penuh dengan sakit kepala dan relung hati yang tercabik-cabik. Pertama karena cekcok antara magisnya dengan Nyai, kedua rasa galau karena [Soundcloud] tidak bisa diakses.

"Aduh ngiluu" rintihan Tora tidak bisa didengar keduanya. Gestur tubuhnya yang berkata demikian. Memegangi isi kepalanya. Sesekali membenturkan smartphonenya berharap sakitnya hilang. Ini siksaan. Katanya.

#
Satu tarikan dari portal "memuntahkan" tubuhnya ke satu titik di labirin. Menabrak dinding dan menjebolnya.
Seberapa kuat lontaran portal tersebut, atau memang ketahanan tubuhnya sekuat itu?
Yang jelas rusaknya labirin akan berdampak buruk. Sangat buruk.
[Aku bisa mengkonfirmasi karena salah satu ancaman datang menghadang. ASTAROTH!!!!]
"NANI DE FAK!!!"
"Demi roh Aninta. Gerangan apa itu"

Sosok bertanduk dengan nafas apinya, tubuh kekar dengan banyak luka, dan kaki kambing meraung dengan keras, memekakkan telinga dan memberangus kesal. Satu hembusan nafasnya membakar sekitarnya. Sebuah ancaman yang begitu serius

[Ayo Nyai. Sekarang semua karena ulahmu. Kau harus bertanggung jawab]
"Tidak mau" si Nyai tetap bersikukuh.
"Kalian para pria sama saja seperti klan Angkara Songo. Semaunya sendiri"
[Oh. Pantas tua tua keladi sepertimu ditinggalkan suami]
"Dasar tidak sopan". Nyai nampak marah. Bola Roh termaterialisasi dari telapak tangan Tora, dan dia memaksa arah bola tersebut menodong, seperti ingin menembak diri sendiri.

"Jangan seenaknya mengontrol tubuhku keparat!!!" Tora yang merasa kesal karena peperangan batin memaksakan tangannya yang menodong untuk berganti arah. Menjadi menembaki si Astaroth.
Terang saja hal itu malah semakin memicu amarahnya.

"Anak muda sialan"
Suasana memanas. Kedua jiwa saling sikut dan saling beradu oposisi. Tubuh inang menolak kehadiran raga dari Nyai Dasimah. Sementara sang tamu bersikukuh tindakannya harus dibenarkan karena ini tuntutan panitia. Bahwa Tora Kyuin adalah wadahnya untuk menjalani balapan ini.

[Tora. Gaada waktu lagi. Kita terpaksa mendobrak. Florence siapkan. Kamu Nyai. Buruan]
"Baiklah baiklah. Sesuka kalian berdua. Rapalan Ajian: Bola Roh" Nyai merapal energi rohnya.
"Deal. Bersiaplah nenek. Jangan lupa seatbelt. Entar encoknya kambuh" ejeknya pada Nyai Dasimah.
Pistol sihir ditariknya. Dua kekuatan bersatu. Peluru Tora kini diselimuti energi roh dari Nyai Dasimah. Operasi untuk kabur: dimulai.

"Caranya?" si empunya roh bingung.
"Tembaki habis monster itu" Sahut si inang.
[Seperti di permainan House of the Dead. HAHAHAHA]
Keduanya menganggap ini permainan. Sesuatu yang bahkan seorang Nyai sekalipun merasa heran. Keadaan darurat memunculkan ide darurat. Dan ini sangat terpaksa.

"CABUT KITA BOOOOORRRR!!!!!"
[YOSHAAAAAAAA]
"Anak muda memang aneh"

#

Berhasil kabur dari Astaroth, sebuah pemukiman menjadi tempatnya bernaung.
"Kau mau selamat nyai? Kau harus mau menerima perintah darinya. Kita satukan pikiran"
"Tidak mau. Nyai sudah merasakan bagaimana kalian lelaki memikirkan kaum seperti Nyai"
"Anooo, that sounds pretty kink from elder like you"
"Terserah. Saya lebih baik merasuk manusia yang disediakan Rasyid saja seperti kemarin"
"YA TERUS KENAPA GAK DILAKUKAN!!!?"
"Nyai tadi sudah bilang kalau Rasyid hari ini tidak menyediakannya. Kau tidak dengar?"
"Tidak sama sekali Nyai"
"Dasar"

Debat tak berkesudahan ini tentu beralasan. Tipikal wanita berumur. Tidak mau kalah. Sementara yang satunya terlalu pusing akan kejadian di ronde kemarin. Menjadi beban pikirannya. Dan sekarang ditambah lagi
[si Hakim Pendosa--

"Kau menamainya Hakim Pendosa?"
[Bacot. Sampe mana tadi?. Oh iya. Si Hakim Pendosa itu cepat atau lambat akan kembali lagi Nyai. meski kau gaib sekalipun, si merah raksasa itu takkan perduli akan apapun. Dia termasuk Immortal. Nyai melihatnya sendiri kan?]
Yang ditanya hanya diam. Sibuk bergumam pada dirinya sendiri.
"Berhenti menggunakan bibirku untuk melakukan habitmu nyai"
"Nyai tak habis pikir. Apa ambisi kalian untuk ikuti ini?"
"Kau tak perlu tahu nenek. Sekarang lebih baik keluar dari tubuhku"
"Tidak mau. Nyai tidak sudi"
"Kau keras kepala juga untuk sebuah hantu roh"
Keduanya sibuk beradu argument didalam kepala. Bagi orang lain, hal ini Nampak seperti orang gila karena dia berbicara sendiri. Terang saja hal itu menarik perhatian belasan pasang mata yang sedari tadi memperhatikan mereka. Salah satunya melompat dari persembunyian, dan menodongkan trisulanya.
"Gerangan apa ribut ribut seperti ini? Kalian mengganggu ritual Astaroth Yang Agung dalam usahanya menghukum para pendosa"
"Maksudmu Hakim Pendosa?" sahut Tora, yang disambut dengan dua trisula yang menodong wajahnya. Ternyata satu makhluk lagi menyeruak dari balik kegelapan.
"Jaga mulutmu manusia. Astaroth Yang Agung tidak boleh tercemar Bahasa kalian" si kerdil bertanduk patah Nampak berang. Tidak terima pujaan mereka dicemari julukan aneh.
"Lagipula, gerangan apa yang membuat orang orang seperti kalian ke pulau ini secara bergiliran?"
"Bergiliran, maksud kalian?" si Nyai menyeruak dari balik tubuh Tora. Memadatkan tubuh magisnya menjadi sebentuk citra—Siluet. Seperti bayangan. Para makhluk kerdil terkesima akan sosok Nyai Dasimah.
"Ahh, roh magis. Aspek suci yang digemari Astaroth Yang Agung"
"Jangan memujaku anak anak baik. Bisa diulang maksud yang bergiliran?"
Selagi Nyai Dasimah dalam wujud tersebut berbincang.
[Heh. Seperti JoJo saja. Tora, coba potret dirimu]
"Hah?" Menuruti permintaan Daigo, diraihnya smartphone yang sedari tadi digenggamnya. Melakukan Swafoto tanpa lampu kilat, tanpa suara shutter. Semua untuk mencegah kecurigaan. Dan potret yang didapat sesuai dengan deskripsi kartun JoJo yang dimaksud: tubuhnya kini memiliki apa yang mereka sebut [STAND].
"ORE NO SUTANDO NA WA. . . . . . . [D A S I M A H]".
Dan tak lengkap bila tidak berpose…. "JOJO"!!!!

Stop with this Battle Tendency!! Si Nyai yang merasa terusik malah membentak mereka berdua.
[NYAI-NYAI-NYAI-NYAI-NYAIIIIIIIII!!!!]
"WOI UDAH!!!" Kini giliranku yang membentaknya.

"Sudah selesai ributnya? Kami bersedia memisahkan kalian kok. Asalkan ada bayaran"
"Bayaran?"

#
Diskusi mengenai skema pulau berakhir nihil. Karena mereka sendiri sudah menutup mata dan pikiran karena berkali-kali ditipu oleh peserta lain untuk mengatasi Astaroth. Dalam hal ini cara menghindarinya. Nahas memang.
Juga Negosiasi ditawarkan oleh para makhluk bertanduk, yang memperkenalkan diri mereka sebagai Hvyt. Ras penghuni pulau ini. Tawarannya mudah: Kendaraan yang terparkir di tempat ini akan jadi hak milik mereka selama mereka masih ada disini. Yang artinya: Mereka harus keluar dari pulau ini secepat mungkin. Jelas saja penolakan terjadi dari pribadi Tora Kyuin.
"Enak saja menumbalkan [Stryker] hanya untuk Astaroth" berangku tak mau kalah. Namun roh Nyai berkata sebaliknya.
"Dengan bonus memisahkan Nyai dari tubuh anak ini. Kamu tak berkeberatan kan, nak Tora?"
Jelas saja tawaran barusan merupakan hal menarik. Tapi, membuat mereka melakukan semuanya membuatku ragu. Akankah berhasil?
Tapi kalau dipikir lagi, kesempatanku punya kekuatan JoJo terbuang percuma. Rugi sih. Kapan lagi coba punya kekuatan seperti ini. Menjadi JoJo sepenuhnya. ORAAAAAA!!!
[Trus aku dilupakan gitu?]
"Lagian kamu Cuma didalem kepala ga pernah keluar"
[Kalau aja Ice Fire atau Disgaean gak tersegel sih bisa lah dikit. Tapi mau gimana. Dapetnya segini]
"Yaudah diem. Operasinya mau dimulai ini"

Bicara operasi. Aku ditempatkan di sebuah ruang bedah. Seperti mummifikasi. Diikat di sebuah altar, dengan beragam peralatan ala Hvyt. Beberapa perkakas seperti milik manusia. Kecuali satu tongkat besar dengan banyak selang disana.
"Operasi pengangkatan roh dimulai" salah satu Hvyt paling besar memimpin upacara pemisahan. Tubuhnya yang penuh bekas guratan dan sayapnya yang hanya sehelai menjadi visual terakhirku, sebelum penarikan dua insan dilakukan oleh beragam alat tadi.
Menurut Daigo. Si [Bahasa Kuno] dan para Hvyt. Memisahkan aku dan Nyai Dasimah akan membuat beberapa memoriku teracak. Terutama memori dari awal perpindahan di briefing, hingga pertemuan dengan Astaroth.
Bagiku tak masalah. Malahan, lebih baik melupakan semuanya. Asalkan satu syarat, tawarku pada mereka saat itu: Jangan sekali-kali mengutak atik memori terbaikku. Mereka menyanggupi asalkan aku menurut pada prosedur mereka. Dan jadilah aku sekarang ini. Terbujur menunggu operasi selesai.

#
Memori akan suatu tempat bernama Sankarea menjadi yang pertama menyambutku di alam mimpi ini. Alam diluar kesadaranku. Apakah operasinya sudah selesai? Sepertinya belum. Karena sejauh mata memandang, tempat ini terlalu damai dibanding labirin penuh belulang tadi.
"Botransport Neptune House. Ah rumahku dulu" ucapku spontan melihat ini semua.
"Hei Kyuin"
"Oh hai Krissen"

Eh. Krissen, Krissen Themum?? Bos dari Illuminati? Apa yang dilakukannya disini?
"Selamat atas perebutan Image kemarin. Dari Lynd" salah satu pria (atau wanita), memperkenalkan dirinya sebagai Lynd. Memberiku selamat. Aku hanya melambai sekali. Masih bingung apa yang terjadi. Tapi satu kata barusan sudah menyegarkan memoriku.

Ah. Image (I-ma-ge). Orang biasa menyebutnya Giocco. Kalau kami menyebutnya Image. Entitas ajaib yang menjadi perdebatan dan diburu banyak orang. Mengingat lokasinya, berarti ini memori setelah Enhita Island.
Memori barusan perlahan menarik diri. Oh ternyata bentuknya layar televisi seperti waktu itu. Sebuah tali sihir merajut menjadi anak panah. Memanjang kedepan lima langkah. Berkedip cepat seperti berkata "Ikuti aku". Mengikuti si panah, garis tadi memisahkan diri, kemudian merajut kembali menjadi penunjuk arah. Ke kanan tiga langkah. Lalu ke kiri dua langkah. Salah satu layar mendekat, menampilkan memori di sebuah pulau mengapung. Berdiskusi dengan gadis berambut hijau, yang kuncir duanya bergerak lincah saat dia menanggapi sekitarnya.
"Kau Gumi kan?" gumamku.
"Ehehe. Benar sekali Kyuin. Sudah dulu ya. Rokoko-san mengajakku untuk melompat dari sini"
Melompat. Berarti ini White White Plaza. Aku melihat diriku yang melompat mengejar gadis itu. Ingin rasanya melompat. Tapi kuurungkan. Karena tampilan sesudahnya terlalu seram untuk dilihat: gadis itu mati di tangan seorang pria bernama Svenskay.
[Apakah kau mulai merasakan dosa dosa itu?]
"Kau…"
[Akan kujelaskan nanti. Intinya operasi selesai. Persetan nasib Nyai tersebut. Kini tubuhmu sedang dalam mode remote olehku. Para Hyvt masih bernegosiasi dengan Astaroth, berkata ini salah satu ujian apakah kau pantas lolos dari sini atau tidak]
"Bagaimana kau bisa…."
[ternyata selang tadi merupakan penyegel sihir. Pantas aku tak bisa mengontakmu. Sudah sampai mana memorinya?]
"Ano….Svenskay"
[Oh. Si pemilik 2012. Nein Lauf Way benar benar mengerikan]
"Haaaa"
Layar tadi menghilang, berganti baru berupa scenario berkabung. Melihat memori diriku yang berkabung atas kematian gadis itu. Sedikit banyak membuatku mengerti. Kematian memang tak terelakkan. Cepat atau lambat mereka yang kau kasihi akan pergi terlebih dahulu. Yang jadi pertanyaan adalah: apakah kau siap atau tidak?.  Itu saja.

Rajutan panah kembali mewujud. Kali ini jalan lurus semata. Dilengkapi memori kanan kiri. Semuanya menampilkan keseruan dan riuhnya para Bojekers, sekembalinya dari misi berbahaya mereka. Rasanya mereka disini. Walau jelas aku sendirian saat ini. Apakah ini ujian apabila suatu saat aku harus melepaskan mereka, aku akan kuat sendirian? Untuk saat ini tidak tahu.
Sedikit kembali ke tubuh asli Tora Kyuin. Para Hyvt Nampak kesulitan mengembalikan kejiwaan kedua pasien, kerana interupsi dari Astaroth mengganggu proses terakhir dari ritual pemisahan. Membuat keduanya masuk dalam kondisi "mati suri".  Tapi tidak untuk Tora. Entitas dari [Bahasa Kuno] berhasil mencegahnya memasuki kondisi mati suri, malahan menjadi kontrol sementara, anggap saja seperti Somnabulist alias Sleepwalking.

Kembali kedalam kesadaran.
Perjalanan mencapai batasnya saat berbagai memori dilewati dengan perjuangan. Beberapa terlewati karena sedikitnya dosa, beberapa karena terlalu ambigu. Kecuali satu.
Setelah perlawanan Shou Tatsu. Semuanya terasa kabur. Seperti disensor film. Ini termasuk aneh.
[Kemungkinan ulah "The World"]
"Image itu ya?"
[Ya].
"Bisakah kita skip bagian ini?"
[Seharusnya bisa diskip. Tapi bahkan entitas sepertiku tak bisa. Jadi mau tak mau. Kau harus menerima fakta]
"Fakta?"
[Bagian ini menjadi halang rintang terakhir. Coba ingat alasanmu kenapa mengikuti lomba ini?]
"Mencari artefak atau apapun yang bisa memutar balik waktu atau bahkan menghancurkan Image yang membuat kehidupanku seperti ini"
[Tapi nyatanya, kau disini, terjebak di pulau. Satu satunya ya pakai trik itu]
"Caranya?"
[Dobrak]
"Mendobraknya? Ntar dikejer donk"
[Bukan dobrak yang itu. Dobrak dengan batinmu]
"Mendobrak dengan batin?, maksudmu, aku harus menerima fakta bahwa semuanya fana, dan kehidupanku begini-begini saja, semua pergi meninggalkanku? Begitu?"
[Tidak se depresif itu sih]
"Habisnya……seharusnya aku tak punya memori itu. Katamu karena Image itu mereset segalanya"
[tapi setidaknya mereka tetap ada kan?]
"Benar. Setidaknya mereka masih bisa kupanggil"
[Selama kau masih mau memimpin mereka, menerima semua kesalahan mereka, dan mau belajar dari kesalahan. Seharusnya kau bisa menjalaninya. Ingatlah, dirimu berdiri disini juga berkat mereka semua kok]
"Ya. Aku paham itu. Mereka juga berkata mereka sangat berterimakasih sudah diselamatkan. Toh mereka juga berkata, selama aku terus bersama mereka, kemanapun arah angin pergi, mereka tetap setia menemani"
[itulah yang pantas untuk dibela. Jadi, bagaimana, kau menerima bahwa takdirmu saat ini malah terjadi berkat Image itu]
Dia terdiam. Bingung. Memilah semuanya. Bila dia menolak fakta, maka kehidupannya bisa kembali, tapi pastinya semua akan direset. Terulang kembali. Bila mengikhlaskan, maka dia harus menerima takdir. Kehidupannya hari ini adalah sesuai suratan takdir.
"Baiklah. Kurasa aku berhasil menemukan alasan lain untuk mengejar apa yang dijanjikan si Kaleng Rasyid"
[Baguslah. Setelah melewatinya, bukalah matamu]

Dan dengan itu, halangan terakhir membuka dirinya, tabir kegelapan yang perlahan memudar. Berupa lorong cahaya yang begitu panjang nan menyilaukan.
"Terimakasih"

Melangkah dengan pasti, lorong tersebut seolah menghisap semuanya, dan instruksi terakhir membuatnya tersadar. Tubuhnya sudah berada di ujung pulau. Sejauh mata memandang, hanya sebuah pantai, dengan sebuah motor boat. Supirnya salah satu kaleng kiriman Rasyid.
Menunjukkan logo NGSR dibalik smartphonenya, si android segera menyalakan mesin kapal, kembali menuju hotel.

Misi selesai.

Atau tidak.
Bagaimana nasib si Nyai Dasimah? Tak ada yang tahu. Mungkin saja sibuk bercengkerama dengan Astaroth, atau sibuk melayang bebas melawan ratusan Hvyt. Atau yang lain. Memutuskan menetap di pulau itu. Toh. Dia bisa keluar kapan saja. Mungkin.
-Fin-

Komentar