[Ronde 5] Tora Kyuin - Terra Royale: Gun Gale Online Goes Wrong

By: Izuna Lord
Race Five. TERRA ROYALE: Gun Gale Online Goes Wrong

Sekembalinya dari pulau neraka itu. Akhir akhir ini memori lamanya bercampur dengan memori saat ini.
Tepatnya, ini yang disebut halusinasi, atau dalam istilah yang dibacanya: Bleeding Effect. Dalam tidurnya, memori itu kembali. Seolah menghantuinya. Satu per satu semuanya kembali. Kehancuran Xearth, satu kota budak akibat sebuah pemicu ledakan. Lalu memasuki hutan lindung yang,... bahkan dia sendiri masih belum bisa menerka itu benar atau tidak. Kemudian ketika tubuhnya terlempar ke masa depan. Dan mendapat bantuan dari duo pria tong sampah. Semua campur aduk. Benar benar membuatnya tak bisa tidur.

"Ada apa ini. Kenapa jadi parah isi pikiranku?"
Interaksinya dengan sekitar menjadi kacau. Kadang terbangun di tengah malam. Kadang tidak bisa tidur seharian. Terlebih memorinya dengan Nyai menjadi samar-samar. Ini tidak baik. Sangat tidak baik. Nafsu makannya terganggu. Tidurnya juga. Dan dia jadi sedikit menjauhi orang. Takut terjadi hal hal buruk. Satu satunya jalan adalah dengan melakukan itu: ruang latihan menembak. Menembak dan menembak. Melepaskan semuanya. Melepaskan kekesalan dan rasa berdosa. Hingga malam menjelang.
Terkapar kelelahan, tak kuat lagi meluapkan segalanya.
"Ah. Lebih tenang"

#
Suatu pagi di jam makan pagi. Sehabis menyelesaikan kudapan masing-masing. Ruangan sekitar berubah suasananya, menjadi lebih gelap. Dan sebuah layar raksasa hadir diatas meja. Datanglah para perwakilan dari tiga sponsor: Hadyatha, NGSR dan Gwenevere. Yea. Miraya dan Soraya, lalu Rasyid dengan para manusia kalengnya, dan Raja Mellow dengan ksatrianya.

"Terimakasih sudah mengikuti perlombaan yang kami sajikan hingga detik ini. Luar biasa memang" yang membuka pembicaraan adalah si kaleng Rasyid. Satu gesturnya membuat para android bergerak ke sebelah kursi setiap peserta, menyerahkan sebuah tablet berisikan video trailer dari sebuah permainan: Terra Royale. 

"Permainan apa ini?" Yang membuka pembicaraan adalah Riven. Disusul Heihei dan Worca. Menerka nerka apa maksud dari video trailer yang ditayangkan di tablet. Nampak bingung dan masih memahami. Beberapa diam membisu. Terlalu sibuk memperhatikan gerak gerik Rasyid. Beberapa masih menekan tablet dan menginspeksi produk tersebut. Salah satunya Gubbins.
Beberapa lagi Nampak tak pusing. Sudah makanan sehari hari mungkin. Salah satunya Abu.
Bicara Abu. Apakabar teroris itu?
[Tumben kau bertanya-tanya tentang Abu]
"Kan sudah kubilang. Andai Abu ada di Sankarea. Mungkin petunjuknya akan apa yang dia cari, alias pencarian tuhan bisa dia temukan"
[Kau cukup peduli rupanya]
"Kau pikir aku dengan anak buahku dianggap apa?"
[Ayah yang mengayomi anak anaknya]
"Aku belum setua itu!!" Bentakannya dengan [Bahasa Kuno] jelas saja membuat kaget mereka. Bahkan ditegur oleh Rasyid.

"Hei. Kau dengar tidak?" bentak Rasyid nampak menghardik Tora. Yang ditegur hanya bisa cengegesan. Merasa tak berdosa. Beruntung salah satu android menginstruksikan ke Rasyid bahwa durasinya berpidato sudah selesai. Yang bersangkutan segera berbalik, memposisikan diri di sebelah bendera sponsornya. Dan mempersilahkan Soraya-Miranda mengajukan materi mereka.

"Kalau tadi si manusia kaleng sudah mempromosikan mekanisme permainan, maka kita yang mempromosikan tampilan didalam permainan. Dan promosi dari fitur kosmetik disana. Hayo. Siapa yang sudah bermain game ini?" Soraya membuka materi dengan bertanya pada peserta. Beberapa mengangkat tangan, beberapa diam. Beberapa saling menoleh satu sama lain.

"Apa, permainan ini bisa dipelajari dengan mudah"? Yang bertanya sekarang adalah Balthor. Rajah sihirnya berkedip kedip seperti marah. Ternyata karena dia merasa bingung. Terlebih, dirinya gagal fokus ternyata. Duo Hadyatha jelas membuat siapapun terkesima. Tak luput dari pandangan Balthor. Tapi suasananya terlalu ramai. Orang rasional pun akan pikir pikir untuk bertindak liar memenuhi hawa nafsunya. Ya kan?

[Kau tahu apa yang kupikirkan kan?]
"Yeah"
[Tumben itu makhluk gak ganjen ama wanita]
"Nah itu"

Diskusi antar meja terjadi. Masing-masing sponsor saling melempar penawaran. Hingga satu moment yang membuat semuanya kaget.

"Berkat antusias dari kalian, kami bertiga. Betul sekali. Hadyatha, NGSR dan kerajaan Gwenevere memutuskan akan menghelat peluncuran versi Final dari Terra Royal VR, disini" Ucap ketiganya yang mendapat tepuk tangan meriah. Terlebih mereka yang pernah memainkan permainan ini.

"Tunggu. Kita bisa mengakses versi Finalnya disini? Luar biasa. Ini benar benar memacu adrenalin" Wajahnya berbinar mendapati permainan yang dimaksud sudah mendapat versi Virtual Reality. Pengalaman yang seru pastinya.

#

"Terra Royale?. Pernah dengar. Permainan yang sedang digandrungi. Aku juga main. Tapi terbatas versi mobile semata. Kau tahu, tuntutan pekerjaan. Tak bisa berdiam diri begitu saja" Komentarku pada kawan sebelahku: Azusa. Usai presentasi dari para sponsor. Waktu istirahat diberikan karena sudah masuk jam makan siang. Segala peralatan dan regulasi pertandingan akan diumumkan setelah ini. 

"Dan kenapa tak main lagi? Oh itu. Terpaksa berhenti bermain karena, kau tahu. Spesifikasi permainannya semakin meningkat" Ujarku menunjukkan Smartphone ADLH kepada Azusa.
"Kulihat kau rajin menabung kok. Kenapa tidak membeli yang baru?"
"Kau pikir menabung dari balapan semata itu cukup? tidak kawan. Life is Adrenaline. In real time. Terlebih bila debt collector datang menagih"
"Kau sempat berhutang?"
"Kantorku. Bukan aku"
"Baiklah baiklah. Kembali ke topik. Jadi kau merekomendasikan permainan ini karena ada teknik berpedangnya? darimana kau tahu?" matanya berbinar mendengar penjelasanku. Mendekati wajahku dengan ekspresi sumringahnya.
Ugh, kau terlalu dekat nona........Eh bener sih nona. Menjelang kepala tiga. Harusnya sudah nyonya. Tapi apa hakku?"

"Hei". Goresan kecil dari pisau lipatnya mengiris daguku, membuatku tersadar. Dan kulanjutkan penjelasannya.
"Meski berhenti bermain, aku tetap mengikuti perkembangan terkininya. Dan ya, itu ekspansi terbaru. Meinn Honor. Untuk mereka yang bosan dengan senjata api. Semua saling pukul, saling tebas. Sepuasmu. Dengan fitur Battle Royale. Tapi, Terra Royale mendapat adaptasi Virtual Reality merupakan lompatan besar loh" Racauku lagi. Berusaha menyelesaikan pembicaraan.

"Hehe. Kau nampak handal dalam permainan ini. Apa ini berkaitan dengan pekerjaan lamamu?" selidiknya lagi.

"Balapan? Enggak juga kok. Ah bicara itu. Aku baru ingat. Motivasiku bermain saat itu karena ya mereka punya fitur Death Race. Balapan kematian. Mengendalikan mobil bersenjata penuh dan menghajar semuanya. Permainan itu benar benar melengkapi semuanya"
"Baiklah kuputuskan" ucap si gadis itu menarik pisau lipatnya. "Kau, jadilah mentorku di permainan ini"
"What??"
#
Ruangan besar di bengkel disulap menjadi wilayah virtual untuk peluncuran Terra Royale secara massif. Berbagai peralatan elektronis nan mahal hadir seluruhnya. Disponsori oleh NGSR. Nampak raut wajah Rasyid begitu sumringah melihat hasil karyanya diakui oleh para peserta.

"Tapi jangan lupa Hadyatha dan Gwenevere yang menyuplai In-App Purchase loh. Kalau enggak. Gabisa bagi hasil" kekeh Soraya yang diamini Miranda. Membuat perdebatan kecil diantara mereka.

Belasan ksatria dari Gwenevere ditempatkan secara serentak sebagai mekanisme penyelamatan bila terjadi sesuatu dengan salah satu peserta. Terutama masalah medis dan juga bentuk fisik dari peserta yang benar benar beraneka ragam bentuknya. Sebut saja iSoul, Tom, Padma, Nyai Dasimah, Piwi Shiwite yang membutuhkan waktu dua kali lebih lama untuk mencari peralatan yang sesuai. Kecuali iSoul yang secara "sukarela" berpartisipasi kedalam jaringan Terra Royale. Mewujudkan sendiri avatar piksel impiannya.
Melihat iSoul bisa mendapat fasilitas khusus. Aku mengajukan diri.

"Anooo…aku sempat punya akun dalam permainan ini. Bagaimana kalau kugunakan data permainanku untuk versi ini?" tawarku pada para android. Menunjukkan Smartphoneku. Keduanya saling berpandangan. Salah satunya mengontak Rasyid. Lalu mengangguk-angguk. Kembali memandangi kawannya (yang sesama android). Lalu menatapku.

"Baiklah. Kemarikan hapemu" ujar si robot mengeluarkan kabel dari bahu robot kirinya.

"Kok ke kamu?" Tanyaku.

"Kau mau login lewat server atau lewat aku yang lebih cepat?"

"Masuk akal sih. Baiklah" Mengambil kabel yang ditawarkan, kupasang kabel tersebut ke hape. Dan mengakses langsung server utama dari Terra Royale.

Usut punya usut. Entah celah servernya terlalu besar atau kekuatan magis dari [Hacker] memang meningkat jauh. Atau ini salah satu cara Rasyid untuk melacakku. Curiga kalau dia tahu aku punya kemampuan Hacking yang lumayan.
Tepis semuanya. Kemana data permainanku? Ah ini dia.
Avatar dengan pakaian lengkap. Kelangkaan super. Kacamata gurun sebagai aksesoris kepala. Masker gas yang menutup secara penuh sebagai aksesoris wajah. Jaket kulit sebagai atasan. Cargo pants sebagai bawahan. Dan Boots militer sebagai alas kaki. Dapat kulihat Soraya dan Rasyid kembali berdebat kenapa memperbolehkanku menggunakan data permainan lama.

Bukan salahku kan kalau punya preparasi terlebih dahulu?
"Yap. Sudah. Terimakasih" Ujarku pamit, kembali ke posisi yang disediakan tadi. Bertepatan dengan itu, suara pintu besi berderit keras. Entah mengapa suasananya mendadak begitu drastis untuk sebuah bengkel semata.
"Loh itu dibolehkan?" Worca menarik-narik lengan bajuku"

"Apaan sih yang dibolehin. Data akun? Kan aku maen kemaren kemaren"

"BUKAN ITU, TAPI ITU. LIAT TUH AYAM GORENG DISANA!!" tuding Worca dengan nada tinggi, menunjuk ke arah Piwi yang datang dengan peralatan VR laiknya kendaraan tempur: mini t-rex. Derap mekanik dan bunyi ayam berkeciap jelas membuat telinga sakit. AKu yang kurang focus pun baru sadar ternyata yang membuat keributan si Piwi. Ayam kerdil dari negeri Ka eP Ci (?)

"Fuhahahaa. Piwi yang maha kuasa punya kekuatan lebih untuk ini. Kakak pertama. Lihat aku" ucap Piwi begitu centil kepada Worca. Dan juga aku.

"Apa hubungannya denganku?"

"Demi paruh naga, aku bukan kakakmu"

Aku bisa melihat perempatan muncul di dahi Worca yang dipecundangi Piwi begitu saja. Sementara ayam barusan? sudah bergaya FM melangkahkan cakar mungilnya ke tempat yang disediakan. Interaksi dua Shiwite yang dinamis.

"Hei, Tora"

"Yes?" Dapat kurasakan bulu kudukku merinding mendengar suara itu.

"Be my guide" Benar ternyata. Motomiya Azusa.

"Hell no maniak pedang!"

Kukira hanya Shiwite yang punya teman sekamar yang kronis. Ternyata aku pun tak luput darinya.
Atau akunya tak terlalu peka, karena sibuk mengurus mereka?

[Rly makes you thonks a lot]

*Pening total*

#
Briefing mengenai penggunaan peralatan diberikan secara video yang ditayangkan secara simulcast. Kecuali mereka yang berkebutuhan khusus, semuanya serempak memakai head gear dan menggenggam sejenis kontroler berbentuk kemudi pesawat jet. Para android NGSR memastikan semua peserta merasa nyaman dengan peralatannya.

"Dan persiapan peluncuran Terra Royale dalam 10….9….8….7"

Semua berharap harap cemas akan hal ini. Pengalaman pertama pastinya. Tak terkecuali mereka yang baru pertamakali memainkan ini. Beda denganku yang, hehe. Bisa menyombong sedikit bahwa aku jelas pernah terjun dalam situasi seperti ini. Rasa penasaran tersebut kini terjawab: menjadi Beta Tester dari Terra Royale VR.

"Link Start!!!"

Terowongan piksel menyambut kesadaran masing masing peserta, dengan mewujudkan diri menjadi jembatan penghubung antara dunia fisik dan psikis. Dimana seluruh pergerakan dan sistemasi magis berhasil diterjemahkan dengan baik oleh mereka. Luar biasa kolaborasi ketiga sponsor ini. Mereka bisa mereplika hampir 100% tubuh manusia (dan makhluk ajaib) dan nyaris seluruh kemampuan mereka dalam waktu singkat.

"Atau tidak. Karena Terra Royale diluncurkan setelah sebulan sejak pertandingan Battle of Realms. Isla Wunder, Almnesse City, Oase Musafir, Andharabula. Kecurigaanku adalah mereka mengulur waktu dengan perlombaan aneh aneh agar data statistic masing masing bisa mereka simpan. Mungkin itu alasan kenapa Rasyid begitu rapi dalam menyimpan data para peserta. Memberi proteksi lebih,  bahkan data recehnya pun kena inspeksi mendadak"

[Sudah puas meracaunya?]

"Hah?"

[Tuh diliatin]

Matanya yang terbuka mendapati dirinya berada di sebuah ruang virtual yang seluruhnya putih. Seperti tembok tak berbatas. Memanjang kemanapun arah mata memandang. Dan beberapa dari peserta lain hanya memperhatikan dirinya yang meracau dari tadi.

"Ah, eh, anu…" Ekspresinya kikuk diperhatikan banyak orang. Beberapa orang menatapnya aneh. Beruntung. Hal itu tak berlangsung lama. Karena sebuah pengumuman mengatakan mereka akan diterbangkan ke pulau Terra Royale dalam waktu dua puluh menit lagi. Kira kira begini bunyinya:

"Disini disediakan seluruh peralatan tempur yang akan kalian pakai nantinya di sana. Buatlah dirimu familiar dengan suasana sekitar. Karena dua puluh menit kedepan, kita akan terbang ke pulau Terra Royale. Akhir kata, Happy Hunting~!" Suara centil barusan sudah pasti Soraya. Lengkingan nyaringnya begitu khas.

Jadi ingat misi gurun dimana konsernya kacau begitu saja. Hehe.

"Ah bicara gurun. Sedih sekali klasifikasi magis dari Soundcloud itu Tool Magic. Seharusnya kuinstall didalam tubuh saja. Ehehehe"

Dia baru sadar. Terra Royale tidak memperbolehkan membawa barang dari luar kedalam permainan

[Kayak restoran cepat saji aja gaboleh bawa makanan dari luar]

"Bawel"

Menunggu durasi peluncuran, lebih baik memperhatikan mereka yang nampak seperti orang udik dengan teknologi seperti ini. Baru saja masuk dunia virtual. Segalanya dicoba, apakah mereka bisa melakukan hal yang sama dengan dunia asli.

Beberapa mencoba menyelam. Yang jelas saja itu kolam piksel. Beberapa lagi mencoba memegang senjata. Terlepas dari keahlian pasif mereka dalam memegang senjata. Harus diakui dunia virtual tidak semudah apa yang dibayangkan. Bolak balik terjatuh. Salah mengisi amunisi. Salah sasaran tembak. Dan lain sebagainya. NGSR punya banyak PR kedepannya: akurasi dalam menerjemahkan interaksi tubuh dengan eksekusi peralatan virtualnya.

"Oh ada fitur chat" gumamku melihat tampilan HUD didepan wajah. Ada ikon berbentuk balon kata. Ternyata ini fitur untuk berbincang bincang dengan orang luar. Kupikir balon kata untuk mendapat informasi. Kutekan sekali. Layar kotak dengan basis teks terhampar didepan. Seperti video call. Ada wajah Rasyid disana. Dan Soraya. Miranda. Lebih tepatnya, mereka yang menjaga server.

"Hei Rasyid. Kaleng" ejekku didalam virtual.

"Ada apa, Kyuin?" suara Rasyid nampak jelas di kedua telinga, sepertinya kesadaran elektroniknya beberapa kali mondar mandir di frekuensi ini.

"Karena katanya launching perdana. Fitur apa aja yang dibuka nih?" tanyaku penasaran. Yang ditanya hanya memberikan instruksi berupa "Perhatikan" di ruang virtual maya. Terutama persenjataan.

"Your experience, is Unlimited" kata kata terakhir dari Rasyid sebelum memutus saluran komunikasi, ternyata durasi waktu dua puluh menit sudah lewat.

"Sekarang saatnya mengantar kalian ke pulau Terra Royale" suara dari speaker gaib nampak memandu seluruh peserta untuk segera memasuki pesawat. Bak diperintah, semuanya bergerak dengan rapi. Seperti robot saja.

"Patuh sekali mereka"

#
Diatas pesawat. Perjalanan menuju pulau yang dimaksud. Briefing mengenai skema pulau sudah diberikan sebelum melakukan link start. Sampai sini interaksi belum terjadi antar peserta. Mungkin dua puluh menit yang diberikan masih kurang, atau mereka sudah tak sabar untuk segera mencoba permainan ini sesegera mungkin. Dengan tanpa memperdulikan tutorial atau apapun.
"Toh. Wajar sih. Pasti ada beberapa pemain yang dilabeli Tour Guide oleh mereka"

[Dan yang jelas kamu tak mau jadi begitu. Ya kan?]

"Ehe. Tau aja"

Mempelajari peta kecil dari interface didepan layar, skema pulau yang nampak tak asing membuatku merasa familiar.
"Ini mimpi jadi nyata" Ucapku berteriak. Dan hanya dipelototi dengan aneh oleh orang orang. Peduli setan.

"Memangnya kalian siap untuk bertempur hingga habis disini?" ejek iSoul pada beberapa peserta, yang jelas saja memicu amarah mereka.

"Gini donk baru panas" kekehnya lagi dengan tawa khasnya. Wat de fak iSoul.

"Biasanya sih yang paling vocal matinya duluan kok" balasku sekenanya. Yang merasa tersindir seharusnya berang. Ternyata tidak. Kukira dia terlalu bodoh. Kucoba memanggilnya.
"HEI BANGSAT!!!" Bentakku pada iSoul. Dia hanya membisu. Melihat-lihat isi pulau dibalik jendela. Confirmed. Telinga elektriknya sudah rusak. Ahahaha.
"Drop Off system telah menyala. Silahkan turun".

Notifikasi bahwa pemain bisa melompat membuatku segera melangkahkan kaki dengan semangat 45, melompat dari ketinggian sepuluh ribu kaki dengan bermodalkan parasut. Dua menit melakukan diving, sekilas kulihat beberapa dari mereka juga ikut melompat. Mungkin arahnya beda.

"TALLY-HO!!!!!!"

"KETINGGIAN KAYAK GINI MAH SERING. PALAGI DI DEBUT MISI GURUN. YA GAK GAES? Ah lupa. Anak buah gue gabisa dipanggil. Lol xD" Akhirnya spam emotikon secara virtual. Semua masih terasa begitu realistis. Tak menyangka fitur permainan yang selama ini hanya bisa dimainkan di tablet atau computer, kini bisa dimainkan secara nyata. Dengan kita sendiri sebagai pemainnya. Luar biasa sekali sensasinya. Benar benar terasa nyata.

[minus kekuatan magis yang disegel]

"Yah itu sih resiko ya"

Petualangan bertahan hidup di Terra Royale: Dimulai!!

#

Lima menit terjun bebas. Belasan gedung dan skema dari Urban District mulai masuk kedalam visualnya. Beberapa spot menguntungkan, berbagai kendaraan yang terpakir, semua masuk kedalam memori. Ingatan terakhir yang direkam kuat kuat karena nantinya semua akan ditelusuri secara manual. Jalan kaki.

[Ketinggian aman untuk parasut]

"Deploy Parachute"

[Gausah sok inggris njing]

Parasut ditarik. Gravitasi dan tekanan angin membuat keduanya bersinergi. Melayang semenit dua menit berputar putar, karena desir angin secara pikselatis termasuk baru bagi tubuh. Terasa nyata, tapi juga ini permainan.

Mendaratkan kaki didepan sebuah rumah, hal yang pertama dilakukan adalah looting, bahasa kasarnya memungut. Ironis sebenarnya. Karena apa yang kita lakukan disini, di permainan ini sebenarnya versi elit dari para pemulung. Memakai apa saja yang tersebar di sekitar untuk bertahan hidup. Tergantung bagaimana kau menghadapi dunia. Bisa melawan atau mati konyol dan menjadi tukang pungut.

"ADLH, tampilkan skema peta" perintahku pada smartphone secara refleks. Tak ada yang terjadi.

"Ah fuck. Lupa ini sudah didalam game"

[Hapenya gabisa ya?]

"Boro2 gabisa. Ini aja dateng cuma modal baju seadanya. Kaos oblong ama celana boxer"

[Kita tak punya fitur seperti permainan itu? Sedih. Aku berharap sekali kita bisa melakukan Satellite Scan setiap sepuluh menitnya. Mudah melacak lawan]

"Ekspansi terbaru Gun Gale Online. Sangat nikmat. Tapi itu fitur akan overkill bodoh"

[Hei. Lagipula juga pas di ruang tunggu virtual, mereka semua tahu kalau Magis yang terintegrasi didalam tubuh langsung menyala kan?]

"Kau benar. Pantas mereka begitu autis di ruang tunggu. Tapi kayaknya gak semua deh. Ternyata itu."

[Telat banget mikirnya. Bergeraklah kalau begitu].

Melirik kanan kiri. Memperhatikan sekitar. Telinga dipasang rapat rapat. Dirasa aman, dua langkah kedepan terjadi. Derit halus pintu membuatnya bersiaga. Ah ternyata karena angin. Sudut mata kanannya menangkap dua benda yang bersinar.

[Pistol tuh]

"Mayan lah daripada gaada sama sekali" Pistol diraih. Fitur pungut otomatis juga mengambil sebuah….teropong pistol. Begitu kecil dan ringkas. Dan langsung terpasang.

"Amunisinya. Wah. Ini menarik"

[Kenapa?]

"Ingat saat kubuka jendela chat? Kata kata Rasyid. Itu adalah Clue. Bahwa fitur Unlimited diaktifkan. Dengan kata lain: peluru tak terbatas. Aku juga sempat meretas sedikit server utama dari permainan ini. Sekadar melihat isinya. Ini termasuk hadiah peluncuran. Hidden Bug kayaknya. NGSR dan Hadyatha benar benar memanjakan pemainnya" Girangnya mendapati mekanisme permainan idamannya terwujud di versi ini.

[Kau…]

"Tapi kalau begitu" ucapannya terhenti…
"Di distrik lain juga nantinya akan overkill kalau mereka tahu bahwa senjata disini memiliki amunisi tak terbatas"

[Itu kalau mereka sadar sih. Ah wait. Badai piksel dalam tiga menit kedepan]

"Halah kecil. Tiga menit itu lama. Lanjut looting lah"

Menenteng sepucuk pistol berjenis Five-Seven dengan Dot-Sightnya, perjalanan melengkapi diri berlangsung. Rumah di utara yang bergaya eropa menjadi pilihan kedua. Pintu didobrak gaya preman. Kosong. Aman untuk inspeksi. Diperiksanya setiap sudut rumah.

Ada rompi peluru level dua. Ambil saja. Ada helm motor. Pungut. Sisanya barang barang remeh: granat kilat, asap dan granat ledak. Panci sebagai senjata fisik? Ini bukan PUBG. Jadi terpaksa skip.
Beberapa tergeletak pakaian dan aksesoris wajah. Skip. Cuma Menuhin inventaris aja.

………

Rumah ketiga bergaya Victorian. Terlalu besar dan nampak mencurigakan. Saat dimasuki, suara desing peluru meletus begitu kencang. Ada kontak senjata rupanya.
[Kontak dari…..iSoul dan Solitaire. Beradu pistol dengan…pedang?]

"What?"

[Mereka akan mendekat]

"Smoke Out"

Lebih memilih bersembunyi, caranya adalah dengan melempar granat asap dan kabur begitu saja. Kaburnya kemana? Jelas saja. Memanjat ke lantai dua. Berharap cemas mereka tidak bergerak keatas. Dari bawah, terdengar suara pintu dan tembok yang jebol oleh pertarungan. Terdengar juga suara tubuh terlempar. Berdebum keras sekali. Pasti Solitaire. Tubuhnya yang besar jelas menjadi penyebab dentuman tadi.

"Loh kok diem"

Seketika hening. Curiga mereka berhenti begitu saja. Lalu satu tembakan meletus lagi. Disusul kaca pecah. Ternyata pertarungan berlanjut hingga keluar bangunan tersebut. Memperhatikan dari balkon lantai dua..

Dentingan pedang beradu dengan peluru yang mendesing. Sulit membayangkan ksatria seperti Solitaire akan waras apabila menghadapi wujud iSoul yang….begitu absurd untuk sebuah smartphone berjalan. Avatarnya memang manusia. Tapi saat satu goresan melukai tangan iSoul, piksel tersebut tergeletak dan menampilkan sosok asli iSoul: Smartphone raksasa.

"WTF jadi avatar yang dia pake Cuma organ piksel ditempel ke hape gitu aja"

"FOR THE SUN!!!!! PRAISE!!!!" Satu tebasan berhasil memotong jarak diantara mereka. Lawannya yang tak berdaya, kalah secara telak, bertepatan dengan pelurunya yang habis. Lupa diisi ulang. Tawa remehnya terdengar kencang sebelum dijemput ajal. Tangan Solitaire yang kekar segera "merebut" tubuh iSoul, dan meremukkannya.Membuat tubuhnya pecah menjadi butiran piksel.

"PRAISE!!!!!!"

"Wow. Talking about overkill"

[Maksudmu?]

Dor, Dor, Dor. Tiga tembakan meletus. Ketiganya dari arah balkon. Ternyata Tora yang menembak. Membuat lawannya juga tersungkur menjadi butiran piksel. Lalu pecah begitu saja.

[Tak ada ampun]

"Tepatnya itu caraku berterimakasih. Menghabisi musuh yang berpotensi. Dan cara agar aku tidak menghadapi orang orang seperti itu"

[Wow. Sramz qaqa]

Inspeksi sekitar dilakukan dalam parameter tiga hingga lima meter. Aman. Melompat turun dari balkon. Tak lupa membawa tas ransel level dua, kapasitas besar membuatnya bisa menyimpan banyak senjata. Sebuah keberuntungan di balkon atas.

Didekatinya bekas "Mayat" Solitaire dan iSoul. Masih aman hingga detik ini.
"Open crate" perintah verbal diberikan. Kedua box menampilkan isinya. Berderet dalam bentuk inventaris virtual. Serasa nyata. Mulai melakukan sortir.

Dari box iSoul. Berisi senapan jenis shotgun. Serta peluru khususnya. Dan sejenis aksesoris berupa….Reloader? attachment khusus mungkin. Sisanya? Pakaian tshirt dan celana ¾. Pistol jenis revolver. Peluru enam butir. Gapake lama. Ambil shotgun dan revolver. Proses pikselatis mentransfer dengan cepat. Tapi karena transfernya antar karakter via crate box, inspeksi jenis senjata dan penyesuaian status akan memakan waktu tiga puluh detik. Tak masalah.

Sudah merasa puas. Saatnya beralih ke box Solitaire.

"Wow. Cepat juga anak ini ke Urban District" Apa yang membuatnya berkata seperti itu adalah perlengkapan dari Solitaire hampir semuanya sesuai dengan informasi dari sector Medieval: pedang dua tangan, zirah, pistol busur, dan pike.

Mengingat pike membuatnya terbesit satu nama: Spearman.
"Yakin 100 persen itu makhluk ada disana" Ucapnya yakin. Lalu ada sebuah kapak karbon di inventaris Solitaire. Hmm menarik. Ternyata baru looting sekali, sudah diserbu iSoul.

"Ketemuuuu"
Suara barusan menggema dari sudut utara, diselingi tiga tembakan telak dari sang lawan.
"Ebuset" evade roll dilakukan dengan masuk ke rumah tadi. Dan segera memposisikan diri ke lantai dua.

[Ada musuh]

"Telat goblok"
"Darimana arahnya?"
[Gak tau. Tapi kayaknya suara rumput diinjek. Cabut kayaknya.]"

"Good. Puter arah kalo gitu. Cabut ah"

Melompat keluar dari sisi selatan gedung barusan. Perjalanan mencari perlengkapan perang berlanjut.

#
Durasi waktu menunjukkan Semenit lagi sebelum badai piksel kloter ketiga. Dan masih terjebak di Urban District. Berjalan kaki itu lelah jendral. Benar benar melelahkan. Secara mental.
Separuh peta sudah tertutupi badai piksel. Yang pertama ternyata Medieval.
Kalau tidak salah. Seingatku rare encounter dari Medieval itu peri. Solitaire dari sana. Hmmmmmmm. Bodo amat deh. Lanjut perjalanan saja.

Kalkulasi dari badai piksel selalu terjadi setiap sepuluh menit. Ini yang ketiga. Kalau begitu. Badai ke sepuluh atau ke sebelas. Akan sampai ke Colloseum.

Satu mobil berjenis Hummer terparkir dengan rapi di sebuah garasi di rumah minimalis. Nampak menggiurkan, terlebih skema perumahan ala cluster orang kaya. Seperti komplek lokal. Bahkan tukang begal sekalipun akan bersiaga satu dan langsung merampoknya begitu melihat kesempatan seperti ini. Tapi ini game. Terra Royale lagi. Masalahnya satu, ini terlalu mencurigakan untuk sebuah game. Sebuah kendaraan yang mesinnya tidak menyala. Itu berarti satu.

"Bensinnya masih penuh" Lalu kewaspadaannya meningkat kala mengingat bisa saja ini merupakan jebakan. Menaiki kendaraan lalu lawan akan menembak dengan mudah. Hal itu jelas membuatnya merasa was was.

"Bolak balik mati kalau main pas sikonnya kayak gini. Ngambil mobil. Ditembakin di ban. Kalo gak dilempar granat. Pernah sekali ditabrak balik sama motor. Cok."

Namun satu kenyataan menampar pikiranku: badai piksel adalah badai piksel. Sudah menemukan kendaraan saja adalah hal yang patut disyukuri.

"Tapi meski begitu. Puji tuhan ada mobil nganggur. YUK LAH TANCAP!!!"

[EITS. Tunggu dulu. Jangan lupa pantau sekitar]

"Bawel"

Kedua moncong pistol terwujud secara pikselatis, teracung memeriksa setiap sudut mobil. Mata kearah utara, hati kearah selatan, batin kearah timur. Dan jiwa kearah barat. Empat wilayah dipantau dengan begitu ambigu.
Krasak krusuk menjadi lagu di telinganya. Entitas didalam kepala segera bereaksi. Melacak asal suara.

[Ada yang gerak]

"Friendly Fire nyala gak?

[Off. Tau kan artinya?]

"Segala yang bergerak adalah musuh"

Pelatuk ditarik. Desingan peluru yang teredam Silencer meluncur bebas kearah targetnya. Kalau itu peluru bisa berbicara, mungkin dia akan berkata "I CAN SHOW YOU THE WORLD!!!"

"Yeah. World of Death"

Suara tengkorak pecah, terdengar nyaring. Tapi erangan dan suara kaki diseret seketika menaikkan kewaspadaan.

"Musuhnya bukan musuh biasa"

[Confirmed. Zombie]

"Ah ngecit dasar"

[Tanpa aku juga kau bakal mati. Gaada navigator utk ngatur HUD ama stok ammo]
"Bukan elu. Musuhnya ngecit. Gak liat matinya Riven ama Gubbins setelah kena tembak di kepala sama Abu?"

[Enggak]

"Atau Onion yang kepalanya dibacok kapak karbon dari Balthor? Tunggu. Dia manusia bawang kan. Berarti matinya tercincang gitu aja. Ehehehehe"

[*Mencoba tidak mengingat semuanya*]

"Kalau Piwi sih. Mati ditabrak mobil. Bego emang. Peralatan kayak apaan malah mati konyol"

[Kok aku gak liat?]

"Ya gimana gak liat. Giliran disuruh pantau. Malah sibuk tidur"

[Ngantuk buoz]

"Halah alesan. Nih. Ada skit videonya sekilas." Kuakses layar chat dan menekan video feature mengenai cara lawan mati.

[Dikira Play of the Game kali]

"Gak. Ticket to Hell ini sih"

[Ssssh, Kecilin suaranya]

"Oh iya"

Monolognya terpaksa dikecilkan. Supaya tidak memancing keributan. Tapi percuma. Zombie barusan menyadari keberadaannya. Ancaman mendekat. Dengan lambat.

"Lambat?"

[Kau tidak lihat bagaimana kakinya diseret seperti itu hah?"]

"Oh. Lupa"

Mobil bisa kapan saja. Nampaknya ini Rare Encounter. Menurut panduan dan tutorial.

"Tapi yakin hanya seekor saja seperti ini?"

[X for Doubt]

"Masuk akal"

Kapak karbon ditariknya dari pinggang kiri. Moncong dari Five Seven teracung di kanan. Dilemparnya kapak tersebut. Si zombie bergeser pelan kekiri. Muncratan darah dari bahu kirinya membuatnya jatuh. Tiga tembakan diletuskan. Kaki. Dada dan tangan. Memastikannya tak bergerak. Erangan terakhir dari si zombie dibalas satu hantaman popor pistolnya ke wajah dan leher. Remuk? jelas saja. Tapi badannya masih menggeliat-liat. Tangannya yang penuh virus mencoba menggapai kakinya.

"WTF ini alot juga" Satu lompatan mundur dilakukan, bersiaga dengan menukar pistolnya secara pikselatis. Kedua tangannya sudah menggenggam senapan tabur tipe Itacha M37. Pump Shotgun kalau mau Bahasa keren. Jatah 8 butir peluru membuatnya dikeluarkan hanya bila berhadapan dengan musuh yang bisa didekati.
Meski sistem Terra Royale memperbolehkan pemainnya untuk bermain di mode "Unlimited", pengisian ulangnya memakan waktu yang tidak sebentar. Sangat rugi apabila mubazir di waktu yang tak tepat.
Juga karena satu hal: senjata tipe ini tidak pernah ada dalam kamus militer manapun menggunakan peredam suara. Sangat menyebalkan.

Dibidiknya senapan miliknya, lalu satu selongsong menyentuh tanah, seiring suara tembakan meletus ke tubuh musuhnya. memastikan lawannya tidak bergerak lagi. Lalu tembakan kedua di kepala. Semakin memastikan lawannya tidak kemana-mana.
Panel notifikasi menyatakan lawannya "mati", pecah menjadi piksel kebiruan yang larut di udara. Kemudian dari tempatnya larut, sebuah loot-box terhampar disana. Berwarna keemasan.
"Wasu. Rare drop nih. Buka ah. Open Crate" perintah verbal diucapkan, lalu didekatinya box tersebut. Seketika membuka secara mandiri. Suara elektrik mengenali Tora sebagai pemakai yang berhak.

"Identitas dari NGSR. Tora Kyuin. Terkonfirmasi"

Box tersebut memunculkan citra piksel dari sebuah senapan otomatis: M4A1 dengan attachment Grenade Launcher. Tipe M203 lagi. Terpampang di layar informasi. Mengambil kapak karbon dan senapan tersebut. Seluruhnya tersublimasi kedalam inventaris pikselnya.

"Rare weapon getto"

Bertepatan dengan senjata didapat, badai piksel mendekat. Memaksanya berpacu, kearah mobil tadi.

"Defak kelamaan lawan zombie" keluhnya memacu kemudi, meninggalkan daerah Urban menuju daerah Toon. Daerah teraman dari badai piksel. Untuk saat ini.

#

Daerah Toon. Daerah kartun. Terlihat dari pilihan warna dan pernak Pernik distrik ini. Serta music yang menemani deru mobil yang membelah keheningan daerah toon. Di kanan kiri distrik hanya terdapat onggokan kubus. Lalu pisang raksasa. Kemudian kepala robot. Tangan raksasa yang patah jemarinya. Posisinya menadah seperti meminta sesuatu. Terakhir. Entah kenapa nuansa distrik ini selalu identic dengan, kuda poni. Atau Unicorn. Dan permen. Serta warna cerah. Atau kepala badut yang muncul dimana saja.

[Atau seekor kucing yang punya seringai besar dan gigi tajamnya. Ditemani seorang pria yang memakai topi sulap berwarna kotak kotak hitam putih. Dan mengajakmu minum the]

"Daigo. Ini Toon. Bukan Alice in Wonderland"

[Maaf]


Pepohonan termasuk jarang. Hanya ada gedung, rumah kecil seperti kabin. Tak pantas disebut rumah sih karena bentuknya abstrak. Bagiku.

Notifikasi bahwa inspeksi penyesuaian status dari senjata barusan selesai. Memarkirkan mobil di sebuah gubuk kecil. Kuperiksa status senjata ini. Beserta slot aksesorisnya.

"Let's see. Peredam. Vertical Grip. Magazine tambahan. Sudah termasuk teropong x4. Luar biasa memang Rare Weapon ini". Lalu menukar inventaris M4A1 dengan Shotgun Itacha M37. Inspeksi baru bisa dilakukan karena keasikan memakai pistol daritadi.

"100% mirip asli. Sasuga NGSR. Benar benar meriah" gumamku memuji keakuratan mereka.

"Terlebih karena menggunakan sistem virtual, maka senjata asli pun harus diterjemahkan pula. Gak boleh senjata utak atik. Ufufufufu"

[Kimo banget]

"Berisik"

Berkeliling sejenak di sekitar gubuk. Ada sepatu pegas. Langsung pakai saja. Juga kartu Respawn. Tapi tak bisa dibuka.

"Open Crate" perintah verbal kembali kuluncurkan. Box membuka diri. Dua lembar kartu respawn, dan sebuah.,….paintball. Kayaknya bekas korban. Pungut saja deh.

Beristirahat dari kejaran badai piksel ternyata lebih melelahkan daripada kabur dari ancaman peluru panas Abu. Luar biasa bangsat memang si Teroris itu. Nyaris saja kepalaku kena. Ancaman musuh kali ini lebih dari apapun. Saling balapan untuk survive. Termasuk wajar untuk urusan permainan. Terlebih ini Terra Royale.

Bicara Terra Royale. Ini Virtual Reality kan? Seharusnya semua sesuai rencana. Mereka yang kalah. Harusnya bisa hidup lagi. Setelah permainan berakhir.

"Seharusnya seperti itu". Kembali kecurigaanku muncul. Karena cara Onion dan Riven kalah termasuk "Sadis". Serangan telak di kepala. Secara mekanisme mereka akan mati. Lalu tubuh aslinya akan "Log-Out" secara otomatis. Seharusnya seperti itu. Atau mekanismenya lain?

[Kau berpikir ini seperti scenario yang sudah sudah ya?]

"Bisa jadi iya. Bisa jadi tidak. Terlebih beberapa fitur dari VR ini terlalu nyata dan terlalu nyaman untuk manusia seperti mereka. Bahkan bisa jadi ini bentuk pelarian dari realitas. Apa yang kukhawatirkan adalah fakta bahwa ini bisa saja di salah artikan"

[Gak mungkin sih mereka gegabah kayak gtu]

"Atau tidak. Masalahnya ini terlalu mudah. Terlepas dari sehandal apapun kau sebagai pemain. Kenapa rasanya begitu aneh. Ada yang mengganjal sebenarnya"

[Udah nyoba dikontak pake chat box?]

". . . . . . . .Itu dia"

[Ada apa?]

"Kenapa ku baru sadar sekarang. Nanti saja. Requesting: Peta daerah Toon"

Layar piksel terhampar didepan menjadi citra tiga dimensi berukuran besar. Skema lanskap dan geografis dari daerah Terra Royale semakin akurat berkat triangulasi dari penerjemahan visual grafis dengan teknologi NGSR. Kemudian mengecil, dan berfokus pada sektor Toon. Penghitung waktu mundur nampak hadir di sebelah peta.
Sisa tiga menit lagi. Terlalu sepi memang daerah ini. Atau mereka sudah ke Colloseum semuanya?

"Sedari tadi kita di Urban Distric. Medieval sudah tidak layak huni—maksudku loot. Zipang terlalu memutar dari sini.  Badai piksel sudah melahap sepertiga daerah"

Penghitung jumlah peserta yang selamat? Nihil. Sesuatu yang janggal untuk permainan seperti ini.

"Mereka sengaja menyembunyikan fiturnya". Gumamku mengakses berbagai panel virtual yang ada. Sukur sukur ada tombol tersembunyi atau apapun lah bentuknya.

Beberapa menit sebelum badai piksel selanjutnya. Sisa semenit.
"Cih. Terlalu lama membuang waktu disini"

!!
Salah satu balon chat memberiku notifikasi ada yang mencoba berbincang denganku.
"Siapa?"

"Hai mentor" ucap lawan bicaranya di seberang sana.

"Geh. Kau. Darimana kau tahu ada fitur ini, Azusa?"

Ternyata Azusa Motomiya. Gadis maniak pedang yang sejak tadi menempel padanya minta diajari.
[Padahal dia Instruktur]

"SSsssshhh. Coba ulangi kenapa tadi"

"Ehehe. Rahasia perempuan. Anyway. Apa kau menikmati permainan ini?"

"Well, dikit sih. Kenapa?"

"Sudah kuduga. Seperti yang kubilang. Karena kau berpengalaman, mungkin kau harus kesini deh"

"Dimana?...zzzz…Halo…..Azusa.."

Koneksi terputus. Kenapa mendadak terputus?

[Badai piksel mendekat]

"Defak. Pantas saja. Gapake lama. Tancep gas ke koordinat tu anak.  Requesting: Peta Terra Royale"

Citra tiga dimensi segera mewujud menjadi lanskap utama dari Terra Royale. Dan meneliti perbincangan terakhir via fitur Chat barusan, lokasi kawannya ditemukan berada di……Zipangu Distrik?

"Bangsat. Terlalu memutar dari sini. Mana lupa looting lagi buat bensin" Kekesalannya memuncak karena terlalu lama berdiam diri di Toon.

Toh, bukan salahnya karena lokasi ini termasuk paling sepi. Sedari tadi tidak ada tanda tanda ancaman ataupun lawan mendekat.

[Lalu, rencananya bagaimana?]

"Gatau. Bakal jalan di tempat kalau misalkan terus teoritis tapi gaada hasil. Pantau sekitar"

[Aye aye sir]

Mesin dinyalakan. Kendaraan dipacu. Asap knalpot mengepulkan jelaga hitam, menghias langit di distrik Toon yang warna warni. Seiring perjalanan sang pembalap Sankarea: Tora Kyuin menuju tempat selanjutnya: Zipangu District.


#
Zipangu Distrik. Bersebelahan dengan Toon Distrik. Tapi apa yang membuatnya jauh dari tempatnya "beristirahat" adalah lokasi dan keberadaan dari Badai Piksel yang setiap menitnya akan selalu mendekat. Kau tidak akan mau berlari-lari seperti dikejar anjing karena badai piksel kan?

"Lokasi terakhir. Tampilkan" Dari balik kemudi, peta kecil terwujud, menunjukkan satu ikon dimana lokasi terakhir Azusa berdasarkan sinyal dari chat box barusan.
"Hmm, arah utara". Gumamku segera memutar kemudi dengan tajam. Suasana Zipangu yang kental dengan nuansa samurai, kuda, dan gubuk dari bambu. Lebih terlihat seperti destinasi liburan.

Bicara samurai, sepasukan pria berzirah lengkap dengan bilah katana nampak berjalan rapi, mengikuti komando seseorang. Mondar mandir didepan sebuah kuil. Gerangan siapa itu. . . . . .

"Gak mungkin dia kan?" Ujarku curiga.

Kukontak kembali Azusa via chat box. Semoga berhasil.

"Hei maniak" Lalu kirim.

Semenit, tak ada balasan. Dua menit…


 "Tora? Kau sudah sampai?"

"Itu tolong panggil para samurai atau kutubruk dengan mobil gapake lama"
"Wah. Luar biasa. Kenapa kau bisa tahu itu punyaku?"

"Bacot. Buruan"

"Oke oke"

Barisan Samurai perlahan terurai menjadi partikel piksel. Membuatku bisa memarkirkan mobil didepan Kuil.

Turun mencari sumber sinyal dengan memasuki kuil, dengan tetap menghunus senjata otomatis: M4A1 andalan.
Selangkah dua langkah berjalan. Satu ruangan besar menyambutku. Juga kehadiran manusia yang dimaksud: Azusa.

"Dan Worca?" Tanyaku heran. Yang disebut namanya hanya melirik sekilas. Lalu kembali tidur.

"Woi"

"Sudah sudah. Terimakasih sudah datang. Bagaimana kau tahu aku akan disini?" Tanya Azusa yang menyambutku.

"Katakan saja intuisi pembalap"  padahal dibantu geografis peta dan sedikit menghafal gelagat setiap peserta.

"Selain Worca, ada Troya dan Ifan yang juga berdiam disini. Mereka bersembunyi sejak aku bertemu dengan mereka" ujar Azusa menunjukkan ruangan tempat orang yang dimaksud.

"Dan juga ada Heihei serta Charta yang membantu membagikan kotak obat dari distrik Medieval"

"Ada Heihei. Dan Charta. Kalian kok kompakan sih?"

"Well….ceritanya panjang sih. Intinya sih mereka jadi ciut nyalinya saat mendengar nama Abu sebagai peserta yang membunuh paling banyak"

"Yasalam Teroris kayak gitu dibikin takut. Ditabrak mobil ato dikepung kelar urusan."

"Ya masalahnya. Siapa yang berani melakukan itu?" balas Azusa yang jelas membuatku terdiam. Nyaris saja aku membeberkan opsi bertarung berdasarkan kekuatan masing masing dari mereka. Tapi nanti akan dicurigai dapat informasi dari mana.

"Trus urusan badai piksel gimana?" ujarku sambil mengakses peta tiga dimensi.

"Sejauh ini aman. Zipangu paling kecil terkurung" jelas Azusa menunjuk lokasi kami menetap.

"Yasudah. Panggil mereka semua dan suruh berkumpul. Seketika aku punya rencana terkait ini" Ujarku pada Azusa. Yang segera diiyakan olehnya. Sementara diriku bergerak ke ruang tengah. Sambil melakukan sesuatu.

"Strategi Soundcloud diluar kepala. Bisa gak ya?"


#
Semuanya sudah berkumpul di ruangan tengah. Heihei. Azusa. Charta. Worca. Ifan. Troya. Termasuk aku.

"Terimakasih sudah datang. Dan kalian bisa bertahan hidup itu luar biasa" ujarku membuka diskusi. Ekspresi dari mereka begitu datar. Tak ada semangat. Wajar sih.

"Langsung saja katakan apa maumu" Heihei sudah menyela terlebih dahulu. Yang segera kuacungkan pistol Five seven kearahnya.

"Relax. Aku juga takkan mau menghabiskan bensin mobil dari Urban untuk capek capek datang kesini. Buat apa menolong kalian. Tapi karena ada kecurigaan dari sistem virtual yang masih belum bisa kupecahkan saat ini. Karenanya aku butuh bantuan kalian"

Semua nampak mengangguk.

"Pertama-tama. Cobalah akses sihir kalian"

Semuanya menatap kebingungan. Tak mengerti maksud dari ucapanku.

"Maksudmu?" Worca berkeciap (?)

"Udah coba aja"
Nothing to lose. Menurut Worca. Diwujudkannya kekuatan darinya. [Shape Projection]. Bangun datar segitiga berwarna biru cerah terwujud di telapak tangannya.

"Memancing di Air keruh. Ini luar biasa. Darimana kau tahu?" girang Worca terlihat dari ekspresinya.

"Ruang virtual. Kau tak mencobanya?"

"Tidak"

"Pantas"

Beberapa dari mereka pun mengikuti jejak Worca. Bayangan Charta terwujud. Sayap tengu dari Heihei pun dapat mengepak dengan kencang. Walau tidak sebentar.

Hanya Ifan dan Troya yang terbengong-bengong. Tak bisa berkata apa apa.

"Apalah kami yang seorang nihilist-oportunis" ujar Ifan yang segera ditepis Troya

"Jangan bawa bawa namaku" protesnya.

"Sudah diam" ujarku mendiamkan semuanya.

"Instingku mengatakan musuh berkumpul di Colloseum dan saling menunggu satu sama lainnya. Also. Sudah tahu kemampuan magisku?" Tanyaku pada yang lain.

"Err, Soundcloud?" jawab Worca. Yang segera disanggah Charta.
"Lebih dari itu. Aku tak tahu kekuatan apa, tapi nampaknya kau dipandu oleh suara gaib didalam kepalamu"

"Gadis pintar. Bagaimana kau bisa tahu?"

"Mudah. Tora Kyuin. Caramu mengemudi dan cara mengatasi T-rex itu. Serta caramu melempar dari jok motor. Jelas itu bukan dari idemu seluruhnya kan?" papar Charta yang membuat semuanya terperangah.


"Ayolah nona. Masih dibahas juga. Caramu memberiku rating jelek di aplikasi ojek juga salah kok. Tapi benar sih. Ada pemandu magis didalam kepalaku. Anggap saja seperti navigator mesin. Benar kan?"
[Benar sekali]

"Dih baru keluar"

[Ya maaf. Ehehehehe]

"Jadi apa rencanamu, Kyuin?" Azusa bertanya.

"Gampang. Kita serbu Colloseum. Tapi kalian yang maju"

"Loh kok maju, trus kamu ngapain? Diem aja gitu?"
"Enggak. Kasih navigasi kemana harus menghindar"
"Via apa?" Ifan bertanya.

"Chat Box yang seperti ini" ujarku mengetikkan sesuatu. Dan layar chat terpampang didepan wajah Ifan. Juga Worca dan Heihei.

Semuanya nampak mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Trus kesana gimana?"

"Itu ada mobil"

"Memang supir terbaik" tukas Worca. Yang dibalas tawa semuanya.

"Baiklah baiklah. Persiapkan peralatan kalian. Kita ke Colloseum"

"OKE!!!"

#
Beruntung mobil yang kutemukan di Urban distrik termasuk besar, karena bisa memuat maksimal 10 orang. Mengangkut mereka pun bisa sebenarnya.

"Ingat. Kita bukan piknik bukan liburan. Kita berperang"

"Iyaaaa"

Memastikan semuanya sudah masuk. Mesin dinyalakan, pedal gas diinjak, kemudi segera memutar menuju arah Colloseum.

Perjalanan lima menit termasuk lama. Entah karena jarak atau karena nuansa virtual membuat syaraf tubuh merasakan rileks. Entahlah.

Memasuki daerah Colloseum. Badai piksel nampak belum memasuki daeRAh ini.
Ditengah perjalanan, desingan peluru dari musuh datang menghampiri. Sialan.

"Putar arah!!" pekik Worca memberitahu.

"Gabisa. Muter lagi abis bensin kita"

"Terus gimana?"

"Yah hajar lah. Tembakin!!!"

"Gak mau. Memancing air keruh banget kamu. Suruh aku nembak biar jadi sasaran empuk"

"Yaudah gapake lama. Cara dari Tora Kyuin berarti. Pegangan!!!"

Pedal gas diinjak. Memacu kendaraan melaju dari kecepatan asal. Bila lawannya berniat menghajar juga. Pasti akan menyusul. Ternyata benar.

Salah satu dari mereka menembakkan peluncur roket kearah kami.

"Itu ada roket" teriak Ifan.

"Rewel. Liat nih!!" Sombongku segera menarik tuas rem tangan, lalu membanting setir kekiri. Menekan pedal gas kuat kuat, luncuran dari jalanan berpasir membantu kendaraan ini melakukan drifting dengan maksimal. Abaikan teriakan seisi penumpang karena ini sudah resiko dari menumpang kepada seorang pembalap. Serangan berhasil dilewati, membuatnya menabrak salah satu rumah kosong. Uniknya rumah tersebut tidak hancur. Sasuga [Immortal Object]

Hanya Troya yang nampak begitu tenang.

"Tunggu disini" ujarku pada Troya, yang membalas dengan anggukan. Granat cahaya kuraih. Lempar secara asal. Lalu segera menodongkan M4A1 dengan sigap. Meluncurkan tiga tembakan beruntun. Mengakhiri dengan melontarkan granat dari barel bawah senapan/ Lawan ternyata tidak siap menghadapi serangan tak terduga dariku. Keduanya mati mengenaskan.

"Heh. Klasik. Seperti di game biasanya. Menjelang sedikit baru keluar semua" gumamku menyimpan kembali senjata kedalam inventaris piksel. Lalu segera berlari ke mobil. Melanjutkan perjalanan.

#
"Sudah sampai. Tahu strategi masing masing kan?"

"Iya"

[Aku juga]

"Good. Bersiap dengan serangan terakhir?"

"Sangat siap"
"FIGHT!!!!"

Kami semua turun.

"Daigo. Lacak musuh"

[Okie dokie. Scanning]

Melacak posisi musuh di sekitar daerah Colloseum. Beberapa balon nama bermunculan dengan rapi.
[Ada Zenistria. Jester. Abu. Litus. Sumi. Juga Jazdia. Lalu Charlotta..ah dia mati karena terlambat melewati badai piksel]

"Sad"

"Heihei. Magismu bisa kan? Habisi Zenistia nanti"
"Kau Azusa. Tahan Jester"
"Lalu Ifan dan Troya bagaimana?" ujar Worca.
"Selama mereka bersembunyi. Aman sebenarnya"
"Lalu Abu?" sahut Charta tak mau kalah.
"Jangan perdulikan itu Teroris"

Pertarungan di Colloseum nampaknya akan semakin sengit karena tiga layar raksasa secara skematis menampilkan wajah para Sponsor utama: NGSR, Hadyatha dan Gwenevere.

Kami bertujuh yang melakukan gencatan senjata. Berusaha menghabisi mereka yang tersisa.

Lawan berat? tidak juga. Karena ditilik dari kelengkapan armor dan senjata. Mereka hanya mengambil dari player yang tak sengaja ditemui.

Mengingat Heihei. Pastinya dia memilih senjata jarak dekat seperti pisau atau sebangsanya.
"Saatnya memakai ini".

Dugaanku meleset. Dia mengeluarkan peluncur roket dari Toon. Sialan.
Untuk Azusa. Tak usah menebaknya sudah pasti dia mengoleksi apa bukan?. Tepat sekali. Senjata tajam. Sebutkan saja semuanya. Lawan yang kuperintah juga bukan mainan kok. Spearman masalahnya.

Worca dan Charta? Para gadis di belakang saja mendukung dengan busur panah dan...tunggu dulu.

Worca nampak mengeluarkan remot dari inventaris pikselnya.
"Hei. Gadis ayam"
"Aku bukan kakaknya!!"
"Bukan tentang itu bodoh. Itu remot dari Toon kan?"
"Iya. Kenapa?"
"Pantas aku merasa bodoh disana. Ternyata kau sudah mendapatnya duluan"
"Hehe"

Musuh yang tersisa didalam Colloseum nampaknya masih banyak. Terlihat dari notifikasi pemain yang dibunuh oleh siapa, terpampang jelas di antarmuka masing masing peserta.

Lucu. Kenapa baru dimunculkan sekarang setelah badai piksel sudah memerangkap di sekitar Colloseum? Menambah adrenalin caranya tidak begini kaleng tua.

"Troya. Laporkan sisa bensin di mobil itu"

"Siap. Nampaknya cukup untuk sekali perjalanan ke Zipang. Kalau bisa"

"Bensin mobil sisa sedikit ternyata. Jadi sebisa mungkin hancurkan lawan tersisa biar bisa ditubruk. Mengulang kematian seperti Piwi"

"Ya. Aku mau seperti itu" timpal Worca nampak beringas mendengar kata Piwi.

Merasa mantap. Kuteriakkan satu komando yang membakar semangat:

Serbu........!!!!!!!!

Mereka segera menyerbu. Menghunus senjata dan menembakkan peluru, tanda pertempuran dimulai.

Gerbang kubuka paksa dengan melontarkan granat dari senjata. Ledakan membahana, membuat pintunya membuka sendiri. Seolah-olah menyambut Worca, Heihei, Azusa, dan diriku, untuk menyerbu kesana.


#
Memasuki gerbang, serangan pembuka datang dari Litus yang menembakkan peluncur roket, dibarengi lesatan panah dari Sumi. Asap tebalnya jelas memaksa kami menyebar.

"Azusa, Heihei. Menyebar" Perintahku via kotak chat. Mereka tak perlu membalasnya. Karena mereka tahu ada [Daigo] alias si [Bahasa Kuno] yang memantau pergerakan lawan. Worca dan Charta kuperintahkan memasuki coloseum dari samping. Ke tempat penonton. Melacak siapa saja potensi peserta yang akan mengganggu serangan fajar dari Heihei-Azusa.

Ifan dan Troya berada didalam mobil. Tidak mau turun membantu kawannya disana. Biarlah.
Mereka bisa sampai disini tanpa lecet pun sudah bagus kok. Ingin rasanya bertanya gerangan apa yang membuat mereka selamat hingga detik ini, namun ancaman lawan yang tak ada habisnya jelas membuatku gatal ingin cepat cepat menghabisi juga.

"Troya. Kau bisa mengemudi kan?. Bawa Ifan ke tempat aman. Kalau ada sinyal dari granat asap. Masuk dan hajar. Tubruk kalau bisa"

"Iya. Aku mengerti Kyuin" balas Troya mengiyakan.

Memastikan perlengkapan siap: Helm level tiga. Kevlar level tiga. Sepatu pegas. Dua handgun. Satu shotgun. Dan M4A1 dari Rare Weapon. Sisanya hanya berisi aksesoris senjata dan belasan granat asap, ledak dan granat cahaya.

"Entering the combat field" perintah verbalku sebagai mediasi untuk menuliskan teks komando pada Azusa dan Heihei. Memberi mereka informasi jangan sampai salah tebas.  

Baru masuk ke daerah selatan, luncuran tiga pike membuatku terpaksa berguling kekanan.
"Ada Spearman" ucapku. Tak ada balasan. Ternyata mereka disibukkan oleh duo Litus-Michael Sumi.

"Jadi kau datang lagi pahlawan?" Ejekku pada Spearman. Dirinya hanya terdiam. Tombak tombaknya berbicara.
"Diamlah anak muda. Pahlawan Spearman tak butuh ucapanmu". Dan dibalas satu lemparan tombak. Kuhindari dengan bergeser kekanan.

Sudah diduga. Tua tua keladi.

Penerjemahan fisik dari masing masing pemain memberikan keleluasaan virtual yang nyaris 100%, membuat pengalaman menghindari serangan barusan yang nampak tak mungkin menjadi mungkin. Enam tembakan beruntun kuluncurkan. Pusaran tombak diputarnya, menangkis semua seranganku.
Dia harus kutumbangkan.
Luncuran granat dari barrel bawah ditembakkan. Satu sabetan mementalkan arah pelurunya. Meledakkan podium kanannya. Dia terlalu ahli.

Memang benar Spearman itu merepotkan. Tiga lesatan pisau yang dipanjangkan jaraknya oleh energi telekinesis memaksaku berlindung dibalik bebatuan yang runtuh dari bekas serangan Zenistira. Ledakan pulsar dari senjatanya bisa melakukan hal itu. Mengerikan.

Atau dia terlalu banyak menggantung granatnya di tubuh. Itu hal paling masuk akal.

[Hei, konsentrasi bodoh!!!]

Lamunanku disadarkan oleh mata tombak lancip yang lewat begitu saja didepan wajahku. Beruntung [Daigo] membantu menyadarkanku.

"Ada apa Kyuin? habis rencana hah?" ancam Spearman masih merasa diatas angin.

"Tidak juga" Kekehku melempar granat asap kearah kaki Spearman. Membuat visualnya terhalang asap tebal. Kususul dengan melempar granat cahaya kearah yang sama, semakin membuatnya buta.

Berbalik kearah tembok Colloseum. Kutembakkan granat dari M4A1 kearahnya, menjebol dinding tembok tersebut, cukup besar untuk ditabrak mobil.

"Errghhh. ANAK MUDAA!!!"

Raungan dari Spearman nampak menggelegar seiring lemparan acak dari tombaknya begitu kacau.

"TROYA. SEKARANG!!!!"

"OKE KYUIN!!!!"

Raungan mesin membahana dari mobil yang dipacu Troya dan Ifan. Menyeruak masuk dari reruntuhan tembok. Lemparan tombak jelas akan membuat kendali mobil sedikit berbelok.

"Takkan kubiarkan pak tua!!!"
Desingan peluru dari senapan otomatis berusaha menghalau tombak2 yang melesat. Kelemahan dari telekinesis Spearman adalah batasan seberapa banyak tombak yang bisa dia kendalikan. Dan nampaknya dia baru saja menghabiskan jatahnya.

"Ini ajalmu pak tua" ejekku melihat bemper depan mobil sudah mencium tubuh Spearman, hingga menabrak salah satu pilar. Sukses menghabisi Spearman.

"Kita berhasil?"

"Yes Troya. Kita berhasil. Sasuga supir" Ejekku padanya.

"Sisanya tinggal mereka ya"

"Iya. Berdoa saja ya"

#

Kembali ke fokus Azusa dan Heihei.

Satu sabetan dari pedang Azusa sukses membelah lawannya: Jester yang berdiri disitu tanpa perlawanan. Sementara pisau karbon yang disembunyikan dibalik sayap Heihei melesat dengan rapi kearah Litus. Tapi tembakan panah mementalkan serangannya. Perlawanan nihil.

"Mereka kemana sih?" Keluh Azusa mencari keberadaan Worca dan Charta.

Sementara yang dimaksud nampaknya tersesat. Lokasi Colloseum yang begitu luas jelas membuat siapapun akan tersasar apabila tidak mengandalkan citra peta yang disediakan.

Azusa dan Heihei sudah didesak oleh serangan kombinasi Litus-Sumi. Mereka terkepung karena serangan jarak dekat jelas kalah dengan jarak jauh.

"Ah ketemu" balas Worca menunjuk kearah keberadaan Litus dan Sumi berkat confetti warna warninya. Sifat dari sihirnya yang akan menjauhi makhluk hidup jelas menjadi satu sistem deteksi yang cukup akurat. Charta yang mengerti segera mengirim phantomnya untuk menjerat bayangan dari Sumi dan Litus. Namun Sumi yang menyadari serangan Charta memaksakan diri dengan mendorong Litus ke samping. Membuat bayangannya sendiri terjerat oleh milik Charta.

"Bagus sekali" puji Worca pada Charta. Dan segera dibidikkan peluncur roket kearah Sumi.

Sesuai aba aba dari Worca. Pelatuk ditekan, roket meluncur dan meledakkan tubuh Sumi menjadi serpihan piksel. Sementara Litus yang terbangun karena reruntuhan puing puing mencoba membalas. Namun sosok dari Abu menampakkan diri dan menodongkan shotgun kearah wajahnya.

"Tak berguna"

Suara letusan begitu keras terdengar. Disusul dentingan peluru.



"GAME CLEAR!!!!!"

Permainan selesai. Benar benar selesai. Dengan cara yang, agak kejam sebenarnya.

Kemunculan Abu yang meletuskan isi kepala Litus dengan keji, sukses membuat ini semua berakhir. Sistem permainan menyatakan delapan peserta tersisa telah memenangkan Terra Royale. Selain ucapan terimakasih.
Sambutan singkat dari ketiga sponsor yang bertele-tele, terasa begitu hambar. Sudah tidak mau mendengar apapun. Hamba lelah.

Aku lelah. Dan jenuh. Juga bosan.
Perduli setan siapa yang mendapatkan last kill disini. Permainan ini jelas melelahkan mental maupun fisik.
Akhirnya benar benar selesai. Sebuah pengalaman yang memacu adrenalin.

Sebelum diteleportasi ulang, podium raksasa menampilkan berbagai nama yang dianggap pemenang. Dengan tulisan besar besar diatasnya.

"Eight Survivor"

Pertama. Abu. Berserker. Jumlah bunuh terbanyak. Sudah jelas sih. Ehehehe.
Kedua Worca. Survivalist. Sering menyembuhkan ternyata. Oh wow ajaib juga ini makhluk.
Ketiga Charta. Assistant. Nampak menarik mengingat debutnya barusan.
Keempat Ifan. Roamer. Peserta terbaik urusan jalan kaki. Luar biasa.
Kelima Heihei. Merchant. Menukar perlengkapan dengan kawan kawan sekitar. Memang raja Tengu bedaaa.
Keenam Tora. Driver. Lol aku masuk podium sebagai versi kendaraan seperti Ifan.
Ketujuh Azusa. Slasher. Tukang bantai dengan senjata tajam. Wajar wajar.
Kedelapan Troya. Zombie. Lah kok zombie?

"Aku bolak balik terkenal badai piksel. Dan berhasil selamat"
"Wow. Oke. Luar biasa. Benar benar luar biasa" Ucapku memuji kekuatan anak itu.

Pesta kembang api menemani saat terakhir dari permainan ini. Usai ketiga sponsor pamit, semuanya nampak
terpecah menjadi data.
Kemudian terowongan piksel kembali terwujud. Mengantar dan menerjemahkan ulang kesadaran maya dan piksel, untuk ditransfer kedalam kesadaran fisik. Berarti ini proses kembali ke dunia nyata. Akhirnya.

"Logout Success"
"Link Out"

"Fyuh. Selesai juga rupanya. Permainan mantap. Otsukare guys.....Guys?"
Helm elektronik dibuka oleh para Android. Dan yang kudapati adalah suasana senyap.
Azusa memberikan gestur untuk diam. AKu jelas bingung ada apa.
Worca yang menepuk pelan bahuku, membisikkan sesuatu di telingaku.
"Jangan menoleh ke belakang"

Diberi peringatan seperti itu jelas membuatku penasaran. Beragam pertanyaan jelas berkecamuk didalam kepala.
Tapi melihat ekspresi mereka yang baru saja melepas helm tersebut. Perasaanku tidak enak. Kupaksakan diri menoleh. Lalu membalik badanku. Bertanya tanya apa yang tejadi.

Dan yang membuat mata ini terbelalak, terhampar sebuah pemandangan mengenai kondisi para peserta yang kalah pasca permainan:  berakhir terbujur kaku, seperti posisi orang koma. Satu peserta terkapar dalam kondisi mulut berbusa. Beberapa lagi tersungkur di tempat virtual mereka.

Ada apa ini?
Kenapa?

Penyakit epilepsi? mustahil.
"Ada apa dengannya, ada apa dengan ini manusia? HEI!!!" Teriakku pada semuanya. Mereka memilih diam. Membisu. Tak bisa berkata apa apa.

Sunyi.

Hening.

Suasana yang tak bisa digambarkan dengan kata kata. Mereka yang selamat pun hanya bisa membisu. Tak ada komentar.

Hopeless. Gamang. Merasa gagal.
Lalu salah satu petugas Gwenevere dan perwakilan Hadyatha memandu kami yang selamat masuk ke sebuah ruangan medis. Untuk diperiksa kesehatannya. Dan memastikan kami tidak apa apa.

"Bagaimana nasib mereka?"
Semuanya menggeleng. Tak bisa berkata apa apa.

"Bangsat. Kecurigaanku benar ternyata. Ada yang salah dari sistem ini" Batinku ingin marah. Membludak. Tapi terpaksa kutahan. Dan mengikuti semua instruksi mereka. Bersikap tenang adalah satu satunya opsi.

Hanya bisa berharap mereka selamat. Itu saja.

"Kenapa, kejadian di Sankarea terulang lagi"

-Fin-

Komentar

  1. Fitur gim dan serba serbinya terasa kental ya, di entri ini. Dari beberapa entri R5 peserta, punya sdr IzunaLord punya nuansa kalau game-nya masih tahap pengembangan. Yang menurut saya bagus-bagus saja.

    Awalan serba bertarung, akhirannya jadi bikin regu yang isinya banyak. Narasi pertandingannya bisa lebih baik. Koreonya sudah pas(?).

    Dan, terlepas dari plot, mungkin sudah saatnya memperhatikan tanda baca sdr IzunaLord. Demi kenyamanan membaca juga. Sudah nyaman sih, cuma kan bisa lebih.

    N : 8

    Worca S.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lowkey expect memang kulihat NGSR selalu menjadikan semuanya sbg percobaan. Itung2 safest measure bwat wipeout peserta yg dianggap ga kompeten dgn dalih kegagalan sistem yg diluar kuasa mereka. By Logic jga teknologi VR tapi nuansa Nerve Gear. Kurang kerad apa.

      Perkara koreo memang karena basis game jadi banyak yg terlimitasi sih.

      Thx 4 comment

      Hapus
  2. as expected from gamer. you kmowyour stuff. referensi dan lawakan disini lebih enak dibaca di banding ronde sebelumnya dan saya suka karena karakter selain Tora dosini berasa lebih hidup dibandingkan dengan ronde sebelumnya

    kamu improve

    9/10
    chalice

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bersyukur topik R5 sudah "research" dluan dari berbagai referensi (baca: maen 5 game sejenis) Hence why...Bisa totalitas.

      Thanks anyway

      Hapus

Posting Komentar