[Ronde 5] Fransisca Remington - Ketakutan Seorang Iblis Bagian Lima


By: Tearmeapart

Ketakutan Seorang Iblis: Bagian Lima

Fransisca duduk sendirian di ujung ruang tunggu sambil memainkan kalung bunga lilynya.
Gadis itu sedang memikirkan apa yang sedang dilakukan adiknya sekarang. Clarissa adalah gadis yang pemalu dan penyendiri di ingatan Fransisca. Ia bisa membayangkan adiknya membaca buku dari awal matahari terbit hingga terbenam, namun ia tidak bisa membayangkan dirinya memimpin kerajaan yang disegani diseluruh alam. Atau mungkin ibu masih terus memimpin disana, pikir Fransisca.
"Hei, Fransisca, kau tidak apa?"
Sebuah bola bowling menggelinding ke arahnya. Itu Tom.
"Tidak terlalu buruk," ujar Fransisca sambil tersenyum kecil, "Kau sendiri…tidak apa-apa?"
Tom bergelinding ke kiri dan kanan, "Maksudmu?"
Fransisca berpikir sejenak, "Yah maksudku, tubuhmu pernah kuhancurkan dan…"
Tom tertawa, "Ya ampun, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu Fransisca. Tubuhku dengan tubuh tiruanku hanya mirip dalam rupanya saja. Yah, walaupun harus kuakui aku merasakan sedikit sakit saat kau melakukannya. Tapi, sekarang tubuhku baik-baik saja."
Fransisca terlihat lega.
"Tapi, apa kau tidak apa-apa, Fransisca?" Tom melanjutkan, "Kau sempat pingsan di babak terakhir kemarin."
"Mungkin sihirku sudah melewati batas kemarin, tapi sekarang aku sudah benar-benar pulih."
Tom tidak membalas.
Fransisca melempar pandangannya pada kumpulan orang di sisi lain ruangan, "Benar, tubuhku baik-baik saja. Tapi mungkin saja memang ada yang masih mengganjal."
"Perasaan itu muncul lagi?"
Fransisca melirik ke arah Tom, "Entahlah. Aku merasa kalau aku ingin pulang kembali ke rumah."
"Kurasa banyak dari kita merasakan seperti itu," timpal Tom.
"Ya. Kupikir pulang dan memikirkan kembali semua ini akan membuatnya menjadi lebih baik. Aku cukup beruntung bisa melakukannya," ujar Fransisca.
"Kau pikir orang-orang disana sedang menunggumu?"
"Entahlah. Berita pengusiranku pasti telah menyebar ke seluruh kerajaan, dan mungkin ibuku sudah memberikan perintah agar aku tak diperbolehkan masuk lagi kesana. Tapi, orang-orang disana pasti menuntut kejelasan. Semua ini terjadi secara tiba-tiba. Kedatanganku kembali mungkin bisa memberikan sedikit jawaban."
"Seorang putri mahkota yang nakal pulang sebagai seorang yang arif dan bijaksana," ujar Tom.
Fransisca tertawa kecil, "Yah, kupikir orang-orang bisa menerima jawaban seperti itu."
Apakah benar ibu mengusirku karena hal seperti itu, pikir Fransisca.
Ia selalu berpikir kalau ibunya mengusir dirinya agar Fransisca tidak menggantikan dirinya. Sebuah alasan politik untuk membuat Fransisca tidak menyelidiki lebih dalam kasus kematian ayahnya. Ibunya telah membunuh ayahnya dalam pikiran Fransisca. Hari dimana ia melihat ayahnya tersungkur di dalam kereta kuda kembali menghampiri dirinya, serta senyuman sinis wanita disampingnya kala itu.
Kemungkinan bahwa ibunya telah memerintahkan dirinya dibunuh jika kembali ke kerajaan menjadi semakin mungkin untuk Fransisca. Tapi harusnya Clarissa tidak akan pernah menyetujui peraturan seperti itu, pikir Fransisca. Ia dan adiknya mungkin bukanlah kakak-adik yang paling akur, namun Fransisca yakin dia tidak pernah melakukan apapun untuk membuat Clarissa menyimpan dendam padanya.
Tapi bagaimana jika Clarissa tidak naik ke tahta? Mungkinkah ada orang lain?
Pertanyaan tersebut menghantui Fransisca. Ia ingin segera pulang.
"Kau pikir ini akan menjadi ronde terakhir?" tanya Tom memecah lamunan Fransisca.
Fransisca melihat ke arah Tom dan mengatur kembali posisi duduknya, "Besar kemungkinannya."
"Yah, apapun hasilnya, jangan lupa untuk mengajakku berkunjung ke kerajaanmu. Sebuah bola ajaib seperti diriku di sisimu akan membuatmu terlihat lebih bijaksana di mata orang."
Fransisca tersenyum setuju.
Waktu sudah berlalu begitu lama, dan para peserta sudah mulai merasakan jenuh di dalam ruangan bertembok besi ini. Tiba-tiba, satu-satunya pintu di ruangan itu terbuka dengan cepat, menunjukkan seseorang berpakaian serba hitam, bahkan menggunakan kacamata hitam, dari baliknya.
"Seluruh peserta diharapkan segera bersiap untuk mengikuti panitia menuju ruang perlombaan," suara Soraya terdengar dari balik speaker di tiap ujung ruangan.
Para peserta kemudian berdiri dan berjalan mengikuti satu-satunya panitia melewati koridor panjang yang lagi-lagi bertembok besi.
Ini akan menjadi babak yang spesial pikir para peserta.
Pagi-pagi buta mereka dibangunkan dengan cukup ramah hingga tidak membuat orang yang tidak suka bangun pagi tidak mengeluh. Tidak ada para panitia sponsor menyambut mereka di lobi seperti pada hari-hari lomba biasanya, walaupun Mellow sendiri jarang bisa menghadiri upacara pembukaan sebuah babak karena kesibukannya sebagai ratu, namun Tricia selalu berusaha menyempatkan hadir mewakilkannya. Sesaat setelah menyantap sarapan, para peserta langsung diantar menuju sebuah gudang besar tidak jauh dari penginapan. Gudang besar ini mengingatkan para peserta pada Hanggar Dimensi tempat mereka pertama menginjakkan kaki di alam ini. Dinding-dinding besi langsung menyambut mereka ketika pintu besi besar terbuka menyambut mereka, memperlihatkan lorong-lorong panjang.
Mereka semua melewati beberapa belokan sebelum akhirnya tiba di sebuah ruangan besar dimana Rasyid dan Miranda tengah menunggu mereka. Para peserta diberitahu tentang agenda hari ini dan babak seperti apa yang akan mereka hadapi. Namun setelah itu, para peserta langsung dilempar kembali ke ruang tunggu yang bertembok besi itu untuk menunggu. Dan kini, mereka semua masih berjalan menyusuri lorong yang mereka lewati sewaktu datang kemari.
Di ujung ruangan terlihat pintu besi tertutup rapat dengan dua orang berpakaian serba hitam berdiri di sampingnya. Sebuah kamera menatap lurus dari atas pintu ke arah lorong panjang.
Ketika pintu dibuka, para peserta langsung bertemu dengan deretan kapsul besar yang mungkin berjumlah ratusan. Semuanya dibariskan sangat rapih, bahkan jarak antara satu kapsul dengan yang lain sangat simetris. Di dalam tiap kapsul terdapat kasur, bantal tidur yang terlihat sangat empuk, dan sebuah helm dengan kabel panjang di ujungnya. Kabel-kabel tersebut tidak tersambung satu sama lain, namun semua bermuara pada deretan lemari-lemari besi yang berada di tengah ruangan.
 Dari balkon di atas jauh di atas deretan kapsul-kapsul tersebut, muncul sesosok perempuan mengenakan jubah berwarna hijau. Wajahnya tersenyum ramah, dan langsung membuat semua orang yang melihatnya berpikir kalau dia adalah orang yang menyenangkan dan santai. Namun, kehadiran sesosok berbaju zirah lengkap langsung mengaburkan pendapat tersebut.
"Terima kasih atas kehadiran kalian semua, para peserta," ujar wanita berjubah hijau tersebut, "Aku yakin kita pernah bertemu sebelumnya. Kalian bisa memanggilku Mellow disini."
Di belakang Mellow, Rasyid dan Miranda berdiri sambil menyilangkan tangan mereka di belakang.
"Suatu kehormatan bisa menyambut kalian di babak yang paling spesial ini," ujar Mellow, diikuti oleh senyuman kecil di wajah Rasyid sementara Miranda terus memperhatikan jalannya acara dengan serius, "Kerajaan Gwenevere memiliki teknologi paling mutakhir yang menjadikannya kebanggaan tersendiri untuk semua rakyatnya. Kalian sebagai pejuang-pejuang yang hebat disini akan merasakan kehebatan paling baru dari pikiran-pikiran cerdas para saintis Gwenevere di babak ini. Teknologi ini akan membawa kita menuju mimpi kita semua!"
Mata peserta kembali melihat deretan kapsul dan kabel-kabel tebal yang membentang hingga susunan lemari-lemari besi di tengah ruangan. Mereka hanya bisa membayangkan apa yang dimaksud Mellow tentang 'mimpi' yang ia bicarakan. Apakah maksudnya mimpi saat mereka tertidur, ataukah mimpi dalam artian impian mereka semua?
"Seperti yang sudah kalian lihat, dalam kapsul-kapsul itu sudah terdapat kasur serta sebuah helm. Kalian juga mungkin sudah membayangkan dimana kalian akan dibawa, dan aku tidak akan menahan kalian lebih lama lagi.
Panitia, tolong bantu setiap peserta untuk menempati kapsul-kapsul yang telah disediakan."
Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya peserta dengan jumlah ratusan itu memasuki kapsul masing-masing. Di kepala peserta, atau dibagian tubuh peserta jika mereka tidak memiliki kepala yang jelas, sudah terpasang helm dengan kabel yang menjulur panjang. Kasur dan bantal yang para peserta gunakan benar-benar nyaman, dan mungkin mereka akan langsung terlelap jika Mellow tidak bicara lagi.
"Kalian semua sepertinya sudah tidak bisa lagi menahan kantuk akibat kenyamanan yang kalian rasakan. Jadi, saya akhiri saja sambutannya disini. Terima kasih dan selamat berjuang. Oh, jangan sampai kalian lupa bangun dari mimpi kalian karena terlalu nyaman, ya."
Dan kemudian secara perlahan-lahan, pandangan seluruh peserta berubah gelap. Suara bising mesin-mesin mulai terdengar nyaring menyamarkan gelak tawa entah milik siapa. Suara bising itu kemudian makin nyaring seiring peserta kehilangan kesadarannya secara perlahan. Seketika suara mesin itu redup, digantikan lantunan musik yang menggelegar bagaikan pawai militer.
Sebagian besar peserta kebingungan bercampur aduk dengan ketakutan. Mereka merasakan jiwa mereka dihisap barusan dan kini mereka sadar di tengah kegelapan diiringi lagu pawai yang kelewat semangat.
"Selamat datang di Terra Royale."
Suara Soraya yang khas dengan segala keimutan yang menyertainya muncul, dan seketika mata para peserta melihat sebuah pulau dengan berbagai arsitektur dan desain yang berbeda di tiap bagian dengan tulisan Terra Royale mengambang tepat di depan peserta kemanapun mereka mencoba melihat.
"Kalian akan diberikan waktu untuk menyesuaikan keadaan kalian dengan dunia baru kalian. Semua peralatan kalian telah diambil, namun tenang saja. Pakaian serta kemampuan kalian masih menjadi milik kalian. Jadi semangat yah untuk menyelesaikan babak ini."
Suara Soraya pun hilang setelah ia cekikikan seperti biasanya.
Kemudian mata para peserta dipenuhi kegelapan lagi, dan secercah cahaya turun dari kerak yang terbuka dari langit.
Tiap peserta menemukan dirinya terbangun di sebuah ruangan tanpa ujung dengan balok-balok tembus pandang melayang-layang pelan di udara. Jejak kaki mereka menimbulkan riak-riak kecil tiap kali melangkah. Mereka dapat melompat, berlari, bergelinding seperti biasa. Sihir dan teknologi benar-benar tidak bisa dibedakan lagi di titik ini, pikir sebagian besar peserta.
Dengan waktu yang terbatas, para peserta langsung melakukan pemanasan dan penyesuaian. Dengan hilangnya senjata mereka, banyak dari peserta yang harus memutar otak mencari cara untuk bertahan hidup dalam babak ini. Beberapa dari mereka menghabiskan waktu dengan berlatih menggunakan senjata api yang telah disediakan, berharap mereka mampu menggunakannya walau tidak terlalu mahir.
Akan tetapi di tengah kesibukan para peserta yang tengah berlatih di sisa-sisa waktu yang ada, Fransisca masih terlelap.
Tidak ada tanda-tanda ia akan bangun segera.
Gelak tawa kembali terdengar di seluruh ruangan para peserta.
***
Dari balik puluhan layar yang menunjukkan wajah para peserta yang sedang terbangun dalam dunia maya, para petinggi acara sedang duduk di kursi nyaman masing-masing selagi menyaksikan semua yang terjadi.
Mellow yang duduk di antara Rasyid dan Miranda memperhatikan layar dengan seksama. Matanya dari tadi tidak lepas dari kerlap-kerlip di layar yang menunjukkan aktivitas para peserta, "Apa mesinmu ini masih bisa menampung lebih banyak orang lagi, Rasyid?"
Rasyid langsung membetulkan posisi duduknya seolah ia telah menduga pertanyaan ini dari tadi, "Tentu saja yang mulia. Dengan tambahan beberapa server dan ruangan aku bisa membuat simulasi seluas Kerajaan Gwenevere sekalipun!"
"Simulasi dunia seperti ini jelas akan membantu latihan para tentara makin efektif, bukan begitu Tricia?"
Tricia yang sedari tadi berdiri di belakang para pihak sponsor mengangguk pelan.
"Kalau begitu, Rajaku. Apakah--" Rasyid tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, ketika Miranda menarik perhatian Mellow.
"Lihat. Warna merah di layar itu mulai meluas," ujar Miranda.
Di layar terlihat kerumunan titik berwarna biru di dalam sebuah kotak yang terus bergerak. Itu adalah peserta yang masih berada di dalam pesawat sebelum mereka terjun ke tempat permainan. Sebuah titik biru sudah keluar dari kotak yang bergerak tersebut yang berarti seseorang telah memutuskan untuk terjun saat itu juga. Kotak tersebut bahkan belum menyentuh bibir pantai paling luar pulau. Siapa gerangan?
Ketika titik biru itu keluar tiba-tiba warna merah mulai menjalar keluar dari kotak yang berisikan para peserta. Konflik telah dimulai bahkan sejak dalam pesawat.
"Senjata mereka semua sudah dilucuti kan?" tanya Mellow yang langsung dijawab iya oleh Rasyid, "Apakah mereka bisa langsung saling hajar di dalam pesawat?"
Rasyid menggeleng pertanda tidak. Miranda menarik napas dalam-dalam, dan langsung menemukan kemungkinan identitas si titik biru tersebut.
"Itu adalah gadis itu," ujar Miranda sambil mengusap-usap kedua lengannya.
Rasyid dan Mellow langsung mengerti.
Senjata dan barang-barang peserta memang sudah dilucuti, namun kemampuan pribadi mereka tetap bisa digunakan dalam permainan. Terdengar sebagai sistem yang tidak imbang, pikir Mellow, untuk seseorang bisa menggunakan sihir sesuka hatinya dalam permainan ini. Para penyihir jelas-jelas memiliki kesempatan untuk langsung menyerang begitu mereka keluar dari luar kapal. Ini akan menjadi catatan untuk simulasi berikutnya, pikir Mellow sambil mengetukkan jari-jarinya di lengan kursi.
Beberapa saat yang lalu, di dalam kapal, para peserta masih duduk di bangku masing-masing kecuali dua orang. Abu yang melihat gerak-gerik Fransisca sejak berada di dalam pesawat langsung ikut terjun begitu gadis itu keluar dengan seringai di wajahnya. Sebuah peta digital besar di ujung ruangan menunjukkan pesawat akan menyentuh bibir pulau sebentar lagi, namun kemudian peta digital itu padam, diikuti badan pesawat yang oleng. Para peserta terlempar dari kursinya dan melihat ke luar pintu hanggar yang terbuka lebar di belakang pesawat. Dari sana, kepulan asap hitam terlihat menyembur.
Para peserta langsung bangkit dan berebut untuk keluar dari pesawat yang beberapa saat kemudian dihantam sesuatu dengan keras sekali lagi.
Zenistia yang masih berada dalam pesawat langsung dihajar oleh rasa takut dengan ketinggian miliknya. Ia sejak awal berharap bisa turun di tempat dimana tidak terlalu banyak orang sehingga bisa sedikit tenang saat terjun nanti. Namun kini, ia harus beradu sikut untuk keluar dari dalam pesawat. Iblis sialan, gerutunya dalam hati.
Lampu merah menyala dan berputar-putar kencang di ujung ruangan diikuti lolongan sirine yang membuat pening kepala. Peserta merasakan kalau pesawat mulai menukik ke bawah. Mereka pun makin kuat berebut untuk keluar.
Zenistia turun bersama segerombolan orang yang tidak dikenal, akan tetapi tiba-tiba sebuah bilah besi yang lebar menyambar orang-orang tidak berdaya di sekitar Zenistia, merubah mereka menjadi butiran piksel tak karuan, meninggalkan Zenistia sendiri.
Ketika pandagannya mulai membaik, Zenistia mendapati kepulan asap dari sayap yang meledak sudah menyelimuti seluruh bagian belakang pesawat. Dari dalam asap para peserta bermunculan satu persatu, namun terkadang hujan piksel turun dari dalam kabut itu diselingi bilah-bilah besi yang berterbangan bebas di langit.
Zenistia langsung merasa kehilangan konsentrasi. Ia tahu ini adalah dunia buatan. Ia mencoba meyakinkan dirinya ini adalah dunia buatan. Akan tetapi, ketakutan akan tempat tingginya mulai mengalahkan dirinya, dan membuat dirinya hampir kesulitan bernapas. Pandangannya mulai kabur. Namun, sebuah sentuhan yang tidak asing lagi menenangkan dirinya.
"Jangan mati disini, tuan putri."
Evelyn muncul dari samping atasnya dan menepuk pundaknya, menenangkan dirinya.
"Zenistia, lihat ke tengah pulau!"
Suara Alfan langsung membuat Zenistia memalingkan penglihatannya ke tengah pulau dimana sebuah bangunan bundar bertingkat yang kini sudah menjadi reruntuhan berada. Disana ia melihat seseorang. Seseorang yang tidak asing lagi.
Fransisca berdiri di tengah pulau sana seorang diri.
Bagaimana dia bisa sampai dengan cepat kesana? Pikir Zenistia. Namun, samar-samar ia bisa melihat tubuh Fransisca mengeluarkan cahaya merah. Iblis itu sepertinya tidak main-main lagi disini, keluh Zenistia.
"Alfan, Evelyn, kalian bisa melihat deretan rumah terbengkalai disana?" teriak Zenistia di dalam terpaan angin, "Kita mendarat terlebih dahulu disana."
"Tidak bisa lebih jauh dari iblis itu?" keluh Evelyn.
"Lambat laun, kita akan menghadapinya. Kita harus terus mencoba menjaga jarak, namun tidak terlalu dekat dengan dinding piksel," ujar Zenistia yang diikuti oleh anggukan setuju oleh kedua temannya.
Di babak ini, panitia sebenarnya mengisyaratkan agar peserta bertarung satu sama lain, dan keputusan untuk membuat tim sangat tidak disarankan. Namun, dibawah tekanan dari sang iblis sendiri, Zenistia dan teman-temannya akhirnya sepakat untuk saling membantu seperti biasanya.
Zenistia sendiri teringat kembali dengan pertanyaannya yang tidak sempat ia ajukan. Ia ingat pihak sponsor tidak menyebutkan jumlah pemenang baik secara eksplisit maupun implisit. Dia sendiri merasakan kegelisahan dalam diri pihak sponsor ketika mereka menyampaikan informasi mengenai babak ini. Namun, Zenistia harus bertahan dengan hal itu selagi dalam permainan ini. Aku akan tahu pada akhirnya, batin Zenistia.
Fransisca akhirnya melepaskan tembakan terakhirnya dengan seringai yang lebar di wajahnya. Kali ini cahaya putih membelah langit Terra Royale dan meledakkan pesawat beserta seluruh peserta malang yang masih berada di dekatnya, membuat semuanya menjadi kepingan-kepingan piksel yang turun deras menghujani pulau.
Seperti hujan darah yang pernah ia lihat di medan perang.
***
Rasyid langsung mempersilahkan dirinya untuk pamit ketika salah seorang sekretarisnya mengatakan sesuatu padanya: kapasitas dunia buatan hampir menyentuh ambang batas.
Ia dengan cepat pamit dengan cukup hormat hingga tidak terlihat kasar ataupun buru-buru pada Mellow dan Miranda. Sekretaris robotnya sudah menunggu di depan pintu, ketika Rasyid keluar dengan gelagak berusaha tenang.
"Kamu gak salah baca kan?" sidik Rasyid selagi ia berjalan menyusuri koridor panjang berkarpet merah pekat sepanjang jalan.
Sekretarisnya menjawab tidak, yang membuat langkah Rasyid makin cepat.
"Apa ada kemungkinan kerusakan pada perangkat keras?" tanya Rasyid lagi yang diikuti jawaban tidak oleh sekretarisnya, "Mesin pendingin di ruang servernya?" bukan itu juga jawab sekretarisnya.
Robot jenius itu mempercepat langkahnya, hampir setengah berlari, menyusuri koridor berdinding besi putih mengkilap tersebut. Rasyid mengepalkan tangannya menahan amarah. Sejenak ia berpikir kalau gadis itu lagi yang menyebabkan kejadian ini. Kalau bukan dia siapa lagi, pikir Rasyid. Namun, sepertinya kali ini bukan dia, sanggah Rasyid sendiri. Iblis itu tahu apa soal teknologi?
Karir dan reputasinya benar-benar dipertaruhkan kali ini. Sepatah dua patah kata memuji dari Raja Mellow sendiri akan semakin memuluskan impiannya untuk membuat sebuah negara berbasis teknologi dimana ia akan menjadi orang terpandang di dalamnya. Atau bahkan menggantikan Mellow pikirnya dengan iseng yang mulai menjadi sedikit serius sesekali.
Rasyid membuka pintu ruangan kerjanya dengan buru-buru. Ia langsung duduk di depan komputer yang menunjukkan ratusan laporan kesalahan yang intinya mengatakan seseorang telah berhasil mengambil otoritas [admin] dari dirinya.
Dengan satu gerakan tangan pada layarnya, Rasyid menutup semua laporan yang membuat dirinya geram itu, dan mencolokkan sebuah kabel ke kepala bagian kirinya dan masuk ke sebuah dunia virtual. Ia menemui pesan selamat datang, disusul dengan kolom dimana ia memasukkan nama dan kata sandi untuk bisa masuk. Kata sandinya masih belum diubah, apakah peretas ini amatiran atau bagaimana, pikir Rasyid.
Setelah memasukkan semua tanda pengenalnya Rasyid langsung dihadapkan pada ruangan kerjanya namun kini semua serba virtual. Ia bisa melihat semua jaringan yang terdapat dalam kamar kerjanya serta seluruh fasilitas dimana Terra Royale sedang diuji coba. Ia mulai memindai kegiatan terakhir, dan menemukan pemindahan otoritas [admin] dari dirinya terjadi beberapa saat yang lalu, tepat saat pemain mulai tertidur dalam kapsul menuju dunia virtual.
Penyusup itu mungkin menyamarkan sinyalnya diantara para peserta, cukup cerdas, puji Rasyid. Ia lalu membuka sebuah jendela yang menunjukkan seluruh data para peserta beserta sinyal penunjuk identitas masing-masing. Disana, Rasyid dapat melihat seluruh keadaan psikologis para peserta yang terpindai langsung oleh mesinnya. Rasyid menggulung kebawah data para peserta sambil dengan cepat membaca informasi yang hilir mudik di depan matanya. Apakah salah satu peserta ini disuruh seseorang untuk menyusup ke dalam sistem ku, pikir Rasyid. Siapa yang menyuruhnya? Miranda kah? Atau jangan-jangan Raja Mellow sendiri yang sedang menguji sistem buatan ku ini? Tidak masuk akal. Evelyn kah? Pikir Rasyid. Ia memang merupakan gadis jenius yang bisa meretas sebuah sistem, namun Rasyid tidak bisa membayangkan gadis yang membenci hirarki itu menerima perintah dari seseorang seperti Mellow ataupun Miranda.
Satu, dua, puluhan, hingga akhirnya tepat seratus peserta. Jumlah peserta genap seratus orang. Rasyid kembali membaca ulang laporan tersebut, kali ini lebih teliti. Dan ia berhenti pada salah satu daftar nama. Peserta ke-13, Fransisca Remington.
Rasyid langsung terbelalak melihat laporan yang ia terima.
Dalam data yang dimiliki Rasyid, Fransisca sudah tewas sejak awal permainan.
Ini tidak masuk akal, keluh Rasyid yang teringat bagaimana Fransisca mengamuk di awal pertandingan. Hantu? Apakah benar ini adalah hantu? Pikir Rasyid. Tidak mungkin, balasnya sendiri. Ia menciptakan dunia buatan ini bukan untuk digandrungi oleh hal-hal tidak rasional seperti itu.
Namun, angka-angka tersebut berkata lain, dan Rasyid tidak bisa membantah angka-angka tersebut.
Angka-angka yang merupakan indikator mental para peserta milik Fransisca itu sangat tinggi. Terlalu tinggi bahkan. Mungkin seharusnya otaknya sudah melepuh dari tadi.
Kecuali jika angka-angka ini memiliki maksud lain, batin Rasyid.
Ia pun menutup semua jendela yang berisikan laporan peserta dan kembali ke dunia nyata. Ia langsung dengan cepat memunculkan tayangan langsung dari lapangan yang memperlihatkan Fransisca yang sedang beraksi di dalam permainan. Gadis itu dengan lincah menghindari semua serangan yang diarahkan padanya.
Ia terkadang menjegal kaki lawannya yang berlari kencang ke arahnya, membuatnya terjatuh, dan memecahkan kepalanya dengan sebuah tendangan kuat. Gadis itu mematahkan pukulan bisbol atau sekop musuhnya dengan sekali pukul, sebelum melemparkan pukulan dan beberapa tendangan ke arah musuhnya yang malang.
Gadis itu sudah terlalu kuat dalam pertarungan yang biasanya, pikir Rasyid. Dengan diambilnya seluruh senjata peserta, gadis itu makin tidak bisa dihentikan.
Fransisca dengan mudah menembak jatuh puluhan roket dengan bola magisnya atau mehannya dengan dinding sihirnya, sebelum akhirnya melompat begitu tinggi hingga ke atap rumah warna-warni sebelum menghabisi peserta yang tidak bisa berbuat banyak disana.
Rasyid akhirnya memutuskan kalau itu benar adalah Fransisca, setidaknya gadis yang berada di layarnya itu mirip dengan Fransisca. Ia harus segera mencari tahu jawabannya. Jadi, Rasyid pun kembali membawa dirinya menuju dunia virtual, namun kini ia bertemu dengan labirin dengan dinding-dinding beraksen garis-garis biru. Rasyid melangkahkan kakinya dengan cepat di atas lantai-lantai kaca transparan yang menunjukkan balok-balok biru berterbangan saling menabrak dibawah.
Setelah beberapa belokan, Rasyid akhirnya menemukan koridor lurus panjang dengan sebuah pintu di ujungnya. Ia lalu membuka panel di dinding dekat pintu tersebut dan memasukkan sebuah kata sandi. Penyusup itu tidak meninggalkan jejak kembali, jadi kemungkinan ia masih berada di dalam ruangan ini, pikir Rasyid. Ruangan ini adalah manifestasi digital dari lemari-lemari besi yang berada di ruangan para pemain. Tempat dimana kesadaran mereka semua disimpan dan diterjemahkan ke dalam permainan.
Pintu pun terbuka, dan Rasyid pun telah menyiapkan rencana untuk menemukan penyusup tersebut.
Namun kemudian semua rencananya terbang berantakan.
Dari pintu masuk, Rasyid dapat melihat ratusan kapsul yang mewakili tiap peserta berbaris rapih. Semuanya tampak normal, sampai Rasyid melihat sebuah bola yang meradiasikan cahaya putih mengambang di tengah ruangan. Pintu pun langsung tertutup tiba-tiba, dan Rasyid menyadari ia telah kehilangan sepenuhnya akses menuju ruangan tersebut. Pintu tersebut kini dipenuhi oleh garis-garis merah yang saling berhubungan.
Apa yang barusan itu, pikir Rasyid yang masih tidak bisa menalar apa yang ia lihat.
Di tengah ruangan, dalam ingatannya tadi, ia melihat Fransisca.
Fransisca sedang tertidur begitu damai dalam cahaya putih yang menyelimuti dirinya.
***
Salah satu bagian besar pulau Terra Royale memancarkan sinar warna-warni di langit. Musik-musik karnaval masih bisa terdengar sayup-sayup diantara rentetan senjata ataupun diantara jeritan histeris di langit.
Rumah-rumah dengan dinding bulat yang beraksen polkadot berjejer tidak simetris di sepanjang jalan Distrik Toon. Jalan-jalan yang dipenuhi spray cat warna-warni menyenangkan serta aksesoris pohon permen dan kapas yang beraroma manis itu kini dipenuhi oleh tubuh-tubuh peserta yang kepalanya sudah pecah atau tubuhnya berlubang besar di berbagai bagian. Piksel-piksel dari tubuh mereka menguap perlahan diantara bola-bola magis yang melayang bebas kesana-kemari. Fransisca tertawa bahagia di tengah distrik, dekat komedi putar yang tidak berputar lagi.
"Oke, hanya aku atau memang gadis itu sudah tidak waras lagi?" keluh Tora yang bersembunyi sambil memegang tongkat bisbol dan sebuah peluncur roket tergantung di bahunya.
Permainan ini akan menyenangkan , pikirnya. Ia pernah memainkan game seperti ini sebelumnya di perangkat komputernya, walaupun ia sedikit payah. Namun, ia berpikir kalau ia bisa sedikit berkompetisi disini, walaupun ia tetap berpikir tidak akan menang. Namun, siapa yang akan menyangkan ia akan bertemu dengan iblis dalam permainan ini?
Cheater bangsat! maki Tora dalam hati.
Disampingnya, temannya bersembunyi di dalam rumah warna-warni yang akan segera hancur, adalah Troya yang berusaha menggenggam sekop di tangannya dengan erat. Di wajahnya yang tanpa cela itu keringat sudah mulai membahasi pipinya dan ia menyeka wajahnya membuat rambutnya sedikit tersibak. Nafasnya terengah-engah. Ia tidak perlu menjawab pertanyaan Tora; Troya tahu Fransisca itu gadis yang sedikit tidak waras.
"Sepatu pegasmu sudah siap?" tanya Tora.
Sebuah aliansi yang tidak terduga terbentuk ketika Tora dan Troya, yang turun di tempat yang sama melihat sesosok iblis mengamuk, mendapati mereka akan bertahan hidup lebih lama jika bekerja sama.
Troya mengangguk siap, dan Tora melihat ke atas jendela dan mendapati beberapa roket meluncur cepat ke arah Fransisca. Fransisca tertawa dan roket-roket itupun meledak tepat di depannya.
Tora langsung lompat ke luar jendela, tanda untuk segera berangkat. Troya mengikuti jejak temannya itu untuk lompat ke bangunan seberang setelah Fransisca menembakkan peluru magisnya secara acak, menghancurkan hampir seluruh bangunan di sekitarnya.
"Kau lihat menara tinggi di ujung sana? Kita berhenti disana saja sampai keadaan kembali tenang," ujar Tora yang melompat dari satu atap ke atap lain menghindari roket-roket yang berterbangan di udara.
Troya berusaha mengikuti jejak Tora, namun roket meghantam pijakannya, dan membuat ia terjatuh ke rumah dibawahnya. Ia menghantam lantai yang terbuat dari adonan tepung keras dengan gula-gula warna-warni tersebut dengan kepala duluan. Troya berusaha cepat-cepat bangun, menyadari health point-nya berkurang beberapa garis.
Tora muncul dari lubang yang tercipta akibat ledakan roket tadi dan mencari Troya, "Hei, kau baik-baik saja? Gadis itu mulai berjalan ke arah kita. Kita harus cepat pergi dari sini."
Ketika Tora selesai bicara, beberapa bangunan di ujung jalan lainnya rubuh, dengan beberapa peserta berjatuhan dari jendela, berusaha sepanik mungkin menembakkan beberapa roket ke arah gadis yang sedang tersenyum jauh di tengah kota, sebelum akhirnya menguap menjadi piksel setelah tertimpa seluruh bangunan.
Fransisca berjalan tanpa perduli dengan roket-roket yang terbang ke arahnya. Tidak ada lagi yang berani menggebuk wanita itu dari dekat.
Tora langsung kembali melanjutkan pelariannya menuju menara di ujung distrik berharap Troya juga menuju kesana. Di tengah lompatannya, Tora dikejutkan dengan Troya yang melaju kencang di udara, dengan kedua sayap putih kecil di punggungnya.
"Distrik Urban?" tanya Troya yang lebih mirip sebuah saran pada Tora setelah mereka sampai di menara ujung distrik.
"Terdengar cukup baik," jawab Tora yang sesekali mengintip dari balik jendela menara, "Kita harus menggunakan senjata yang bisa kita gunakan. Kau bisa memakai senjata jarak dekat?"
Troya menggeleng, "Aku cukup mahir dengan kunci inggris dan obeng, tapi pedang dan lainnya diluar harapan."
Tora menggangguk dan memberikan senyuman yang sedikit canggung.
Ledakan di tengah kota makin menjadi-menjadi.
Sebuah bangunan di tengah kota meledak dari dalam. Fransisca melemparkan bola magis yang menyambar sebuah roket yang baru saja akan ditembakkan oleh seseorang. Bangunan tersebut menggembung seperti adonan roti yang dipanaskan sebelum akhirnya meledak menyisakan gula-gula yang menghiasi seluruh bangunan menghujani seluruh distrik bersamaan dengan piksel-piksel yang menguap.
"Bagaimana gadis itu bisa selamat dari semua ledakan yang ada?" Troya penuh heran. Tora hanya bisa mengangkat bahunya dan berpikir 'Yah namanya juga iblis' sebelum akhirnya pergi terlebih dahulu meninggalkan distrik. Troya langsung bangkit mengikuti Tora, dan pergi meninggalkan Distrik Toon yang perlahan mulai ditelan oleh ledakan bertubi-tubi yang datang dari segala penjuru.
*
Sementara Distrik Toon dilanda oleh malapetaka yang tak kunjung usai, Distrik Urban sedang diselimuti oleh ketenangan yang bisa membunuh.
Seseorang berjalan keluar dari semak-semak karena mengira sunyi berarti keadaan sudah aman, sebelum akhirnya kepalanya ditembus sebuah peluru dengan cepat dan tubuhnya menguap di tengah aspal yang diterpa panas matahari.
"Ayo kita pindah," ujar Zenistia menenteng kembali senapan berburunya, dan bersembunyi di balik dinding salah satu rumah.
Evelyn dan Alfan yang sedang menjaga pintu langsung berdiri dengan cepat. Kecuali Evelyn yang berusaha sekuat tenaga mengangkat shotgun pompa nya.
"Kau mau bertukar senjata denganku, Alfan?" keluh Evelyn yang disambut oleh gelengan kepala Alfan, "Zenistia apa aku bisa membawa senjata yang lebih ringan?"
"Ini demi kebaikan kita, Evelyn. Kita tidak tahu kapan kita akan membutuhkan senjata yang kamu bawa itu," ujar Zenistia penuh pengertian.
"Kalau begitu kamu saja yang bawa! Aku bisa mengeluarkan sengatan listrik sebagai senjataku," ujar Evelyn yang hanya dijawab senyum manis dari Zenistia.
Suara sirine lantang tiba-tiba berbunyi di seantero Terra Royale.
Suara Soraya terdengar dari langit, "Badai Piksel akan dimulai dalam dua menit lagi. Seluruh peserta harap menuju lokasi permainan seperti yang digambarkan dengan lingkaran merah. Selamat berjuang kembali," suara cekikikan Soraya sempat terdengar sebelum komunikasi kembali hilang.
Zenistia langsung membuka peta digitalnya dan mendapati sebuah lingkaran biru besar muncul memerangkap pulau. Ia memperbesar peta digitalnya dengan menggeser dua buah jarinya dan memperhatikan lanskap daerah sekitarnya.
"Iblis itu tadi jatuh di tengah pulau kan?" tanya Zenistia memastikan.
"Mungkin dia sudah pindah sekarang," kata Alfan, "kau mendengar beberapa rentetan ledakan beberapa waktu yang lalu? Bisa jadi itu dia."
"Atau mungkin sekarang iblis itu sudah tewas di dalam ledakan itu," sambung Evelyn.
Zenistia tidak mengatakannya, namun ia tidak percaya Fransisca kalah semudah itu. Setidaknya itu yang ia percayai. Ia akhirnya menandai petanya di tempat dengan kontur perbukitan, "Kalian bisa lihat bukit di daerah selatan kota? Ada jembatan di dekat sana."
"Kita akan pindah ke Distrik Medieval?" Evelyn mencoba menyimpulkan tujuan Zenistia.
"Kurang lebih begitu. Kalau tebakanku tepat, Dinding akan berpusat pada tempat yang ramai pemain. Di langit tadi kulihat banyak pemain yang mendarat disana."
"Masuk akal," jawab Alfan, "kita kesana menggunakan mobil?"
"Lebih cepat sampai lebih baik," jawab Zenistia.
Jadi, mereka bertiga langsung meninggalkan rumah yang sudah terbengkalai itu melalui pintu belakang dan tiba di sebuah halaman dengan dataran tinggi di depannya. Mereka menempel erat ke dinding dataran tinggi tersebut dipimpin oleh Zenistia. Tiba-tiba, Evelyn teriak saat melihat musuh.
"Zenistia dari rumah yang itu," tunjuk Evelyn yang jelas-jelas susah dimengerti Zenistia.
Dengan cepat, Zenistia langsung mengamati sekitarnya namun tidak menemukan apapun. Ia ingin untuk memeriksa rumah tersebut agar tidak ada orang yang menyergap mereka dari belakang, namun tiba-tiba sebuah ledakan besar terdengar dari jauh. Distrik Toon meledak hebat.
"Gadis itu berada disana," Evelyn berkata. Ia tidak perlu mengatakan hal itu pun teman-temannya pasti sudah mengambil kesimpulan yang sama.
"Kita harus segera bergegas," ujar Zenistia yang lebih mirip perintah. Namun, langkahnya kini kembali terhenti ketika ia melihat seseorang yang familiar jatuh dari langit, menembus atap suatu rumah.
"Ayo kita pergi saja sekarang," desak Evelyn yang melihat Zenistia mendekati rumah dimana seseorang terjatuh. Alfan sepakat dengan Evelyn, namun tanpa Zenistia yang memimpin jalan, mereka akan menjadi target yang mudah bagi siapapun.
Zenistia langsung masuk ke rumah, dan mendapati sosok familiar tersebut di ruangan tengah, sedang berusaha bangkit, "Troya! Apa yang kau lakukan?"
Troya yang mendengar suara Zenistia langsung mendongak dan mengulurkan tangannya.
"Tunggu jangan tembak," suara Tora muncul dari balik pintu yang lainnya, "kami tidak akan menyerang."
Troya dan Zenistia melirik ke arah Tora yang sudah mengangkat tangan. Melihat bekas-bekas luka yang ada pada tubuh Troya dan Tora, Zenistia langsung mengira kalau mereka tiba dari Distrik Toon yang langsung dibenarkan Troya.
"Gadis itu benar-benar gila," ujar Tora yang memulai jawabannya saat ditanya Zenistia apa yang terjadi di Distrik Toon, "Dia terlalu overpower dan sepertinya dia tidak punya niat untuk berhenti. Aku tahu ini hanya permainan, tapi tetap saja wujudnya menyeramkan."
"Kalian berdua bekerja sama?" tanya Evelyn yang dijawab anggukan Troya.
"Keadaan terlalu kacau untuk berusaha seorang diri. Tapi, sepertinya kita berdua tidak cukup untuk menyudutkan gadis itu," ujar Troya mengingat apa yang terjadi di Distrik Toon.
"Jadi kalian sudah 'menyerah' dan ingin bergabung dengan kami?" selidik Alfan.
Tora mengangguk dan berkata lebih baik bertahan hidup selama mungkin dan selesai di peringkat yang tinggi jika kemenangan mustahil diraih. Ia bilang pengalaman ini datang dari game yang ia mainkan, walaupun orang-orang tidak mengerti apa yang dia maksud.
Zenistia menaikkan senjatanya pertanda siap berangkat, "Baiklah, kalau kita sebaiknya mencari mobil yang lebih besar, Troya kau bisa mengemudi kan?"
Troya mengangguk dan memberikan sayap malaikatnya pada Zenistia, berkata kalau Zenistia bisa menggunakannya lebih baik daripada dia.
Evelyn dengan cepat menyerahkan senjatanya pada Tora dan memasang wajah lega karena senjata berat itu akhirnya lepas dari tangannya. Ia kini bisa lebih berfokus dengan kemampuannya, walaupun harus atas izin Zenistia agar tidak terlalu sering membocorkan posisi mereka.
Mereka semua akhirnya terpaksa menunda keberangkatan mereka menuju distrik terdekat. Namun, mereka menyadari kalau Fransisca mungkin sudah beranjak dari Distrik Toon dan menuju ke tempat lain, dan Distrik Urban hanya berjarak beberapa langkah dari sana.
Dengan semakin banyak anggota, mereka semakin mudah mengepung peserta lainnya. Zenistia hanya cukup menetap di satu rumah yang dapat melihat langsung seluruh jalan lurus dan membiarkan Alfan dan Tora memancing musuh untuk keluar, sebelum akhirnya mengirimkan beberapa tembakan ke target yang sudah berada di tempat terbuka.
"Kau tahu, permainan akan terasa lebih menyenangkan jika iblis itu tidak merusak semua ini," Tora berkata, sambil mengisi shotgun pompa. Ia tidak pernah mengira kalau permainan yang ia gemari di komputernya itu bisa berubah menjadi permainan seperti ini, dan asiknya lagi dia lebih mahir daripada dirinya yang bermain di komputer.
Alfan hanya tertawa kecil menanggapi tingkah laku Tora yang sepertinya mencoba berlagak seperti bintang di film aksi dengan melompat kesana-kemari sambil menembakkan senjatanya.
Troya dan Evelyn akhirnya tiba dengan sebuah mobil jip yang cukup besar untuk menampung mereka semua, setidaknya cukup jika Tora benar-benar menempel ke pintu di sebelahnya.
"Zenistia, kita tidak mencoba mencari rare encounter di daerah ini?" saran Evelyn, "dengan orang sebanyak ini mungkin tidak akan terlalu susah untuk mengalahkannya."
Zenistia setuju, namun melihat dinding piksel sudah semakin mencekik posisi mereka, ia mengurungkan niat tersebut. Akan tetapi ia masih berpikir mengenai orang yang dilihat Evelyn beberapa waktu yang lalu. Apakah orang itu sudah berhasil ia singkirkan atau ia masih merayap diantara rumah-rumah terbengkalai di sepanjang jalan.
Tiba-tiba, Troya memecah keheningan di dalam mobil, "Kita harus segera berangkat," ujarnya sambil menunjuk spion mobil, "dia sudah datang."
Semua orangpun langsung melirik ke jendela belakang mobil dan mendapat Fransisca sedang berjalan menuju mereka.
*
Rasyid membolak-balik laporan puluhan halaman di tangannya dengan raut wajah yang campur aduk: antara bingung dan marah.
"Kau yakin tidak ada yang salah?" selidik Rasyid pada sekretarisnya yang berbunyi beberapa kali yang berarti tidak.
Rasyid pun menenggelamkan dirinya lebih jauh ke dalam kursi kulitnya dan menatap sinis ke arah layar yang memperlihatkan Fransisca sedang dalam kantor virtualnya. Tatapan sinisnya akhirnya berubah pasrah, "Baiklah, Fransisca. Aku bisa mempercayaimu sekarang."
Fransisca yang dapat mendengar suara Rasyid akhirnya bangkit dan mendekati layar monitor, "Jadi apa rencamu kali ini?"
Rasyid mengetuk-ngetukkan jarinya beberapa kali di mejanya dan memutuskan sesuatu, "Baiklah. Aku akan membawamu masuk sedalam mungkin ke dalam server Terra Royale. Tapi, begitu tiba di pintu merah darah itu, kau harus melakukannya seorang diri, setidaknya sampai aku merebut otoritas [admin] itu dari,er, dirimu yang lain."
Fransisca menggangguk. Ia tidak terlalu mengerti perihal teknologi milik Rasyid, namun ia kurang lebih dapat mengerti permasalahan yang dihadapi Rasyid. Seseorang yang mirip dirinya menggunan sihir yang mirip seperti yang ia punya. Fransisca masih tidak ingin mengakui seseorang itu adala dirinya yang lain. Ia tidak bisa menerimanya.
"Kau sudah siap Fransisca? Perjalanan ini mungkin akan sedikit aneh karena kau punya kesadaran," Rasyid menggerakan jarinya dengan cepat di keyboard. Tapi, kemudian ia teringat sesuatu, "Omong,omong, apakah tubuhmu baik-baik saja?"
Fransisca tidak menjawab. Ia tidak merasakan hal yang aneh pada tubuhnya.
Rasyid menemukan Fransisca terjebak antara dunia virtual dan dunia nyata. Gadis itu secara terpaksa, atau dipaksa, terlempar dari sistem miliknya. Seseorang mencuri tempatnya, dan Fransisca harus terperangkap dalam dunia gelap selama beberapa saat.
"Baiklah. Kapanpun kau siap, Fransisca," Rasyid memberi aba-aba
Fransisca mengepalkan tangannya beberapa kali, dan akhirnya mengangguk siap.
Rasyid memencet tombol di keyboard dengan cepat, dan Fransisca langsung melihat rangkaian gambar dengan cepat melintas di depan matanya. Balok-balok biru yang berterbangan dan saling bertabrakan di angkasa. Garis-garis biru melesat cepat dimatanya. Semuanya biru dan sekejap putih. Semuanya putih. Dan Fransisca tiba di depan sebuah gerbang. Gerbang berwarna merah darah.
Hanya dengan melihatnya, Fransisca sudah meraskan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Ini adalah sirkuit sihirnya.
"Baiklah, Fransisca. Aku hanya bisa mengantarmu sampai disini. Aku sangat berterima kasih karena kamu telah bersedia membantuku," ujar Rasyid walaupun ia tidak terlalu setuju dengan hal ini. Namun, karir dan reputasinya dipertaruhkan disini, "Di balik dinding merah itu kau akan memasuki ruang server. Kau pasti melihat lemari besi besar di tengah ruangan saat kau masuk tadi. Ini adalah visualiasi buatan untuk hal itu."
"Apa yang harus kulakukan di dalam?"
"Sebenarnya sangat simpel. Kau hanya perlu mengalahkan atau setidaknya membuat siapapun yang mencuri identitas [admin] cukup lemah sehingga aku bisa mengambil alih dengan paksa dan membuatn segalanya berjalan seperti biasa."
Fransisca mengangguk. Ia menjulurkan tangannya untuk menyentuh dinding merah darah tersebut, namun Rasyid berpesan sesuatu.
"Kau akan melihat deretan kotak cukup besar di dalam nanti. Aku tidak akan menyuruhmu untuk menahan seluruh kekuatan hebatmu itu, tapi aku yakinkan dirimu kalau kau tidak ingin menyentuh atau bahkan menghancurkan kotak-kotak tersebut."
"Akan kucoba mengingatnya nanti," jawab Fransisca.
"Baiklah semoga beruntung."
Dan dengan itu segala bentuk komunikasi terputus.
Garis-garis merah darah yang telah menyelimuti dinding di depan Fransisca telah menyebar sejak terakhir kali Rasyid datang. Dinding-dinding di sekitarnya sudah mulai tercemari, dan balok-balok biru yang saling bertabrakan di udara di bawah lantai transparan pun sudah mulai berubah merah.
Fransisca meletakkan telapak tangannya pada dinding di depannya, dan seketika seluruh sirkuit sihir di tubuhnya menyala merah. Ia memejamkan matanya, mencoba fokus pada telapak tangannya.
Siapapun yang menciptakan sirkuit ini pasti sangat kuat, gumamnya dalam hati.
Fransisca menekan telapak tangannya lebih keras dan tubuhnya semakin ditelan oleh cahaya merah. Perlahan sirkuit sihirnya berubah biru, dan sirkuit sihir merah yang melahap dinding di sekitarnya mulai pudar. Seketika, Fransisca ditelan oleh cahaya putih. Dan kemudian, semua sudah kembali seperti semestinya. Sirkuit merah yang mengganggu itu telah hilang.
Pintu yang tadi tenggelam dalam warna merah darah di depan Fransisca akhirnya terbuka. Menunjukkan sebuah ruangan gelap.
Fransisca mengepalkan tangannya lagi. Ia berniat untuk menghabisi siapapun yang merebut tubuhnya dengan cepat. Fransisca belum pernah semarah ini sebelumnya, walaupun ia sendiri jarang menunjukkan emosi miliknya.
Ia melangkah ke dalam kegelapan dan kemudian semuanya menjadi terang. Fransisca dapat mendengar suara mesin. Kotak-kotak yang berbaris rapih nan simetris juga terhampar luas di depannya.
Seluruh ruangan berubah cerah, kecuali wajah Fransisca yang menjadi pucat pasi.
Di depan Fransisca berdiri sesosok perempuan, menatap dirinya yang lain yang tengah tertidur di tengah ruangan dalam balutan cahaya putih.
Fransisca bergidik. Kepalan tangannya makin kuat, namun pikirannya mulai kacau. Ia seolah-olah terlempar kembali ke dalam kereta kuda beberapa tahun yang lalu. Ia kembali melihat ayahnya tertembak di depan matanya. Ia ingat wajah sang pembunuh. Ia ingat sorak-sorai yang kemudian menjadi hening. Ia ingat wajah ibunya yang tersenyum kala itu. Ia ingat ketakutan itu. Dan kini, semua itu kembali.
"I…ibu…" gumam Fransisca hampir setengah tidak percaya.
Alicia berputar dan menatap Fransisca tepat di mata. Ia menarik nafasnya dalam-dalam. Matanya menyembunyikan kesedihan yang tidak dapat lagi ditahan, namun badannya tetap tegar. Ia mengenakan pakaian satu stel berwarna putih dibalut jubah kerajaan berwarna merah, persis seperti milik Fransisca. Alicia akhirnya, setelah melihat Fransisca seperti kelihatan kendalinya, membuka suara, "Fransisca, kau harus pergi dari tempat ini."
*
Di sepanjang perjalanan, Troya dengan cukup lihai, yang menurut teman-temannya seperti keajaiban, menghindari rentetan bola-bola magis yang dilemparkan [Fransisca].
Zenistia dengan susah payah mengarahkan senapan berburunya di tengah goncangan yang dahsyat ke arah iblis yang sedang berlari mengejar mobilnya. Ya, mereka masih tidak percaya Fransisca beberapa kali hampir melahap mereka semua beberapa kali sebelumnya.
"Kita tidak punya granat atau sejenisnya?" keluh Tora yang masih tidak bisa menembakkan pelontar roketnya dari tadi, "atau alat ledak lainnya yang mungkin bisa menghentikan gadis itu."
"Kalau ada sudah digunakan dari tadi!" ujar Alfan setengah berteriak. Ia mencoba membidik Fransisca dari tadi dengan pistolnya namun sepertinya hal itu benar-benar terlihat mustahil.
"Evelyn, bersiaplah!" teriak Troya, sebelum ia membanting setirnya dengan cepat menghindari bola magis yang mendarat tepat di depan mobil.
Evelyn yang dari tadi berdiri di atas atap mobil, berkat listriknya yang ia keluarkan dari tadi untuk menjadi magnet, langsung melemparkan beberapa sengatan listriknya ke arah [Fransisca] yang melompat tinggi sambil tertawa liar.
Dengan cepat, Troya langsung membawa mobil itu pergi menjauh saat Fransisca berdiri tepat di belakang mereka.
Zenistia melepas sebuah tembakan, namun pelurunya langsung hilang ditelan dinding magis [Fransisca]. Ia akhirnya memutuskan sesuatu, "Tora, arahkan roket itu ke depan Fransisca."
Tora sudah berusaha dari tadi, tapi dengan keadaan mobil yang melaju kencang sambil terus menghindari serangan Fransisca, akan sangat tidak mungkin mengenai sasaran.
"Tidak perlu mengenai dirinya! Aku hanya butuh asap ledakan untuk menutupi pandangannya!" tambah Zenistia dengan cepat.
"Akan kucoba," ujar Tora yang langsung mengeluarkan kepalanya dan berusaha membidik peluncur roketnya. Tiba-tiba sebuah bola magis melesat cepat, hampir memotong lehernya, "baiklah ini terlalu berbahaya. Kau tidak bisa memperlambat mobil ini sedikit saja?"
"Kecuali kau ingin mati," balas Troya, tidak menyembunyikan apapun.
Tora pun sekali lagi berusaha membidik [Fransisca].
"Evelyn bersiaplah untuk menutup pergerakannya dengan listrikmu! Aku ingin gadis itu tetap di tanah saat asap-asap itu menyembur ke wajahnya," perintah Zenistia yang dijawab oleh teriakan kesal oleh Evelyn yang sepertinya hampir kehilangan seluruh konsentrasinya.
"Jembatan! Semuanya bersiaplah, tidak terlalu banyak ruangan untuk menghindar disini," ujar Troya yang memacu mobil lebih cepat dari sebelumnya.
Jalanan lurus. [Fransisca] kembali menghujani mobil di depannya dengan bola-bola magis. Zenistia dengan cepat menembak bola-bola magis tersebut sebelum mereka sampai ke arahnya. Evelyn berteriak lantang, mengeluarkan listrik ribuan volt yang langsung membuat seluruh bola-bola magis [Fransisca] meledak di udara.
"Kau punya dua kesempatan lagi, Zenistia," ujar Evelyn sambil terengah-engah.
"Itu semua cukup," balas Zenistia dengan percaya diri.
Tora akhirnya menemukan sudut yang tepat. Ia menarik pelatuknya dan roketnya melayang cepat ke arah [Fransisca]. Evelyn kembali mengerang. Listrik dengan ribuan volt langsung menyembur ke arah [Fransisca] membuatnya tidak punya ruang untuk menghindari ledakan roket yang meledak dekat di depannya.
"Evelyn, tembakkan sekali lagi listrikmu!" perintah Zenistia dengan cepat sambil ia membidik ke arah gumpalan asap.
Evelyn mengerang dan kejutan listrik berdaya tinggi terbang menembus gumpalan asap. [Fransisca] dengan cepat memasang sihir pelindungnya, menelan seluruh sengatan listrik. Zenistia langsung menembakkan senapannya begitu ia melihat celah. Dengan cepat, tembakan Zenistia menembus dinding pelindung [Fransisca], menyambarnya tepat di pelipis, membuatnya melayang di udara beberapa saat.
[Fransisca] langsung terkapar.
"Kita berhasil?" pekik Tora yang tidak bisa menyembunyikan kelegaannya.
Zenistia melepas satu tembakan lagi, dan tubuh [Fransisca] tidak bereaksi lagi.
Alfan membuka peta digitalnya dan melihat dinding piksel sudah mulai mengecil dan menyisakan daerah Collosseum dan Distrik Medieval, "Kita sudah hampir sampai," pekiknya.
Zenistia menyimpan senapannya dan tersenyum lega. Setidaknya aku telah membuat iblis itu semakin jauh dari impiannya, pikirnya.
"Hei, apa mobil ini bisa menepi dulu? aku sudah tidak kuat lagi mengeluarkan listrik terus menerus," keluh Evelyn yang sudah berlutut di atap mobil.
Troya perlahan melepas pijakannya dari pedal gas, membawa mobil menepi setelah keluar dari jembatan. Mereka telah tiba di Distrik Medieval, meninggalkan [Fransisca] yang masih terkapar di tengah jembatan.
"Selanjutnya apa?" tanya Tora, "Tentu aku dan Troya masih ingat untuk menyerah setelah membantu sebisa kami agar kalian menang."
"Jumlah pemain tersisa 30an lagi," ujar Zenistia, "mungkin akan ada sedikit pertempuran di Distrik Medieval nanti. Kita masuk melalui daerah perbukitan di belakang saja."
Semuanya setuju. Namun, tiba-tiba Troya memecah keheningan mereka sekali lagi, "Teman-teman, sepertinya ada yang aneh."
"Aneh apa?" selidik Alfan.
"Kenapa gadis itu belum berubah menjadi piksel? Ataukah memang prosesnya lama?"
Zenistia mengintip kebelakang, dan benar [Fransisca] masih terbaring disana dengan badannya yang utuh. Ia tidak mengerti. Tembakan pertamanya tepat mengenai pelipis iblis itu, dan tembakan keduanya sudah mengenai organ vital lainnya, cukup untuk membuat [Fransisca] kalah akibat kehilangan cukup banyak piksel.
Dan yang terjadi selanjutnya membuat mereka semua tekejut.
[Fransisca] kembali bangkit.
Mereka tidak bisa melihat wajahnya begitu jelas, namun mereka semua bisa mendengar tawanya yang nyaring ke udara.
"Kau sudah datang rupanya!"
[Fransisca] terus tertawa tanpa henti sebelum akhirnya ia melepaskan peluru magis yang membuat Zenistia dan teman-temannya menjauh dari mobil yang kemudian meledak.
"Apakah kalian masih ingin bermain atau memilih untuk bersujud di kakiku?"
Zenistia dan teman-temannya langsung dengan susah payah berlari menuju baris tembok batu dan kastil yang menjulang tinggi.
*
"Kenapa aku harus mendengarkan, Ibu?" bentak Fransisca.
"Kau tidak mengerti, Fransisca," keluh Alicia, "semuanya…semuanya begitu kacau. Biarkan ibu--"
"Jangan anggap aku ini orang bodoh! Aku tidak akan percaya apapun yang ibu katakan."
Alicia merasa kata-katanya tidak akan pernah sampai pada Fransisca. Ia tahu ini semua salahnya, karena itulah ia tidak ingin putrinya berada disini.
"Fransisca," ujar Alicia mencoba menahan dirinya, "ibu akan memberi tahumu semuanya.…tapi setelah ini…ibu berjanji."
Itulah yang selalu Fransisca pikirkan tentang ibunya. Ia dahulu percaya ibunya punya penjelasan akan semua hal yang terjadi pada waktu itu. Kematian ayahnya, pengusiran dirinya dari kerajaan, hingga pertemuan ini. Tapi, ia sudah tidak bisa percaya lagi.
Fransisca mengepal tangannya erat. Ia menahan diri untuk tidak berkelahi dengan ibunya. Tapi kenapa ia menahan dirinya?
Tiba-tiba cahaya putih dimana Fransisca tertidur bersinar lebih terang. Alicia memandangnya dengan panik. Fransisca tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ia siap. Setelah cahaya putih membutakan mereka beberapa saat, [Fransisca] berdiri dimana cahaya putih itu tadi berada. Ia tersenyum, "Senang akhirnya bisa bertemu kalian lagi."
Alicia langsung melempar beberapa bola magis dengan cepat, namun sebuah dinding sihir langsung muncul di depan [Fransisca] yang langsung menelannya dan kemudian melontarkannya kembali menuju Alicia.
Fransisca takjub, namun ia sedikit ketakutan. Itu sihirku, pikirnya. Rentetan pertanyaan langsung memenuhi pikirannya, namun ia tersadarkan oleh panggilan [Fransisca].
"Kau sehat seperti biasanya, anakku."
Fransisca melotot. Apa yang orang ini katakan?
"Fransisca jangan dengarkan dia! Cepat menjauh," Alicia langsung kembali melontarkan bola-bola magis ke arah [Fransisca]. Bola-bola magis itu meledak di udara dan menggandakan dirinya, namun [Fransisca], dengan sebuah ayunan jarinya, membuat bola-bola magis itu meledak sebelum menyentuh dirinya. Alicia pun tiba-tiba merasakan tubuhnya berat, dan hanya bisa berlutut tak berdaya.
"Ini akan berlangsung selamanya, Alicia sayang. Kau tahu kau takkan pernah bisa mengalahkanku, bukan?" [Fransisca] melempar senyuman ramah, namun Alicia hanya bisa merasakan naluri membunuh dari senyuman itu, "Nah sampai mana aku tadi. Oh, ya. Aku sedang berbicang dengan anakku."
Mendengar hal itu, Fransisca langsung melompat, menerjang dirinya yang lain, namun ia seperti menabrak tembok tinggi. Dan tubuhnya tidak bisa bergerak. Ia berhenti di udara. Badannya seperti dirantai.
"Hei, apa itu sikap yang ditunjukkan seorang anak pada orang tuanya?"
Fransisca kembali geram mendengar hal itu, "Siapa dirimu? Jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu."
[Fransisca] menatap Fransisca dengan heran sebelum akhirnya tertawa, "Ya tentu saja kau tidak mengenal diriku. Ibumu pasti tidak pernah menceritakan semuanya, bukan?"
Fransisca menatap ibunya yang hanya bisa membuang wajahnya penuh kesakitan.
[Fransisca] langsung mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Fransisca dengan lembut. Sambil memasang senyum terbaiknya, [Fransisca] berkata, "Aku adalah ayahmu, Fransisca."
Fransisca pucat. Ia ingin menyangkal, namun mulutnya terkunci. Matanya melotot, tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah yang tersenyum dengan seringai. Ayah, batinnya, ayah tidak akan pernah memasang wajah seperti itu. Tapi. Fransisca merasakan emosi berkecamuk dalam dirinya, namun semua itu tiba-tiba pecah berkeping-keping ketika [Fransisca] kembali berbicara.
"Yah, tapi aku bukan Dominico itu sih," ujar [Fransisca] sambil mencabut kalung lily yang Fransisca kenakan dan memainkannya ditangan.
Fransisca tidak mengerti lagi. Ia merasakan ketakutan berada di depan orang yang mengaku ayahnya. Fransisca tidak pernah merasakan hal ini dengan ayahnya. Ia jelas bukan ayahnya. Akan tetapi, Alicia masih belum berkata apapun.
"Lepaskan, dia, dasar setan!" ujar Alicia terbata-bata.
[Fransisca] tertawa dengan nada mengejek, "Bukankah kalian semua ini harusnya iblis? Terutama kau, Alicia."
[Fransisca] melayangkan jarinya dan membuat Alicia terhempas dalam ruangan tanpa ujung itu.
"Aku yakin, kalian pasti punya banyak hal untuk dibicarakan," ujar [Fransisca] yang memutar-mutar kalung bunga lily dengan jarinya, "Tapi semua itu tidak penting."
Ia akhirnya melemparkan kalung ditangannya jauh-jauh. [Fransisca] kembali mengusap pipi Fransisca yang masih hilang dalam pikirannya dan menatapnya dalam-dalam, "Karena sebentar lagi gadis ini akan musnah selamanya."
*
"Jadi apa yang bisa kau laporkan pada kami, Rasyid."
Seluruh petinggi acara perlombaan berkumpul dalam sebuah ruangan sambil duduk mengitar sebuah meja bundar. Mellow dan Miranda, sebagai pihak sponsor duduk di salah satu ujung meja.
Namun, Rasyid duduk di salah ujung yang lain, tertunduk, "Kami sudah mencoba segalanya, dan segalanya gagal. Fransisca masih tidak menunjukkan kemajuan apapun. Data-data yang ia kirim masih tidak masuk akal bagi tim kami," ujarnya dengan nada pelan dan teratur.
"Apa tidak ada cara lain untuk membantu gadis itu menyelesaikan hal ini lebih cepat atau apapun?" desak Miranda.
"Sayangnya, sang pelaku sudah mengambil alih lebih banyak daripada yang tim kami duga sebelumnya. Seluruh jaringan komputer dan listrik sudah berada di genggamannya."
"Maksudmu, dia dapat membunuh kita kapan saja?" tanya Mellow.
"Tidak sampai sejauh itu. Ia hanya mengacaukan permainan ini dan bukan hidup kita."
"Setidaknya hidup-mu akan berantakan jika ini semua tidak selesai," sindir Miranda yang memang disetujui oleh semua orang di ruangan.
"Baiklah," ujar Mellow yang merasakan pembicaraan semakin melenceng, "kita akan menunggu hasil perkembangan dari tim Rasyid, dan sementara itu kita hanya bisa berharap yang terbaik."
Seluruh orang pun akhirnya berdiri dan meninggalkan ruangan. Rasyid yang pertama pergi, dan ia langsung kembali ke ruanga kerjanya. Mellow akhirnya sendirian di dalam dalam ruangan, dan seketika sebuah bayangan besar muncul di balik kursinya.
"Rencana kita akan tetap berjalan, Tricia."
Dengan kalimat dari Mellow tersebut, bayangan itu hilang, menyisakan Mellow yang mengetuk-ngetukkan jarinya di meja kayu tersebut.
*
Rentetan dentuman ledakan berkecamuk di langit Terra Royale.
Dinding-dindig batu berubah menjadi reruntuhan tak berbentuk di tiap sudut jalan. Dari langit, panah-panah turun seperti hujan deras. [Fransisca] hanya diam di tempat dan mengeluarkan dinding sihirnya. Ia langsung melemparkan bola magis ke arah sebuah menara, meruntuhkannya dan mengubur para pemain malang yang kemudian menguap menjadi piksel.
Zenistia dan kawan-kawannya terus menempel erat dinding sambil sesekali melepaskan tembakan. Mereka masih tidak percaya kalau [Fransisca] bangkit dari kematian.
"Jadi apa rencana kita sekarang?" ujar Tom yang sudah berubah menjadi robot.
"Bertahan selama mungkin. Panitia pasti telah mengetahui kejanggalan ini dan mulai memperbaiki sistem," jawab Zenistia pada teman barunya.
Tom hanya bisa pasrah, seperti teman-temannya yang lain. Ia baru saja menyaksikkan 'keajaiban' dimana luka pukulannya pada [Fransisca] langsung hilang begitu saja. Ia akhirnya diselematkan oleh rentetan tembakan dan lontaran roket tim Zenistia yang beberapa saat bersembunyi di dalam bangunan.
"Mungkin jika kita hancurkan semua badannya ia tidak akan pulih lagi," ujar Tom yang terdengar seperti saran, "Aku dari jarak dekat dengannya."
Zenistia hanya bisa mengangguk setuju dengan usulan Tomyang sangat riskan itu. Tom sendiri bahkan menganggap saran itu sebagai ajakan bunuh diri saat ia mengingat bagaimana Fransisca menghancurkan tim gurun saat ia menjadi musuhnya.
Sementara itu, Fransisca dan Alicia benar-benar harus mengerahkan semua kekuatan mereka untuk menahan sebuah serangan dari [Fransisca], "Apa kalian tidak sadar kalau ini semua sia-sia?" ujarnya.
Alicia melepaskan lengan putrinya. Mereka berdua sepakat untuk bekerja sama untuk setidaknya melemahkan [Fransisca], setidaknya itu yang ditawarkan Rasyid.
Fransisca masih merasa pusing saat ibunya meminjam mananya untuk mengeluarkan sihir pelindung. Ia sesaat melihat rentetan gambar buram yang tidak ia mengerti.
Alicia melepaskan bola-bola sihir yang meledak menjadi lima pada [Fransisca] namun serangannya kembali sia-sia dihadapan dinding sihir miliknya. Fransisca langsung menerjang masuk mengikuti serangan ibunya, kakinya dengan cepat melayang menghantam dinding pelindung yang begitu keras, namun semuanya tanpa hasil, dan Fransisca kembali ke sisi ibunya.
"Kau seharusnya orang yang paling tahu kalau hal ini sia-sia, Alicia. Kau tidak akan bisa mengalahkanku di permainanku sendir," ujar [Fransisca] yang kembali mengayunkan lengannya membuat Fransisca dan Alicia hampir terhempas jauh jika saja Fransisca tidak menyiapkan sihir pelindung, "Kau tentu tidak ingin putrimu sendiri mengalami apa yang kau rasakan, bukan?"
Fransisca memiliki banyak pertanyaan dalam benaknya. Semua hal ini membuatnya gugup karena ia tinggal dalam kegelapan, namun hanya satu pertanyaan yang penting baginya, "Ibu benar akan memberi tahu aku semuanya setelah ini, kan?"
Alicia hanya bisa tersenyum pada pertanyaan anaknya. Setelah ini, jika mereka selamat, pikirnya. Dan Alicia pun kembali menggenggam tangan Fransisca, meminjam mana, sebelum akhirnya menembak sebuah peluru sihir yang dengan cepat menyambar [Fransisca]. Peluru sihir itu pecah di hadapan dinding sihir [Fransisca] dan kembali lagi menyergap dari berbagai arah. Untuk pertama kalinya sejak mereka mulai bertemupur, [Fransisca] bergerak menghindar.
"Kau tahu yang itu sangat bahaya, Alicia," ujar [Fransisca] dengan sedikit nada kesal.
"Aku memang takkan bisa mengalahkanmu," ujar Alicia, "Tapi jangan remehkan kekuatan putriku."
Di depan kastil yang sudah tidak berbentuk lagi, Tom mengayunkan pukulannya dengan cepat, membuat [Fransisca] melompat kebelakang, namun ia langsung dihajar ledakan roket Tora, melemparnya ke dinding-dinding batu. Akan tetapi, gadis itu langsung bangkit lagi, lebih semangat.
Zenistia menembakkan beberapa tembakan untuk mengalihkan perhatian [Fransisca], namun gadis itu langsung membalas dengan bola-bola magis. Zenistia langsung terbang dengan sayap malaikatnya menjauh. Dari langit ia terus melepaskan tembakan.
Evelyn, yang memaksakan dirinya, mengeluarkan tegangan listrik yang walaupun kecil, menyambar [Fransisca] dengan cepat. Tom mengikuti serangan Evelyn dengan mengayunkan tinjuya dengan cepat. Sekilas listrik dan tinju Tom menyatu, menembus dinding pelindung [Fransisca] menghancurkan lengannya. Tom langsung masuk dan melemparkan beberapa pukulan, namun dinding pelindung [Fransisca] merubah targetnya dan melindungnya dari serangan fisik.
"Benar-benar gadis yang merepotkan," Tora melepaskan roketnya, memberikan jarak untuk Tom mundur. Alfan dan Troya hanya bisa melepaskan anak-anak panah, menarik perhatian sebisa mungkin.
[Fransisca] mengerang. Ia menembakkan bola magisnya ke langit, diikuti oleh peluru magis yang menembus bola magis tersebut, membelahnya menjadi ratusan, sebelum menghujani seluruh daratan.
Tim Zenistia langsung melebar, mencari perlindungan di bawah bongkahan batu atau pun atap yang masih tersisa.
Jumlah peserta sudah menunjukkan angka 9, dan area permainan hampir berpusat seluruhnya di Distrik Medieval dan Collosseum. Zenistia panik. Satu orang lagi masih bersembunyi di antara mereka. Ia berharap orang itu tidak menyerang dalam bayang-bayang.
Setelah kelelahan oleh serangan Alicia yang semakin kuat akibat mana Fransisca, [Fransisca] akhirnya memutuskan untuk melakukan serangan lebih kuat, "Kau memaksaku melakukan ini, Alicia."
"Fran…sca…apa…dengar…" suara Rasyid mulai samar-samar terdengar, "….dikit…gi…"
[Fransisca] mengangkat jari telunjuknya dan sebuah lingkaran hitam muncul di atasnya. Dan tiba-tiba pusaran angin kencang berhembus, menarik Fransisca. Alicia langsung berusaha menarik lengan putrinya, namun [Fransisca] menganyukan lengannya membuat Alicia terhempas.
"Hentikan! Kau juga tidak akan mendapatkan apapun dari semua ini setelahnya!" teriak Alicia.
[Fransisca] hanya tersenyum, "Semuanya baru akan dimulai setelah ini, Alicia." Lingkaran di atas jari telunjuknya makin besar
Fransisca berusaha menahan namun kakinya tidak kuasa menahan tarikan yang ia terima. Ia melemparkan bola magis berharap mengacaukan konsentrasi [Fransisca] namun dinding pelindung itu terlalu kuat baginya.
Langit Terra Royale langsung terdistorsi. Langit biru dengan awan putih yang menenangkan itu langsung berubah menjadi statis, berubah menjadi kumpulan balok biru, lalu balok merah, sebelum akhirnya menunjukkan [Fransisca] dengan gumpalan lingkaran hitam di atas jari telunjuknya dan Fransisca yang mencoba menjauh.
Tiba-tiba [Fransisca] yang berada di dalam permainan meraung, mengeluarkan dinding pelindung yang langsung melebar hingga membuat Tom terhempas dengan kuat. Mulutnya terngaga ke langit.
Fransisca sudah tidak kuat lagi. Sirkuit sihirnya berubah menjadi putih. Ia hanya bisa menyiapkan sihir pelindung terbaiknya. Namun, Alicia berteriak sekuat mungkin pada putrinya tersebut.
"Sayangnya kita tidak akan bertemu lagi, Fransisca."
Dan dengan kalimat itu [Fransisca] langsung melemparkan gumpalan hitam di jarinya pada Fransisca yang langsung terlahap di dalamnya. Fransisca merasa dingin di dalamnya. Dia merasa badannya dirantai, dan seluruh tubuhnya dipaksa untuk tunduk. Suara-suara datang menyergap dirinya. Bunyi nyaring memekakan telinganya. Matanya serasa ingin keluar.
"Kau merasa ketakutan?"
Fransisca mengerang. Tiba-tiba lingkaran itu meledak, dan Fransisca langsung terkulai lemas.
Ia tidak bisa merasakan sihir mengalir dalam dirinya.
Ia merasa kehilangan nafas.
Layar langit Terra Royale pun kembali seperti biasa setelah beberapa gambar statis. Orang-orang hanya bisa saling melihat satu-sama lain.
Fransisca hanya bisa terngaga. Mulutnya berusaha mencari nafas, namun semakin ia mencobanya, semakin lemas ia merasa. Ia berusaha menembakkan peluru magis terakhirnya, namun tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa dalam tubuhnya.
Fransisca melihat sirkuit sihirnya perlahan musnah dari tubuhnya. Seluruh garis oranye di tubuhnya perlahan memudar, mulai dari kaki merayap hingga badan, tangan, lengan, hingga wajahnya, merayap peralahan seperti kematian akhirnya sampai di depan matanya.
[Fransisca] berjalan menuju gadis yang sudah terkulai lemas di hadapannya. Ia menatapi gadis yang bahkan sudah tidak kuat menahan berat kelopak matanya. Perlahan sirkuit oranye muncul bercabang dengan sirkuit sihir yang sebelumnya sudah ada pada [Fransisca] ia memperhatikan cabang-cabang sirkuit sihir itu menyatu, membuat sambungan hingga tidak ada celah yang tertutup, hingga akhirnya sirkuit sihir itu terputus di bagian tanduk kepalanya. Sirkuit sihir itu tidak menyambung hingga tanduk kirinya.
[Fransisca] langsung menatap Alicia penuh dendam, tangannya dan bibirnya bergetar, ia tidak mampu menahan lagi teriakannya, "Alicia!"
Alicia hanya diam dan memalingkan wajahnya dari [Fransisca].
"Kau…kau memang…" [Fransisca] kehilangan kata-katanya, "kau selalu seperti ini…Kau tidak pernah berniat membunuhku!"
"Aku tidak akan pernah bisa membunuhmu, Thanatos."
Thanatos geram. Ia tidak akan menghilang sendirian kali ini. Ia akan membawa Alicia bersamanya. Namun begitu melangkah, ia menyadari tubuhnya perlahan mulai memudar. Sirkuit-sirkuit sihirnya mulai menyusuri jejaknya kembali, mundur hingga ke titik awal.
"Kau tidak pernah menghormati perjanjian kita sejak awal, Alicia. Kau…aku seharusnya tidak percaya denganmu sejak awal."
"Suatu saat kau akan mengerti, Thanatos. Suatu saat."
"Jangan bicara lagi padaku tentang itu!" badan Thanatos sudah hampir sepenuhnya hilang, menyisakan wajahnya yang campur aduk menahan tangis dan amarah, "Kau tidak mengerti…Kau yang tidak mengerti, Alicia. Kau…tidak akan pernah mengerti…"
Dan dengan begitu, Thanatos menghilang. Ia menguap seperti embun di kaca pada pagi hari.
"Fransisca kau bisa dengar suaraku?" suara Rasyid kini terdengar jelas di ruangan server, "Kau berhasil. Entah bagaimana caranya. Aku akan mengembalikkanmu ke dalam permainan dengan segera."
Dan kemudian kembali hening.
Alicia hanya tersenyum lega. Ia kemudian melangkah mendekati putrinya. Garis-garis oranya perlahan muncul di sekujur tubuh Fransisca. Sirkuit sihirnya mulai kembali.
"Fransisca," ujar Alicia perlahan pada putrinya yang tertidur di pangkuannya, "Maafkan ibu, Fransisca. Ini semua salah ibu."
Fransisca masih belum tersadar, namun wajahnya kini lebih tenang dari sebelumnya.
"Sepertinya ibu tidak bisa menepati satu janji lagi denganmu."
Perlahan tubuh Alicia memudar. Ia tidak bisa lagi merasakan sihir mengalir dalam tubuhnya. Tangannya yang sudah tidak bernyawa itu ia gerakkan dengan susah payah untuk membelai rambut anaknya.
"Semuanya akan berubah, Fransisca. Mungkin hidupmu akan berada di tengah bahaya lagi, dan ibu tidak akan bisa berada di sana lagi bersamamu."
Sirkuit sihirnya akhirnya telah pulih seutuhnya. Seketika sebuah cahaya putih menyelimuti dirinya.
"Tapi ibu tahu kau pasti bisa melewatinya. Kau selalu bisa melewatinya."
Dalam balutan cahaya putih yang menenangkan itu, tanduk Fransisca perlahan pulih. Cahaya itu semakin terang seiring tanduk Fransisca pulih, dan Alicia perlahan pudar.
Seperti sebuah ledakan, cahaya putih itu menyebar ke segala penjuru ruangan. Meninggalkan Fransisca seorang diri.
Sementara itu para peserta yang tersisa masih terus berusaha menembus dinding pelindung [Fransisca] yang tidak kunjung hilang. Tiba-tiba dinding pelindung itu musnah, dan mereka bisa menyerang [Fransisca] secara langsung. Akan tetapi kekuatan regenerasinya masih terlalu cepat untuk mereka semua.
Zenistia melepaskan tembakan dengan cepat, diikuti teman-temannya yang lain dengan susah payah. Sisa piksel di tubuh Fransisca sudah seharusnya membuat dirinya musnah, namun ia masih terus mergenerasi pikselnya.
"Ini tidak akan selesai-selesai," keluh Zenistia.
Tiba-tiba sebuah rentetan tembakan terdengari dari sebuah koridor panjang dekat kastil. Tubuh-tubuh [Fransisca] langsung rusak ditembus deretan peluru, dan tiba-tiba tiga buah granat dengan cepat terlontar ke arah [Fransisca], meledak bersamaan, dan membuat tubuhnya menghilang. Tidak ada jejak piksel dirinya menguap ke udara.
Tim Zenistia sontak kaget dengan kemunculan orang tersebut, mereka menyiapkan senjata masing-masing, mengepung pria dengan wajah kaku yang melompat keluar koridor.
Sebelum akhirnya sebuah sirine lantang berbunyi di seantero Terra Royale.
Suara Mellow muncul dari balik speaker, "Aku ucapkan selamat untuk seluruh peserta yang sudah berhasil sampai tahap ini. Kalian adalah pejuang yang hebat. Zenistia, Alfan, Evelyn, kalian sudah berhasil menciptakan kombinasi yang bagus. Tora dan Troya kalian benar-benar sudah bisa bertahan walaupun kalian tidak memiliki kemampuan khusus. Tom kau benar-benar bisa menyudutkan gadis itu dengan baik. Lalu Abu, kau benar-benar selalu muncul disaat yang tepat," ujar Mellow, "dan terakhir, tentu saja, Fransisca."
Seluruh orang langsung melihat ke arah dimana [Fransisca] berada barusan dan menyadari gadis itu tertidur.
"Yah sebaiknya kita tidak menggangu dirinya."
Dan sesaat hening.
"Seperti yang kalian ketahui, terdapat kesalahan teknis dalam permainan ini sebelumnya, jadi aku harap kalian dapat menunggu beberapa saat."
Seluruh peserta saling memandang.
Apakah semua sudah berakhir?
Semua berharap seperti itu.

Komentar

  1. "CHEATER BANGSAT!!!"
    Terimakasih sudah mewakili perasaan karakter saya yang masuk kesini.

    Eksplorasi karakternya terasa "rich" dan gimmick masing2 karakter tergambarkan dengan jelas.
    Juga intens.

    Endingnya terasa "digantung" secara sengaja. Yg mana itu bagus. Gak bikin "Yah mati beneran" or else.

    8/10 dri Tora Kyuin

    BalasHapus
  2. urgh endingnya

    selain itu saaya bisa enjoy cerita ini. sayangnya saya ga dapat hal yang memorable d cerita ini.......

    8/10
    chalice

    BalasHapus

Posting Komentar