[ROUND 1] Rizka Ambarwati - Aku Lupa!


[Babak 1]

Oleh: Hinata Ummi


Senja itu, mereka berdua duduk berdampingan di atas sebuah batu karang. Menikmati semilir angin sepoi. Berpadu dengan senandung burung bangau yang kaget mendengar bunyi tembakan. Terbang berseliweran kesana-kemari.

"Jadi, kenapa kau bisa mati?"

Suara renyah itu memecah lamunan Rizka. Seperti tidak mendengar suara tembakan tanda mulai berlari tadi.

"Heh, aku ngomong sama kamu loh!"

"Siapa? Aku?"

"Ya kamulah Rizka, emangnya ada hantu lain?"

"Bisa jadi kamu ngomong sendiri, kan?"

"Ih, ngeselin!"

"Ya ampun Neng, gitu doang!"

"Habisnya…"

"Lagipula, setahuku ada hantu lain selain kita, tapi aku ga tahu namanya siapa. Ga dipublish di papan. Tapi ada di daftar peserta, aneh kan? Mungkin dia aib? Entahlah."

"Elah, bodo amat lah. Timbang jawab aja susah amat, sih?"

"Gitu aja baper amat, sih? Dasar cewek! Aku kejepit batu!" Rizka memutar bola matanya. Mulai kesal. Ini cewek udah pushy, baperan pula. Nyusahin!

Tadinya Rizka pikir karena sesama hantu mungkin akan menyenangkan. Apalagi dari dua puluh makhluk sesama peserta yang sudah ditemuinya, tidak ada satupun yang bisa melihatnya kecuali Dian. Tapi, melihat kondisi sekarang ini, Rizka sedikit meragukan keputusannya.

"Ada batu jatuh gitu? Terus kamu mejret terhimpit?"

"Bukan, jadi gini. Ada dua batu, terus aku di tengahnya kejepit, jret mati deh,"

Penjelasan macam apa ini?

"Kok bisa batunya menjepit kamu? Ada yang dorong gitu?"

"Bukan, batunya bergerak sendiri terus aku kejepit," balasnya lagi. Sebenarnya Rizka sendiri juga tidak yakin. Mana mungkin batu seberat lima puluh kilogram bergerak sendiri menimpanya? Pasti ada yang mempengaruhi batu itu, entah manusia entah tenaga gaib. Tapi ia tak punya bukti.

"Hah? Kenapa kamu ga yakin gitu?" Sembur Dian tiba-tiba.

"Ya anggap aja itu karma karena aku marah ke ibu."

"Kamu marah ke ibumu karena apa?"

"Karena Bang Bobi Kirantara."

"Jangan bilang Bobi Kirantara itu adalah Bang Bokir?"

Sekali lagi, Rizka memutar bola matanya. Bukannya sudah jelas? Bobi Kirantara kan disingkat jadi Bokir. Tapi sekali lagi itu hanya terucap di hatinya saja.

"Kalau kamu? Mati kenapa Dian?" Rizka memutuskan mengalihkan pembicaraan. Malas membicarakan proses kematiannya.

"Aku… tidak mati."

"Lah kalau kamu tidak mati, lantas kamu ini apa? Dedemit?"

"Mirip! Aku manusia yang dikutuk jadi jin!" Dian menatap sedih ke arah horizon laut di hadapan mereka.

"Oh jadi kamu ini sejenis jin kayak jin Ifrit gitu, ya?"

"Aku selir dari salah satu Jin Ifrit," Dian menghela nafas panjang ketika menyebutkan kalimat itu ke Rizka.

"Turut bersuka cita, semoga kamu ditempatkan di sisinya yang terbaik."

Mereka kembali terdiam. Entah apa yang dipikirkan Dian. Rizka tidak tahu. Saat ini, yang benar-benar menarik perhatiannya adalah keberadaan makhluk-makhluk aneh yang ada di belakang mereka.

"Hei Dian, kamu tahu? Ada yang aneh dengan tempat ini," Rizka bangkit dari tempat mereka berdua bersandar. Masih menghadap ke arah laut lepas, tempat dimana para Megalodon dan Mosasaurus saling berburu para peserta turnamen.

"Aneh? Bukannya kita disini aja udah aneh?"

"Bukan, pulau ini familiar dengan yang ada di film Jurasic Park. Kamu tahu film itu ga?"

"Ya tahulah! Film itu kan terkenal banget! Aku inget, itu film pertama yang kutonton sama cewekku sebelum aku dikutuk jadi jin."

Alis Rizka terangkat naik," cewek? Jangan-jangan kamu lesbian, makanya dikutuk?"

"Enak aja, aku cowok tulen!" sambil bertopang dagu Dian menatap senja keemasan di ufuk barat pulau.

"Kok mau sih dijadiin selir ifrit?"

Bagi Rizka itu adalah hal paling tidak masuk akal. Dia sendiri hantu. Makhluk yang bahkan diragukan kehadirannya oleh manusia. Lah, ini jin Qarin seperti Dian, lebih tinggi derajatnya dari hantu, kok mau-maunya jadi korban iklan pelangi.

"Itu namanya menerima nasib, Neng. Dunia Jin beda dengan Dunia Hantu. Aku ini, hantu bukan, jinpun setengah jalan. Dibilang hantu aku punya sifat jin. Dibilang jin juga aku terlalu lemah. Jin lemah sepertiku butuh perlindungan dari jin kuat. Golongan jin mana lagi yang lebih kuat dari ifrit? Lagipula, sama enaknya kok pas jadi cewek atau jadi cowok."

"Hah? Terus kamu jadi Gay dong? Hidup lesbian, mati jadi Gay, laknat amat!"

"Hati-hati kalau bicara! Lagipula, hidup aku punya batang, mati aku punya lobang! Kek gitu mana bisa disebut LGBT! Kau membuatku terdengar sangat buruk, tahu ga sih?"

"Memang buruk, kan? Lagian jadi hantu gentayangan yang terkutuk aja udah buruk, ini kamu malah jadi hantu gay terkutuk di tubuh wanita yang jadi selir jin ifrit. Apalagi yang bisa lebih buruk dari itu coba?"

"Jadi hantu biseksual gentayangan yang dikutuk jadi wanita, selir dari ifrit yang dikejar sama T-rex yang ngamuk karena kehabisan mangsa," jawab Dian dengan nada datar. Menatap hampa membelakangi senja.

Ketika berbalik, Rizka melihat, seratus empat puluh delapan peserta yang tadinya dikumpulkan dalam satu lingkaran kini sudah kabur dan berserakan tidak lagi di tengah lapangan pasir pantai. Sebagian memilih menaiki kendaraan yang disediakan NGSR, promotor yang dipilih Rizka, berseliweran. Sebagian lainnya memilih berenang melawan Megalodon dan Mosasaurus lewat jalur laut. Sebagian lainnya memilih berlari ke tengah hutan. Sisanya? Jadi daging berserakan di tengah pasir pantai, habis dibantai predator berkaki dua. Sayang mereka tidak gentayangan juga seperti Rizka dan Dian. Kan seru kalau mereka semua gentayangan.

"Ya enggak mungkinlah itu T-Rex ngejer kita, Dian. Kita itu hantu! Paham?" Rizka masih santai berdiri menatap T-Rex yang mengaum keras berlari ke arah mereka.

"Kamu tuh bego atau gimana sih? Rizka, itu monster ngejer kita." Dian sudah mulai bergetar tubuhnya karena ketakutan.

Begitu melihat T-Rex itu semakin mendekat, sadarlah Rizka betapa berbahayanya kondisi mereka saat ini. Sekarang, rencana paling awesome tentang memenangkan turnamen ini dengan fabulous yang ia tulis di CV terasa rencana paling bodoh dalam sejarah kehantuannya.

Menang dengan fabulous? Seriously? Ga mati dua kali aja kayanya langka banget, batin Rizka dalam hati.

"Kalau begitu…," Rizka menjeda kalimatnya," kita terbang!" Rizka terbang menghindari T-Rex.

Disusul oleh Dian yang memaki-maki Rizka dengan kesal," anjir, kampret lo! Kampret!"

"Ku bukan kampret kakak! Ku hanya setan cantik fabulous dengan segala keindahannya! Lagian, ini T-rex ngapain sih ngejar kita. Kita kan hantu, emang dia bisa lihat kita apa?" Balas Rizka atas maki-makian yang diteriakkan Dian demi kencangnya terbang mereka.

Tak berapa lama berselang, suara geraman dari T-Rex semakin menjauh. Entah apa yang mengalihkan perhatian T-Rex itu. Entah masih akan mengejar atau tidak. Yang penting saat ini mereka aman.

Sementara itu, di hadapan mereka terhampar hutan luas yang menyajikan kombinasi suara nguik-ngurak yang mengerikan. Lebih mengerikan daripada yang sering ia dengar di kuburan tempat ia mangkal.

Pohon-pohon rindang dengan sulur menjulur dari dahan-dahan di atas kepala mereka, mirip seperti sulur panjang yang sering dipakai oleh Tarzan saat ber-auwo ria. Tanaman merambat yang mengelilingi pohon-pohon tinggi. Serangga-serangga kecil yang berterbangan di sekitar mereka.

Semakin dalam mereka memasuki hutan, semakin kuat aroma lembab hutan yang mengganggu hidung. Sepaket dengan warna senja menggelap lengkap dengan aura halloween-nya.

"Hutan ini mirip seperti hutan di Kalimantan ya. Gelap, basah, dan dingin. Kuyang kalau ikutan kesini kayaknya bakal bersorak-sorai," Ucap Rizka asal. Lupa, Kuyang kenalannya bukan setan, tapi hanya anak manusia yang belajar ilmu hitam.

"Riz, kamu harus tahu suatu kenyataan buruk," kembali Dian mengeluarkan suara tercekatnya," se-sepertinya kita diintai sesuatu."

"Udah deh, jangan mengada-ada. Dari tadi kamu tuh…" Rizka terdiam. Ia terhenti begitu mendengar suara mendelisik di sisi kanannya.

"Kamu tahu? aku baru ingat, tadi kata salah satu pegawai NGSR, di hutan ini, ada delapan ekor velociraptor dan sepasang T-Rex. Ku-kurasa ini… raptor," Dian menatap awas pada setiap siluet yang bergerak di sekitar mereka.

"A-ada Om Chris Prat ga yah?" Rizka bercanda mencoba untuk menenangkan diri," me-mereka mendeteksi mangsa dengan bau, kan ya?" balas Rizka pada Dian, berusaha setenang mungkin. Kini bagian belakang tubuh mereka sudah saling bersentuhan. Saling membelakangi. Saling mengawasi sekitar.

"I-iya."

"Be-berarti kita aman, kan? Hantu tidak punya bau badan, kan?"

"Kata siapa? Kita punya bau badan…," Dian menatap kanan kiri. Siluet hitam setinggi 2 meter melompat silih berganti dari setiap penjuru.

"a-ah, masa? Bu-bukannya bau badan kita hanya bisa dicium sesama hantu?" balas Rizka tidak mau kalah.

"Sa-sayangnya tidak. Kau kira kenapa manusia bisa mencium bau melati atau bau busuk saat kita datang?"

Wajah Rizka yang sudah putih semakin memutih mendengar informasi itu.

"Ta-tapi kan mereka cuma mendatangi bau daging saja," Rizka mencoba bernegosiasi dengan kenyataan. Apapun, apapun yang bisa menghilangkan kemungkinan bahwa delapan velociraptor yang kini sudah jelas wujudnya sedang berusaha menjadikan mereka mangsa.

"Sa-sayangnya, mereka memang datang karena bau daging…," dalam nada tenang yang mencekam Dian melanjutkan,"…dan aku baru menyadari sumber baunya darimana."

"Da-darimana?"

Seluruh velociraptor itu sudah berkuda-kuda untuk menyerang mereka.

"Da-dari daging rusak di punggung lo, bodoh! Dasar Sundel Bolong!"

"Waaaaa~~~~," mereka merunduk bersamaan dengan melompatnya ke delapan raptor ke arah mereka.

Tepat saat gigi-gigi tajam itu siap untuk menerkam daging kedua makhlus itu, "hei!! Awas!!" yang diikuti dengan banjir bandang sesaat entah darimana datangnya yang menyingkirkan ke delapan velociraptor itu menjauh dari kedua lelembut yang ketakutan.

"Tu-tuh kan," ucap Rizka setelah beberapa menit tak merasakan gigitan hewan buas yang siap menyerangnya tadi," kita tuh hantu, ga mungkin itu hewan buas bisa menggigit kita. Ki-kita udah mati, ga mungkin mati lagi."

"Rizka, kau bodoh atau bagaimana? Kita tidak digigit karena orang itu meyelamatkan kita, tahu?"

"Kalian tidak apa-apa?" Balas suara lembut dari salah satu sisi mereka. Menyadarkan Rizka bahwa kata-kata Dian ada benarnya.

Ada seorang pria berambut putih yang memakai kimono berwarna biru tua sedang mendekat ke arah mereka.

"Tunggu, kamu siapa? Kamu bisa melihat kami?" Hanya itulah yang bisa Rizka katakan menanggapi kehadiran manusia tak diundang yang menolong mereka barusan.

"Mohon maaf atas ketidaksopanan saya. Perkenakan saya Ameyuki, apakah kalian tidak apa-apa? Apakah kalian terluka?" Sedikit membungkuk penolong mereka memperkenalkan diri.

"Ya, kami aman. Kamu, kenapa kamu bisa melihat kami?" jawab Dian sambil membersihkan pakaiannya yang berantakan. Roknya sedikit tersingkap, membuat Ameyuki menyingkirkan matanya dari Dian.

"Apakah ada yang salah dengan kebisaan melihat kalian? Sepertinya bukan aku saja, tapi semua peserta turnamen ini bisa melihat kalian," jawab Ameyuki dengan nada yakin dan mantap. Seakan tak ada yang salah dengan itu semua.

"Masa?" balas Rizka tak kalah yakin," sebelumnya kalian, termasuk kau, tidak bisa melihatku."

"Tidak merespon panggilan bukan berarti tidak dapat melihat, Nona…," Ameyuki tersenyum dingin," mohon maaf boleh saya tahu nama kalian?" Balas Ameyuki dengan gestur tubuh yang sangat sopan. Membuat siapapun yang melihatnya terpesona.

"Aku Dian dan ini Rizka. Kami salah satu peserta dengan spesies Hantu di turnamen ini," jawab Dian seenaknya. Hantu pundungan ini memang tidak memahami konsep ruang pribadi.

Rizka sebal. Tanpa berunding Dian memperkenalkannya, seolah Rizka tidak ada disana. Sebenarnya Rizka tidak terlalu bermasalah, toh dia memang ingin memperkenalkan diri. Tapi rasanya sedih, kehilangan satu kesempatan untuk memperkenalkan diri sendiri dengan cara yang fabulous.

"Heh, Rizka… itu!"

Dian menunjukkan tangan Ameyuki yang menggantung di udara. Menanti untuk disambut oleh tangan tembus pandang milik Rizka. Dengan ogah-ogahan Rizka menyambut tangan itu. Sekedar untuk beramah-tamah. Padahal kalau dipikir lagi, rasanya tidak ada gunanya menyambut uluran tangan itu. Toh ketika sebelumnya Rizka menyentuh punggung pria ini untuk diajak berkenalan dia tidak merespon. Tapi apa artinya perbuatan baik dibalas dengan perbuatan buruk?

Malam mulai larut, pepohonan di sekeliling mereka sekarang hanya berupa siluet-siluet gelap. Seolah siap menerkam siapa saja yang berteduh di bawahnya. Mereka berjalan waspada menuju titik finish turnamen ini. Ameyuki atas dasar ingin melindungi dua gadis lelembut memutuskan berjalan bersama mereka. Ia tidak suka dengan lawan jenis, tapi ia juga tidak bisa membiarkan orang-orang yang butuh bantuan begitu saja. Lupa, kalau ini adalah lomba lari yang harus disegerakan kemenangannya.

Angin bergemerisik menyentuh dedaunan. Udara semakin pekat membawa aroma pegunungan yang lembab ke tengah laut. Juga membawa aroma pekat yang sangat dikenali Rizka.

"euhm… teman-teman, entah apa kalian bisa mencium aroma ini, tapi kurasa ada sesuatu yang tak hidup sedang mendekati kita," ucap Rizka waspada. Ia melihat ke kiri dan kanan. Tak melihat apapun yang mencurigakan.

"Aku… kok mencium bau T-Rex yang tadi ngejer kita ya, Riz?"

"Ga mungkin ah. Itu T-Rex kan udah ketinggalan jauh? Ma-masa dia ngikutin kita lagi? Lagipula, yang aku cium ini, aroma dari sesuatu yang telah mati," balas Rizka pasti.

"Eh tapi iya loh Riz! Bahkan sekarang dikombinasikan dengan bau Velociraptor tadi."

"Mohon maaf Nona, ijinkan saya sedikit bertanya, bukankah hanya ada dua T-Rex dan delapan Raptor di pulau ini?" sambut Ameyuki dengan wajah bingung.

Dian dan Rizka mengangguk. Rizka ingat betul membaca sensus Dinosaurus yang ada di papan pengumuman tepat setelah mereka sampai di pulau ini tadi.

"Kalau begitu, kurasa kita aman. Karena, berdasarkan instagramnya Isoul, kedua T-Rex sudah mati," ucap Ameyuki sambil menunjukkan telepon genggamnya pada Rizka dan Dian lalu melanjutkan," dan ke delapan Raptor tadi juga sudah tersapu air bah ke arah laut. Harusnya mereka semua sudah jadi mayat."

Dian dengan segera mengambil Nokia kesayangannya dari belahan dadanya. Membuka instagram dan menekan tombol cari dengan memasukkan tag #BORInfinity. Muncullah di hadapan mereka gambar-gambar swafoto dari masing-masing peserta. Ada yang sedang membakar daging Dino, ada yang sedang meminum darah Dino, ada juga yang hanya sekedar foto di atas ATV dengan latar belakang Dino.

Dian dan Rizka saling tatap. Keduanya terdiam. Merasa tidak nyaman dengan kenyataan yang mungkin akan menghadang mereka. Dari belakang mereka suara gemerisik dedaunan semakin menjadi. Seolah ada sesuatu yang dengan cepat berlari menembus kegelapan malam.

"Kalau begitu, itu apa?" tanya Rizka kembali dengan ekspresi tidak bisa ditebak.

"Kamu tuh bego atau gimana sih, Riz?"

"Elah, negatif mulu sih kamu, Dian!" balas Rizka sambil mengelus dadanya sendiri. Rizka sendiri sadar betul apa yang sedang memburu mereka saat ini.

"Kalian seperti sedang membicarakan sesuatu yang sudah jelas…," Ameyuki memotong tidak tepat waktu. Suara geraman semakin dekat, dan dari belakang mereka muncullah yang sudah dinanti-nanti.

Kedua T-Rex dan 8 Velociraptor.

Hantu mereka lebih tepatnya.

"Teman-teman, ada yang punya peta menuju garis finish?" ucap Rizka sambil berkonsentrasi dengan aura membunuh yang muncul dari seluruh dinosaurus itu. Memproyeksikannya ke dalam bentuk seekor hewan berkaki empat. Hewan apapun yang penting saat ini adalah bisa kabur dari pulau ini sesegera mungkin.

Dan solusinya adalah dengan sampai ke garis finish.

"Aku! Kurasa aku menyimpannya! Kurasa…," Dian terdiam dan merogoh ke dalam branya kembali. Mengeluarkan secarik kertas ukuran A4 berwarna cokelat usang. Membuat Ameyuki merah padam mukanya dan harus memalingkan mata. Tidak terkecuali Rizka.

"Ini dia!!"

"Kenapa nyimpen benda itu disana sih?!" teriak Rizka sambil menarik peta dari tangan Dian. Ia menghela nafas keras.

"Karena amanlah, apalagi?"

"Eum, Nona-nona, sebaiknya kita sesegera mungkin melakukan apapun yang kalian rencanakan, karena Dinosaurus itu sepertinya sudah bersiap akan menyerang…"

Rizka kembali memproyeksikan sesuatu. Mengubah energi membunuh yang dia dapat dari para Dinosaurus menjadi seekor Gajah berwarna hitam gelap yang besarnya mengalahkan pohon-pohon disana.

"Ayo cepat naik, kalau kalian malas terbang!"

Tanpa diperintah dua kali, Ameyuki dan Dian naik ke atas gajah ciptaan Dian.

"Hiyaaaaahhhh jalan!!!!" teriak Rizka dan gajah itu berlari bersamaan dengan hantu T-Rex, Raptor, dan berbagai koloni hantu dinosaurus lainnya yang entah muncul darimana.

"Anjaaaay, kenapa jadi rame gini!!" teriak Dian menatap betapa ramainya koloni dinosaurus yang mengejar mereka. Seperti melihat keluarga dinosaurus di tayangan Little Foot yang berlari ketakutan karena magma yang terlempar kesana kemari.

"Jangan bacot aja dong Dian, bantu!! Bisa telekinesis, kan? Sana lemparin itu kayu-kayu sama batu-batu! Dan kamu Ameyuki, itu jalanan kita dilempengin dong, bisa bikin air bah kok ga digunain! Naik gajah ini ga gratis!!!"

Beginilah Rizka, tidak neko-neko. Dian dan Ameyuki bahkan tidak sempat untuk memikirkan kata tidak dan segera melakukan apa yang Rizka perintahkan.

"Kiri!" Kata Rizka bersamaan dengan Ameyuki menerjang pepohonan di depannya membuka jalan.

Dian bersyah-syah ria melempar pepohonan yang hancur ke arah para Dinosaurus yang mengejar mereka. Meski lemparan itu tentu saja tidak melukai, tapi cukup untuk membuat hewan-hewan itu menghindar. Mungkin mereka kira mereka masih hidup?

"Kanan!!" kata Rizka membuat gajah berbelok ke kanan. Sigap Ameyuki langsung menerjang pepohonan dengan air bah dan membuka jalan kembali. Masih dengan Dian yang menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri bagai memerintah setiap benda yang ada di sekitarnya untuk mengahalangi jalan para Dinosaurus.


"Berhenti!!" teriak Rizka dengan sangat keras. Gajah itu berhenti dan langsung menghilang.

"Kampret!!" ucap Dian yang terlempar bersamaan dengan Ameyuki yang berkata "aduh!"

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan teman-teman, segera terbang, sekarang!!!" teriak Rizka yang dengan langsung sigap terbang dengan cepat.

Tebing setinggi 5 kilometer membuat Ameyuki dan Dian langsung terbang.

Dian dan Ameyuki juga dengan cepat menyusul Rizka. Mereka terbang dengan kecepatan tinggi menembus bebatuan. Di bawah mereka mengejar para hantu pteranodon dan pteranodon hidup. Mereka berkwak-kwak ria mengejar mangsanya. Tentu saja mangsanya adalah dua lelembut dan satu malaikat gagal ini.

5 meter…

Pteranodon itu semakin dekat dengan mereka.

3 meter…

Semakin dekat. Berulang kali mereka melemparkan apapun yang bisa dilemparkan untuk memperlambat pteranodon itu. Tak ada yang berhasil.

2 meter…

Dian melemparkan batu besar. Mendorongnya bersama dengan Ameyuki dan Rizka. Masih tidak berhasil. Pteranodon itu berhasil menghindar dengan indah dan memperkecil jarak mereka.

1 meter…

Mamak, kalau aku mati lagi sekarang, maafkan Rizka ya mak. Percayalah mak, Bang Bokir orang baik kok mak. Tolong terima bang Bokir ya mak, batin Rizka dalam hati.

20 sentimeter…

Nafas dan liur Pteranodon bahkan sudah bisa dirasakan oleh Rizka di ujung tubuhnya.


10 sentimeter…


"Demi ayam goreng di kahyangan!! Bodohnya aku…" teriak Rizka sambil menarik tangan kedua makhluk di sampingnya yang tidak tahu apa-apa.

Hilang…

Ketiga lelembut itu menghilang begitu saja.

Lenyap.

… … …

… …


.


“Dimana aku? Dimana kita? Ini dimana?” suara Dian memecahkan suasana yang mencekam.

“Di garis finish bodoh! Kita sudah sampai!” Jawab Rizka santai sambil membuka peti harta karun yang ada di titik akhir lomba lari ini.

“Kita udah sampai? Yuki mana?” tanya Dian sambil celingukan kesana-kemari.

“Disana! Dia lagi muntah-muntah tuh!” Rizka mengambil sebuah gaun berwarna merah selutut dengan model yang sama dengan yang ia pakai,“ apa ini?”

Hanya tertulis Berserk Mode Armor. Def+20, ATK+10, MAG+10, Charming+50 di label belakangnya.

“Kenapa kita bisa sampai disini secepat ini?” teriak Dian lagi sambil memijat-mijat tengkuk Ameyuki yang masih hoak-huek.

“Teleport!” teriak Rizka masih sambil memperhatikan kotak harta karunnya.

“Hah!?” teriak Dian membantu Ameyuki berdiri.

“Gaun cantik? Baiklah, simpan dulu,” ujar Rizka sambil memakai gaun barunya.

“eh, Dian, Ameyuki, duluan! sampai ketemu kembali!” teriak Rizka pada Dian dan Ameyuki yang masih terduduk lemas. Efek teleport Rizka memang berbeda untuk kalangan non-hantu.

Di hadapannya sudah ada dua pilar dengan kilatan yang saling menyambar.

“Sialan kau!” adalah suara terakhir yang didengar Rizka sebelum menghilang ditelan tengah pilar.


* * *

Komentar

  1. Gusti ya rabb, ini apaaan? Rizka sama Dian malah merenung menikmati semilir angin senja sambil bercengkerama ria, wkwkwkwk

    Belahan dada Dian itu seperti kantong doraemon yah? Apa aja masuk ke sana, wkwkwkwkwk

    Ameyuki tipe gentleman, cewek biasa seharusnya bakalan gampang jatuh hati. Tapi berhubung dua cewek ini gak normal, jadi lempeng aja mereka mah ya~

    Wadoo, endingnya trio lelembut itu menghilang begitu saja.

    ah iya, Rizka bisa teleportasi.


    KENAPA GAK DIGUNAIN DARI TADI?!

    Point : 8
    Entry yang bikin saya enjoy baca karena diselingi banyak guyonan.

    OC : Dian

    BalasHapus
  2. Jadi ngerti gimana jadinya tante2 rempong ikutan balapan, kecuali mereka ghaib.

    Andai kemampuan teleport dipake sejak awal. Cerita bakal selese dalam satu paragraf, langsung nyampe ga perlu ribut2. Tapi emang ga seru si.

    Cukup enjoyable buat entri guyonan.

    Nilai 7/10

    - Nadaa Kirana

    BalasHapus
  3. Seru dan menghibur banget. Kombinasi guyonan dan aksinya menurutku seimbang dan gak ngebosenin.

    Nilai minumnya kurasa g ada deh.

    Dikasih 9/10 dari Zenistia Nisrina

    BalasHapus

Posting Komentar