[Ronde 1] Riven - Seorang Sempai dan Seorang Rival

By: Vania z.

Empat buah shuriken melayang di udara, terbang menuju ke sebuah papan target bersiluet manusia. Satu menancap di dada kiri, dua menancap jauh di tembok belakang dari papan itu dan satu lagi mengenai jantung sayangnya pada sisi tumpul dan terjatuh.
Riven, Ninja muda pemilik shuriken itu menghembuskan nafas kekecewaannya. Ia memiliki ketangkasan seorang ninja, kemampuan strategis seorang ninja, tapi teknik pemakaian alat ninjanya jauh di bawah ninja sebayanya.
Terlebih dalam hal akurasi, ia bahkan yang menjadi yang terburuk dalam kelasnya. Bahkan ia masih tidak mengerti mengapa ia dianggap kompeten untuk melakukan misi lapangan pertamanya itu.
Hampir seminggu lalu ia tengah berada di sebuah mansion tempat ia harus mengeksekusi bos kartel narkoba yang berpusat di negara tropis. Tugasnya berakhir dengan sebuah headline yang menyatakan terjadi pemberontakan oleh bawahan sang bos dan dalam baku tembak yang terjadi tidak ada korban yang selamat kecuali para pekerja hasil penculikan.
Begitu cepat dunia berputar, kini ia berada di sebuah ruangan firing range Hotel yang bahkan bukan berada di planet atau dimensinya sendiri.
Sekali lagi ia mengambil empat buah shurikens dari balik gi-nya, mengayunkan lengan dan berharap kali ini ia mengenai target.
Satu terjatuh karena mendarat di bagian tumpul sedangkan tiga yang lain menancap tapi tidak dalam area siluet manusia.
“Bisa seharian lagi aku di sini” ia memarahi diri sendiri.
Beberapa para kandidat pembalap/petarung lain juga mengisi jalur firing range lain tidak menghiraukannya.
Termasuk dirinya ia adalah bagian dari seratus lebih kandidat acara balap dan tarung yang digelar di dimensi yang berbeda dengannya. Alasan Riven bisa di sini adalah karena undangan seorang android yang merekrutnya di Bandara.
Saat itu Riven tengah menunggu pesawat untuk kembali ke negara aslinya. Tentu saja sebagai Ninja ia harus memilih tempat menunggu yg tidak menjadi perhatian banyak orang, sebuah platform di atas ruang proses bagasi. Mengenai bagaimana ia bisa berada di situ, menjadi ninja tentu saja haru mudah menyelinap kemana-mana.
Namun di atas platform tersebut seseorang mendekatinya ia bersiap lari dan berpindah lokasi. Tetapi suara orang tersebut menghentikannya. Dua alasan, ia memanggil nama Riven langsung dan juga suara itu tidak terdengar seperti manusia melainkan seperti sebuah voice generator.
Orang itu memperkenalkan dirinya sebagai angka nomor serial yang membuktikan kecurigaan Riven. Pria di depan matanya saat ini adalah seorang android mandiri.
Di dunianya sendiri kemajuan kepintaran buatan masih tergolong sangat dasar. Tidak ada yang namanya robot yang mampu menjawab pertanyaan secara mandiri.
Ia memperkenalkan diri dan juga menceritakan kronologis ia menemukan Riven, dengan alasan mencari petarung kuat di dimensi yang dikunjungi ia disarankan menghubungi klan ninja Riven, Araknid Ungu.
Ketua Klan sendiri telah memberikan rekomendasi anggotanya yang cocok mengikuti ajang ini. Beberapa senior Riven sendiri sudah ada yang menyetujui untuk ikut acara balap dan tarung di dimensi lain ini.
“Apa untungnya buatku mengikuti lomba ini?” tanya Riven, walau ia sudah sangat senang dalam hatinya.
“Selaku yang terdepan dalam inovasi dan Industri, NGSR dapat memberikan alat yang memudahkan tuan Riven dalam memakai dan menggunakan perlengkapan Ninja, tentu saja itu kalau than dapat memeñangkan pertandingan ini!”
Android ini telah melakukan risetnya dengan baik. Tapi bukan hal itu yang diinginkan Riven.
"Hei, kau bisa menembakkan laser? Ada berapa sensor pandanganmu? Berapa kuat genggamanmu? Apakah kau merasakan sakit?"
"Affirmative. Delapan macam sensor. Sekitar 2.4 Ton. Tidak."
"Pertanyaan terakhirku, kalau aku menang kau bisa menjadikan aku cyborg atau augmented?" tanya Riven berdasarkan beberapa referensi pop culture yang ia ketahui.
"Affirmative, teknologi yang dimaksudkan sudah dikembangkan sangat terdepan oleh NGSR industries!"
“Aku ikut!” jawab Riven sembari sekali lagi melemparkan empat buah shurikens ke papan target, ia mengulangi jawaban yang ia berikan kepada sang android.
Sekali lagi hasil lemparan tersebut sangatlah mengecewakan. Tepat selusin ia telah melemparkan shuriken ke target hanya itu jumlah yang ia miliki di dalam kantung gi-nya. Kini ia menekan dua buah tombol yang digunakan untuk memajukan papan target serta mengumpulkan peluru.
Layar televisi di ruangan itu segera berbunyi menampilkan trailer dan panduan mengenai putaran pertama ajang ini.
Mengantungi seluruh shuriken ke dalam pakaiannya Riven meninggalkan ruangan dan bersiap menjalankan ronde pertamanya.
* * *
Petugas panitia telah selesai mengulang kembali briefing tugas peserta dibalik perisai titik start ini. Puluhan pteranodon di udara tengah mengintai para peserta yang berkumpul.
Riven sembari mendengar briefing tersebut telah memakai jetpack yang disediakan.
Sama sepertinya, beberapa peserta lain telah menaiki kendaraan masing-masing maupun ATV yang telah disediakan oleh panitia. Dua kelompok peserta lain juga sudah berkumpul di sisi utara dan timur dalam perisai sepertinya mereka ingin bergegas menggunakan perahu motor, para pengguna perahu motor ini telah berkelompok masing-masing.
Sama seperti pikirannya beberapa senior ninja klan Araknid Ungu juga sudah memakai jetpack.
Para Ninja tentu saja memiliki kepercayaan diri tinggi dengan kelincahan dan ketangkasan mereka. Jetpack akan menambahkan kecepatan serta kemampuan mereka bermanuver baik di darat dan udara.
Begitu sang panitia menekan tombol remote yang ada di tanganya ia segera berteleportasi kembali ke hotel.
Perisai energi memudar dari puncaknya ke bawah. Alhasil para petranodon bisa memasuki titik start tapi para peserta belum bisa meninggalkan tempat itu.
Seekor petranodon menukik dengan paruh panjangnya ke arah Riven. Ia melompat mundur menghindari sang predator dan dengan bantuan jetpack Riven melancarkan tendangan berputar di udara.
Tenaga centrifugal dari hembusan roket itu memberinya dampak serangan besar terhadap petranodon. Kadal terbang itu terjerembab jatuh di pasir. Tanpa mengurangi momentum udaranya Riven segera melayang maju dan dengan sengaja menginjak kepala petranodon tepat di kedua mata kirinya.
Dengan hisapan roket, tenaga yang diberikan tentu saja melebih tekanan berat badan Riven. Riven berhenti saat ia yakin telah terdengar patahan di rahang bawah petranodon.
“ini akan sangat mudah!” dengan dorongan kesombongan setelah menghabisi seekor petranodon ia melesat maju berlompatan ringan di atas pasir, melewati beberapa peserta yang juga tengah bergelut atau dikejar petranodon lain.
Semakin mendekat ke hutan serangan para kadal terbang itu semakin menipis, dan saat Riven sampai ke bibir hutan, ia berhenti dan memperhatikan ke belakang. Tidak ada ppetranodon yang mengejarnya lagi. Sepertinya mereka menghargai ladang perburuan masing-masing.
“Raptor dan t-rex yah?” ia melihat ke arah hutan yang juga dipagari oleh pohon-pohon masa dinosaurus. Dari trailer dan briefing panitia ia sudah mengetahui rintangan apa yang ada di dalam hutan ini.
Menapak, lalu memberikan hentakan roket sekaligus meloncat Riven menambah percepatan dirinya dalam setiap lompatan. Semakin lama bahkan ia tidak lagi menapak di tanah, melainkan pada batang pohon untuk menghindari daratan dan penyergapan reptil yang menguasai daerah ini.
Tapi bukanlah Riven namanya jika tidak terlalu percaya diri dan salah dalam menggunakan peralatan, di loncatan terakhirnya alih-alih menekan cepat hembusan roket di jetpack ia salah memperhitungkan waktu untuk mengangkat jempolnya.
Ia kini terbang terlalu cepat dan menuju ke salah satu batang pohon. Ia tidak bisa melakukan manuver untuk menapak karena yakin ia akan mematahkan lututnya. Riven memilih untuk berputar dan membiarkan pohon itu menabrak punggungnya yang saat ini tengah mengenakan jetpack.
Hantaman yang tak terelakkan.
Rasa sakit segera menjalar dari seluruh punggung Riven, jetpack dan juga lapisan zirah rantai dibalik bajunya tak cukup untuk meredam benturan tersebut.
Pandangan Riven saat ini adalah tanah rerumputan dimana ia sedang jatuh bebas dengan kepala duluan. Ia tidak bisa melakukan safe fall dengan kondisi kesakitan ini, mungkin saja ini akhirnya, seorang ninja gagal di ronde pertama akibat kecerobohannya sendiri.
Beberapa meter mencapai tanah sebuah kunai mendarat di tanah disusul sekelebatan biru yang ternyata merupakan orang menangkap jatuhnya Rivèn.
Mencium bau propane bocor, pria itu segera melepaskan jetpack Riven  dengan lihai dan cekatan, lalu melemparkannya melambung ke belakang.
Saat kesadaran Riven mulai kembali utuh pandangan yang ia lihat adalah ninja berkulit biru dan tepat di belakangnya sebuah ledakan jetpack yang tidak menganggu pria itu.
Iya tidak perlu dijelaskan, Pria biru yang dilihat oleh Riven di depan matanya ini benar-benar cool.
Masih sempoyongan oleh rasa sakit yang diterima di punggungnya ninja senior itu membopong Riven ke pohon yang sama dan menyanderkan dirinya di sana.
“Kau baik-baik saja kan?”
“Terima kasih senior, Riven dari klan araknid ungu tidak akan melupakan kebaikan senior.”
“Elah, terlalu formal kamu, Oni saja tidak perlu kata senior itu.”
Melihat wajah Riven yang sudah mulai kembali segar dari kepanikannya. Oni mengulurkan tangan ke arah Riven.
“Sudah bisa bergerak?”
Riven menyambut tangan itu yang menariknya berdiri, tidak ada permasalahan di tubuhnya kecuali rasa kebas di punggungnya.
“Seperti biasa, memar dan bengkaknya  keluarnya besok.”
“Biasa? Ninja mana yang terbiasa terjatuh?”
Komen itu sedikit menusuk ego Riven. Tetapi apa yang bisa ia katakan? Ninja senior di depannya ini memang lebih ahli dari dirinya.
“Mari segera bergerak sesegera mungkin, hutan ini tidak cocok untuk beristirahat.”
Sebagai ninja tentu saja gerakan mereka berdua lebih cepat daripada manusia biasa, Riven berkelebatan di antara pohon dan tanah hutan sedangkan Oni walaupun tidak berlompatan ia memakai kunai-nya sebagai alat teleportasi.
“Apakah senior bisa mengajarkan teknik teleportasi tersebut? Itu kemampuan klan senior Oni kah?” Riven membuka pembicaraan sembari bergerak bersamaan.
“Klan Ninjo jomblo hanya mengajarkanku bagaimana, menjadi pria sejati! Kemampuan ini adalah kemampuan yang kumiliki dari lahir!”
Persis seperti pengendalian mental Riven, sebuah kemampuan yang dimiliki dari lahir alat seperti belati psychic-nya hanyalah alat bantu konsentrasi dan visualisasi yang memudahkan mengendalikan mental musuh. Sesuatu yang tidak diajarkan oleh klan.
Riven terus melompat maju hingga di lompatan terakhirnya gi-nya teraangkut sesuatu dan ia hanya bisa jatuh terjerembab di tanah seluruh tubuhnya jatuh secara bersamaan di permukaan datar.
“Seennioorrrr, mengapa?” saat Riven menengok ke belakang  ia mendapati Oni menggenggam pakaiannya.
Oni melintangkan jarinya di depan mulut, lalu menunjuk ke arah yang seharusnya mereka berdua tuju.
Seekor t-rex tengah mencoba menggigit pemuda sebaya Riven. Saat ini yang menghalangi t-rex itu mengatupkan rahangnya adalah perisai raksasa yang sepertinya senjata sang pemuda.
“Kalian ingat masa dimana anak-anak tidak suicidal? Pepperidge farm ingat!
Dengan kesal Oni menancapkan kunai-nya ke tanah dan segera berlari ke arah sang t-rex.
Merasakan ancaman tambahan t-rex memundurkan dirinya agar tidak terkepung dari dua arah.
Melihat gerakan seniornya yang berlari tertatih-tatih—pantas saja dia lebih sering berteleportasi—Riven ingin membantu usaha penyelamatan pemuda itu.
Riven tIdak berpikir panjang saat ia membanting bom cahaya . Ia lupa tentang kewajiban menyilangkan tangan di depan mata agar tidak terkena efeknya langsung.
PUTIH
Suara nyaring dan ledakan cahaya mengambil indra penglihatan dan pendengaran Riven. Tubuhnya tertarik kekuatan besar dan dijatuhkan ke samping.
Ia bahkan tidak bisa mengukur tenaga hentakan yang barusan ia terima apakah ia disergap raptor, diseruduk t-rex atau hanya jatuh karena kehilangan keseimbangan.
Penglihatannya kembali terlebih dahulu tetapi pendengarannya mulai pulih sembari suara berbising masih terdengar seakan di kejauhan. Ia mendapati dirinya, bocah yang diselamatkan senior Oni dan senior Oninya sendiri tengah bersandar di balik batang pohon dan menyembunyikan diri.
Dasar kids zaman now! Situ belum lulus akademi ninja yah? Make bom cahaya aja bisa backfire?
“Teknisnya sih emang belum!”  Riven tertawa sembari menjulurkan lidah.
Yare yare daze, dan kau bocah perisai siapa namamu?”
“Namaku Laurell tuan Ninja, terima kasih telah menyelamatkanku, begitu pula denganmu. Terima kasih juga ninja cilik.”
Satu hal yang tidak disukai oleh Riven adalah dimana dia diremehkan, ia sudah sering berantem dengan senior di klannya karena sindiran sindiran ringan, dan kali ini di depannya orang asing yang baru diselamatkan memanggilnya dengan kata cilik.
“Terima kasih kembali, cilik” dan ia membalas kalimat Laurell dengan nada terketus yang ia miliki.
“Kok ngegas sih?”
“Lah, situ yang mulai!”
“NGAJAK BERANTEM?” Laurell melompat mundur mengambil kuda-kuda bertinju dengan perisai yang juga ternyata seperti sarung tinju.
“MARI!” Riven melompat mundur menarik belati psychic miliknya, melitangkannya di depan dada dan juga tangan kirinya masuk ke dalam pakaian bersiap mengambil alat ninja yang dibutuhkan.
“ANAK-ANAK” Oni maju di antara mereka dan merentangkan tangannya, berusaha agar tidak terjadi perkelahian.
“GROARRRR!!!” tak lupa t-rex yang ikut mengaum melihat mangsanya yang baru saja menghilang kembali menampakkan dirinya.
Auman itu seakan membangkitkan rasa terror di hati ketiga petarung secara refleks mereka semua segera berlari ke atas pohon.
Oni menggunakan kunai teleportasinya, Laurell menggunakan perisainya yang kini berubah menjadi skateboard terbang, Riven melompat zig-zag di antara pohon hingga mencapai puncak. Tiga petarung berbeda di tiga puncak pohon membuat t-rex berhenti memikirkan mana pohon yang harus dijatuhkan terlebih dahulu.
“Kita harus menyingkirkan hama yang satu ini dulu!” Oni berteriak kepada kedua bocah yang juga bersembunyi.
“Aku tidak bisa menghentikannya, aku tidak memiliki senjata tajam, aeroboardku tidak berguna melawan kulit tebalnya.” Teriak Laurell dari puncak pohonnya.
Riven sudah memiliki skenario bagaimana melumpuhkan t-rex ini, tetapi ia memerlukan seseorang yang bisa melemparkan bola secara tepat. Bola adalah peralatan ninja yg merupakan tali tambang dan dua buah bola besi pemberat. Berguna untuk mengikat gerakan musuh yang dilempari.
“Kau bisa menggunakan ini Senior?” Riven menunjukkan bola dari puncak pohonnya.
“Sayangnya usaha penyelamatan Laurel membuat kakiku bengkak, aku bahkan tidak yakin bisa berdiri tegak di tanah. You’re a ninja Riven, mengapa tidak kau saja yang melemparkannya?”
“Akurasiku tidak terlalu baik senior!”
“Dengar Riven, apakah kau tahu tentang teknik penstabilan tubuh? Jangan panik, tarik nafas panjang, hembuskan, dan di ujung hembusan saat paru-parumu kosong disitu kau akan mencapai posisi tubuh stabil yang meningkatkan akurasimu!”
“Aku masih tidak yakin, senior”
“Riven dengar…” giliran Laurell yang menyemangati “… aku memiliki kemampuan mengubah kemungkinan. Aku akan meningkatkan kemungkinanmu mendaratkan lemparan itu dalam satu menit ke depan percayalah padaku.”
Dua orang yang baru saja ditemuinya di ajang ini telah menaruh kepercayaan kepada kemampuan Riven, bahkan Senior Oni memberikan tips yang belum pernah diajarkan oleh guru-guru klan ninjanya.
Riven meloncat menuruni pohon, sang t-rex menghentikan proses memilih korbannya dan langsung mengunci target kepada Riven.
Auman sang t-rex tidak menggetarkan hati Riven kali ini, ia menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya, dan benar dirinya terfokus dan walau hanya efek adrenalin ia seperti merasakan sebuah dilatasi waktu, semuanya berjalan melambat. Riven mulai memutar bola itu di atas kepalanya.
Riven menghembuskan nafasnya, konsentrasi malah lebih terfokus namun perasan waktu yang melambat telah hilang.
Dan di akhir hembusan panjangnya, ia melempar bola tersebut.
Melayang di jalur yang diproyeksikan Riven bola tersebut mendarat di kedua pergelangan kaki t-rex dan mengikat keduanya dengan erat.
“Laurel tahan tubuhnya!”
On it!” dalam satu lompatan Laurel dari puncak pohon meninju jatuh tengkuk t-rex hingga ia tersungkur di tanah lalu menekannya agar makhluk itu tak bergerak.
Riven mencabut belati psychic miliknya dan menusuk tepat di tengkorak sang t-rex. Semburat hitam aliran mental bermuncratan layaknya darah, namun hanya Riven yang bisa melihatnya.
Meraih ke semburat yang melayang itu, Riven merasakan aliran mental yang diisi oleh kemarahan, keangkuhan dan rasa lapar.
Tidurlah,
Perintah Riven kepada aliran mental tersebut, perlahan perasaan itu berubah menjadi tenang dan semakin tenang. Riven terus meraih ke dalam aliran metal tersebut sampai ia menjadikan semua perassan yang dimiliki sang binatang buas menjadi tertidur.
Lalu ia mengubah komando tersebut.
BERHENTI.
Seketika itu juga seluruh keadaan mental sang t-rex musnah. Di dunia medis kini t-rex itu masuk ke dalam keadaan koma atau katatonik.
Sebuah kunai mendarat di atas tanah berada di antara Riven dan Laurell.
“Kerja bagus anak-anak, kini bantu aku bawa belati kedipku ke garis finish dan ledakkan bom cahaya di sana agar aku tahu kapan harus berteleportasi, kalian mau kan membantu kakak yang terluka ini?”
“Aku memiliki suar kok.”
“Lebih baik!”
Laurell telah mengubah sarung tinjunya kembali menjadi papan terbang dan di udara ia mengulurkan tangannya kepada Riven.
“Mau terbang ninja cilik?”
“Tentu saja, petinju cilik!”
Tapi tidak ada keketusan ataupun nada permusuhan dari dialog tersebut.
Menaiki papan udara milik Laurell mereka berdua terbang melintasi lautan pohon menuju ke titik finish.
Beberapa raptor mengejar dengan ganas tetapi penyebaran caltrop milik Riven cukup untuk menghentikan mereka.
Di titik finish Laurell memegang kunai milik Oni dan Riven meluncurkan suarnya beberapa detik kemudian si Ninja biru berada di samping Laurell berterima kasih kepada anak-anak pemberani itu.
Tentu saja dengan memapah Oni menuju peti harta gacha mereka mempersilakan Oni untuk membuka petinya terlebih dahulu. Dan barang yang cocok untuk dirinya pun keluar, sepasang tongkat kruk alat bantu jalan.
Giliran Laurell mendapatkan sebuah smartphone dengan asisten AI yang canggih.
Dan Riven? Ia mendapatkan sebuah sumpit tiup dengan sekotak amunisi berisikan selusin anak panah dengan obat bius.
* * *
Empat buah shuriken melayang di udara, terbang menuju ke sebuah papan target bersiluet manusia. Dua menancap di dada, dua yang lain mendarat di luar siluet.
“Jangan maksa langsung lempar empat buah dong, pastikan akurasi kamu sudah cukup memadai untuk melempar satu barang dulu!”
Ruang firing range kini tidak berasa sepi seperti dulu kini ia memiliki senior yang mengajarinya cara meningkatkan akurasi dan juga…
“Maklum masih bocah, maunya sok jago aja!” komentar Laurell yang menemani kedua ninja itu di firing range.
“Tapi senior aku sudah cukup yakin dengan akurasiku kalau cuman satu shuriken!” Riven sembari menunjuk ke Laurell.
Ternyata di meja Laurell kaleng minuman sodanya telah tertancap sebuah shuriken yang kini aliran tumpahnya membasahi celana Laurell.
Laurell terkejut dan segera menjauhkan dirinya dari meja. Dengan satu sentakan kaki, papan udara Laurell melesat maju dan menghantam perut Riven.
“Uggh awas kau detektif gadungan!”
“kemari, ninja rabun!”
Dan seperti biasa Oni berusaha melerai mereka yang saling melempar tinju kosong.
Ahh masa istirahat yang damai…
[Bersambung ke ronde 2]

Komentar

  1. this is good one
    interaksi antar karakternya bagus, walau saya sering ketimer siapa yg siapa. hehehe. lumayan pendek tapi puas karena ada pre dan post battlenya, sayang battlenya pendek. tapi mengingat batasan kata....

    8/10
    Charlotte Izetta

    BalasHapus
  2. Apa yang saya suka dari entri ini :

    + "Tektok ceritanya enak. Gak kerasa baca entri malah. Kayak liat video lsg." - Tora Kyuin, 2k18
    Adalah reaksi yang sama persis ketika membaca entri ini. Semuanya mengalir, menyenangkan, dan tidak bikin capek untuk dibaca.
    + Kerjasama dan interaksi tiga karakter poros cerita yang beneran bagus, bahkan kerasa kayak they've formed a superhero team(?).
    + Battle scene sama T-Rex yang epik.
    + Entah kenapa penggambaran hutan di sini jauh lebih baik dan rimbun(?) di pikiran di banding entri-entri lain.
    + Debat kusir pertengahan cerita. (www)

    Apa yang menurut saya mengganjal :
    - Di bagian awal-awal, juga tengah, ada beberapa kalimat yang seharusnya bisa dipisah koma, malah disambung jadi panjang banget, bacanya di pikiran juga jadi kayak ngerap. Tambah koma 1 atau 2 would not hurt, right.

    Cuma mau tanya saja :
    - Ini tebingnya diskip? :(
    Yah, ga mempengaruhi cerita juga, sih.

    Solid 8.

    OC : Worca S.

    BalasHapus
  3. Saya suka entri ini. Pengembangan hubungan antar Riven dan dua tokoh tambahan pas banget. Battle melawan t-rex pun sangat keren. Di awal ada origin cerita yang singkat namun cukup menarik minat, saya jadi langsung paham siapa dan ingin apa si Riven ini. Meski tak ada pertarungan melawan peserta lain, takdir(?) yang mempertemukan ketiganya cukup penuh konflik kecil yang membuat stake ada. Overall, saya sangat terhibur membacanya. Saya beri nilai 8/10.

    BalasHapus

Posting Komentar