[Ronde 1] TOM - Bola Yang Berlomba



By: Miftah

Tom duduk diam, diatas pasir, dipenuhi lebam. Hari ini cukup melelahkan. Perhelatan Battle of Realms babak pertama, diteleportasi paksa, mewujud menjadi seorang instrukutr olahraga terbang, mengendarai jetpack, bergulat dan kalah dari lima pteranodon ganas, kemudian jatuh ke semak-belukar.

Tom berakhir di pesisir pantai laut utara, membelakangi Yamaha NMX, memperhatikan Dian yang sibuk berswafoto dan membasuh diri di laut dengan penamilan menantang. Si Ratu Baper terlalu asyik mengutak-atik ponsel untuk menganggap eksistensi Tom tak lebihd ari angin lalu.

Tom mulai waspada ketika Dian berhenti beraktivitas, berjalan mendekat, dan bersenandung. Si gadis kemudian terkejut ketika membuka mata, keberadaaan asing tengah menyandera baju ganti dan sweater-nya.

"Kamu siapa?" tanya Dian, takut-takut. "Kamu ini penyamun yang diutus sama si Soraya untuk jadi hambatan tambahan kan, dan kamu mau memperkosa aku, terus hartaku diambil. Heh, Jin Ifrit akan ngebantai kamu kalau itu terjadi."

Dan detik berikutnya, Dian sadar kalau ancamannya barusan agak keliru. Maka, ia menyanggah cepat. "M-maksudnya, bukan berarti aku bergantung sama mereka, yha. Lagipula aku gak pernah nganggap dia suami aku atau apa, dan nganggap keluarga dia keluarga. Aku juga gak suka sentuhannya. Lagipula, aku punya hape ini untuk ngelindungin diri."

Dian mengeluarkan Nokia 6, mencoba mengancam, tetapi giginya bergemerutuk takut.

Tom akhirnya bangkit, "Well—" sembari membersihkan pasir yang menempel di celana pendeknya, Tom melanjutkan misterius. "Terimakasih untuk jawaban yang sangat mendetil. Aku suka itu. Tetapi, izinkan aku bertanya terlebih dahulu. Pertama, apa yang kau lakukan disini? Ketika semua partisipan berjuang mencapai garis finish, kau justru sibuk berpose dan mandi?.

"—oh iya, omong-omong, aku datang untuk bernegoisasi."

*#*

Jauh di kedalaman hutan. Dalam teritorial tersembunyi. Charlotte Izetta memperhatikan kecamuk kekacauan berdarah yang ia sebabkan dengan senang.

"Hayaii-kun, menyenangkan bukan melihat mereka saling bunuh? Manusia, sama seperti mereka. Yang membedakan hanya ras. Velociraptor dinosaurus, manusia adalah kera berbicara. Ketika akhirnya berevolusi pesat. Mereka jadi ganas. Arogan. Saling membunuh demi kekuasaan."

Chalice tergelak atas ucapannya sendiri. Namun, Speed Ganster tak menjawab. Tentu saja.

"Baiklah, game over. Selamat tinggal, ciao."

Dengan satu jentikan, virus ganster menginfeksi satu velociraptor evolusi. Terakhir. Kini, Chalice punya presentase kemenangan terbesar. Namun, tujuannya bukan itu.

Aku akan membebaskan tubuh ini dari ganster, Charlotte. Pasti.
*#*

"Tak sopannya aku, aku Tom. Orang-orang menyebutku Peri Bowling, Bola Aneh, dan sebutan ambigu lain. Tetapi, aku lebih suka disebut Si Anomali."

Dian terkekeh, mengejek. "Jadi, karena saking mesumnya orang-orang nyebut kamu 'bola'."

Tom bingung. Apa bola juga mempunyai makna lain yang tak pernah si anomali ketahui? Sebuah metafora ambigu? Tetapi, nampaknya sang lawan bicara butuh bukti empiris sebagai pembenar.

Karena itulah, Tom diam, konsentrasi. Lalu, lekukan berototnya sekonyong-konyong, dalam satu ledakan energi menyilaukan, telah berganti menjadi bola kopong berpendar.

Pakaian Dian jatuh karena tak ada tangan yang menopang, sementara sang pemilik ikut tumbang. Berteriak seperti melihat setan—mengabaikan kenyataan bahwa ia adalah seorang hantu.

"Ke-kemana orang berotot tadi? Terus kamu ini apa? Aku tau…kamu utusan dari bangsa Ifrit untuk ngawasin aku, kan?"

Tom melayang, tak nyaman. Mentari siang adalah ancaman bagi eksistensinya, karenanya Tom tak mau berlama-lama. "Ini aku, penjahat yang kau tuduh."

Karena tak punya mulut, suara serak-robotik itu menguar dari segala arah. Dian celingak-celinguk mencari sumbernya.

"Ada orang lain? Bala bantuan penjahat? Habislah aku."

"Disini, Nona Dian. Si bola." Dian menegok kembali ke arah Tom dan melongo, teriakan takutnya makin menjadi.

"Wujudku yang tadi adalah kamuflase. Rupa asliku adalah sebuah bola. Kopong, berpendar, tapi pintar," Tom menyombong sedikit.

Sedetik setelahnya, Tom kembali berubah wujud menjadi Mac MacCarthy. Dian menyudahi kepanikan dan meneguk ludah.

"Jadi?" tanya Tom memastikan. Memungut pakaian Dian yang sempat ia buang, dan membersihkan pasir yang menempel.

"Oke. Kini, aku yakin kamu bisa dipercaya. Aku juga denger kalau ada bola bowling yang ikut turnamen balap ini. Tapi…"

Bosan dengan sanggahan Dian yang seakan tak berujung, Tom akhirnya maju. Dian bergerak mundur, merasa terintimidasi. Dengan jengkel, Tom berkata, "Dengar, Nona Dian. Sebenarnya, aku mempunyai kekuatan untuk mengambil semua ingatanmu melalui sentuhan, dengan begitu kau akan disini, menjadi gila dan tak berguna. Tetapi, karena aku seorang—sebuah bola—yang santun, bekerja sama seharusnya tak menjadi pilihan buruk, bukan?"

Dian tentu tahu konsekuensi yang ia dapat bila hilang ingatan. Semua memori mulai dari lahir hingga ia menjadi hantu akan raib. Begitupula, perasaan Dian untuk 'dia'.

Mendadak, dibanding memikirkan keselamatan diri ataupun skeptisme mengenai Tom, otak Dian justru dipenuhi bayangan-'nya'. Tentang senyumannya, tentang kehangatan wajahnya, tentang bibirnya yang tipis.

Tak butuh waktu lama bagi sang Ratu Baper untuk memerah. Lalu, menjawab kontan. Bagaimanapu, ia punya alasan untuk menang dan kembali pulang. "Oke, sekarang kita rekanan."

*#*

Semenit berikunya, Tom dan Dian sudah mengemudi liar ke kedalaman hutan. Menembus pepohonan rimbun dan semak-belukar.

Tom merasa bingung. Di hutan tidak tersebar bangkai manusia atau spesies sejenis. Entah desas-desus bahwa velociraptor dan t-rex yang ikut bermukim itu hanya isu, atau semua orang begitu gesit untuk menghindari koloni purba itu.

Mereka sempat berbincang sesaat. Dian mengeluh sakit punggung, tak kuasa lagi menyetir. Sementara Tom malah membaas dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Berisik, ih…, Aku lagi pusing tauk," ujar Dian pada akhirnya. Yamaha NMX tiba-tiba berjalan terhambat, padahal ia tengah berpacu dalam kecepatan maksimal. Mungkin karena tak rutin mengganti oli dan memompa ban, mesinnya mulai disfungsi.

Dan benar saja, ketika Dian turun dan mengecek; bannya kempis dan bensinnya hampir habis. Motornya hanya akan bertahan dalam satu kilometer perjalanan, sedangkan ujung bukit—trek terakhir— masih 2km dihadapan.

Sebenarnya, Yamaha NMX masih mempunyai energi cadangan. Tenaga Nitrous. Gelombang energi yang dapat membuat sang motor melaju tak terkendali. Tetapi, energi itu terlalu berbahaya. Terlebih bila dipakai didalam hutan. Siapa yang tahu kalau mereka tak akan menabrak pohon, atau justru hal yang lebih buruk—velociraptor ramah yang tengah berburu misalnya.

Maka, setelah diam beberapa lama. Sang gadis berdiri, berniat mengajak Tom jalan kaki—hemat tenaga. Namun, ketika mulut Dian membuka, sebuah bayangan besar menaungi. Bayangan itu memvisualisasikan samar paruh reptil.

Tom melongo, menginstruksikan Dian untuk menoleh kebelakang. Dian berbalik takut-takut.

Seekor velociraptor, berbaju zirah, lengkap dengan persenjataan medieval. Berdiri setengah meter lebih tinggi dari Dian. Menghembuskan napas garang khas predator.

Si ratu Baper reflek naiki kembali Yamaha NMX, tancap gas, dan tinggalkan Tom sendirian.

*#*

"Jadi begitu…" Tom mengangguk mengerti. Kini, dia tengah duduk di suatu batu besar, berdua dengan Marcelo—si velociraptor. Sang dinosaurus nyatanya adalah makhluk jinak, bahkan dengan kecerdasan menakjubkan

Marcelo bercerita. Tigapuluh tahun lalu, Ibnu Rasyid menciptakan alat evolusi instan. Timnya melakukan eksperimen. Esmestas Waya-Waya tempatnya. Sayang, objeknya mengalami over-evolusi;burung menjadi pteranodon, ikan jadi megalodon.

Dilanda frustasi, Ibnu Rasyid membuang alatnya asal ke hutan. Menetapkan Esmestas Waya-Waya sebagai safari purba. Dan menutupnya selamanya. Alat itu ditemukan oleh seekor velociraptor—penghuni asli Esemstas Waya-waya, setelah beberapa gigitan berang, si dino tak sengaja menekan tombol yang membuatnya mengalami evolusi. Tak terlalu berlebihan dan diluar dugaan sangat ampuh

Berangsur, kaumnya mengikuti. Beberapa velociraptor bergabung, berkomunitas, dan membangun sebuah peradaban maju yang tersembunyi. Beradab dan terorganisir.

Namun, tepat tiga jam lalu. Seseorang mendatangi mereka. Menunggangi salah seorang velociraptor penjaga yang berubah ganas. Orang itu bernama Charlotte Izetta. Sang penjaga mulai menyerang yang lain, yang diserang ikut menjadi ganas. Hingga pada satu titik, kaum Marcelo kemudian saling bunuh dan makan.

Charlotte Izetta? Anak itu ya.

Tom mengangguk. Ia sudah mengulik informasi tentang berbagai peserta potensial sejak hari pertama. Dan Charlotte adalah salah satu yang menarik. Banyak yang bilang dia hanya anak cengeng, kebetulan jadi partisipan karena ikut-ikutan. Tapi, siapa sangka akan menjadi dalang sebuah kejadian biadab.

"Keluargaku satu-satunya yang belum menggila. Mereka kini bersembunyi dan menunggu pertolongan. Tetapi, aku takut jika pergi sendirian. Aku ingin seseorang menolong."

Permintaan tak langsung, sindiran yang bagus. "Lalu, apa untungnya bagiku jika menolongmu?" Tom bertanya langsung, malas mengulur waktu. Durasi [Reincaraneren] akan habis kurang dari satu jam lagi—kebetulan tak ada slot kosong rupa fisik sebagai pengganti—, dan bila ia berada dibawah mentari siang lebih dari setengah jam dalam wujud bola, dirinya tamat.

Marcelo terperanjat, lalu terdiam sebentar. Merenung.

Tom menghela napas, "Baiklah. Kau masih simpan alat evolusi instan?"

Marcelo kembali terkejut, lalu menoleh. Mengangguk cepat. "Kami adalah keluarga yang menjaganya."

"Bagus. Jadikan itu sebagai imbalan. Dua kilometer didepan ada sebuah bukit, bila kita berhasil menyebranginya, kita akan ditolong oleh pihak Gwenere dan panitia."

Marcelo mengangguk-anggukkan kepala reptilnya. Tanpa sanggahan. Lagipula, keselamatan keluarga sekarang adalah yang terpenting. "Baiklah, ayo kita pergi."

"Omong-omong, aku juga butuh kendaraan."

*#*

Jauh di luar hutan, dibawah tebing terjal. Dian tengah menggerutu terduduk dalam keadaan terikat. Dihadapannya, Chalice tengah menunggangi seekor serigala raksasa. Dikelilingi sejumlah velociraptor berzirah dan manusia—peserta dengan mata terbalik. Menyeringai menang.

Dian sedikit menyesal telah meninggalkan Tom. Barusan, karena terburu-buru dan gugup, Dian tak sengaja menabrak pohon, dan kolaps selama beberap saat. Ketika siuman, ia menemukan dirinya sudah dibelenggu di luar hutan.

Yamaha NMX-nya kini tengah dirusak oleh velociraptor lain di sisi timur, mesinnya semakin disfungsi. Dian akan berakhir disini, Tentu saja.

"Sayang sekali ya, Ratu Baper. Kamu sudah game-over." Chalice tersenyum. Ia memerintahkan salah satu velociraptor untuk mendekati Dian. Si velociraptor menghunus pedang, bersiap melukai

"Hei, tunggu. Kita kan gak boleh saling bunuh di babak pertama," Dian melakukan pembelaan terakhir.

Chalice menggeleng. "Sayangnya, aku tidak berniat membunuhmu, Tante Dian. Hanya butuh sedikit tetesan darah. Lakukan

Sang velociraptor mengangguk, berancang-ancang, lalu tangannya bergerak. Menebas lengan Dian cepat.

Namun, tak ada yang terjadi. Tidak ada tangan yang terpenggal, ataupun darah berceceran. Dian justru kini tengah melayang, tubuhnya transparan. [Ghost Mode] aktif.  "Hei, bocah, dengar ya. Aku ini gak sepenuhnya wanita, dan belum tua, jadi berhenti panggil aku tante atau—"

Suara tembakan menghentikan sanggahan Dian. Sang algojo tumbang. Chalice terkejut.

"Siapa?" tanya Chalice waspada. Mengobservasi sekitar

"Hey-ya, ini Kuboi si hebat, siap menembak para manusia biadab, hey-ya."

Terdengar beberapa derap kaki dan suara mesin yang berderu kencang dihadapan Chalice. Dari kedalaman hutan, Tom muncul menaiki ATV, dibelakangnya ada Marcelo, diiringi oleh orangtua dan adiknya yang memilih berlari dengan kecepatan melebih kuda.

Marcelo punya dua saudara. Satu jantan—Kuboi— punya gaya bicara seperti orang sinting. Satu betina, masih kecil—belum dinamai, punya gejala bisu dan disabil.

"Kau bilang;akan menyelamatkan keluargaku. Kenapa mereka ikut bertarung?" Marcelo memperotes.

Tom menjawab tanpa menoleh, "Semua orang harus bertarung untuk bisa selamat." Juga kemenanganku. Tom berimbuh diakhir.

"Hey-ya, jadi kau yang bernama Chalice, ya-hey?"

Diluar dugaan, Chalice terkekeh. "Apa-apaan ini? Kalian sungguh menarik."

"Aku berbicara padamu, Tuan Tom," lanjut Chalice kemudian , pandangannya lurus. Tom kontan terkejut.

Chalice terkekeh, "Apa? Kau tidak tahu Mac mantan pengasuhku? Sebenarnya mantan budakku, sebelum ia bertransformasi jadi Major Ganster. Omong-omong soal Ganster, itu virus parasit yang menyerang otak manusia. Yang diserang jadi tak punya kesadaran, atau bahkan mati. Singkatnya, jadi zombie. Namun, dapat kukendalikan. Sayang, beberapa membangkang, mereka kusebut Major Ganster. Unik, bukan?"

Tom menggeleng, kalah. Untuk sesaat ia merasa hina. Kini, ia mengerti mengapa Mac MacCarthy begitu 'kosong'. Bahkan, tak punya motivasi khusus dalam hidup. Karena sejak awal, Mac MacCarthy tak lebih dari sebuah inang malang bagi organisme elusif.

"Penjelasan yang bagus, jadi singkatnya kau Umbrella Corp berjalan? Lalu dinamai apa virus itu? Z? B? X? Dan, bisa kau perincikan bahan-bahan dan zat kimia yang dipakai? Beserta prosedur pembuatan dan penularannya, jika tak keberatan."

Tak ada jawaban, Tom dihiraukan. Sebaliknya, Chalice malah mengajaka bermain. Dalam sebuah tantangan, dengan nyawa sebagai taruhan.

"Mudah saja. Yang bertahan yang menang. Rombonganmu melawan bawahanku? Setuju?"

Tom mengedarkan pandangan. Ia baru sadar bahwa rombongannya kini dalam kondisi terkepung. Sudut barat hingga timur dipenuhi oleh selusin velociraptor, sepuluh peserta manusia biasa, dan sepuluh sisanya adalah makhluk elusif. Mereka nampak ganas, juga tak sadarkan diri. Semua orang itu telah terkontaminasi virus ganster.

Para ganster melaju sesuai komando sang tuan, mereka bergerak beringas, dan—secara tak diduga—terorganisir.

"Tom, apa yang harus kita lakukan?"

"Hey-ya, haruskah aku menembaknya, ya-hey?"

Tom masih kukuh di ATV. Dan ia tahu, para reptil evolusi itu akan bergerak tanpa arahannya—mengandalkan insting bertahan hidup. Kuboi menembak beberapa, sebatas untuk melumpuhkan—peluru Kuboi adalah sejenis bijih elektrik pelumpuh syaraf, Kuboi sering bilang senjatanya 'Pistol Beradab'.

Beberapa maju terlalu cepat. Bony dan Marcelo menghunuskan pedang, sesekali menebas dan memenggal namun pada akhirnya sejumlah ganster velociraptor bergerak gesit dan menahan pergerakan mereka, menggigit tepat di leher seperti drakula.

Yang lain ikut bergerak. Ada yang menuju Tom, bukan hanya satu, tetapi lima sekaligus. Empatnya manusia, dan yang satu memimpin didepan, seekor velociraptor.

Diambang kematian pun, Tom setidaknya dapat membawa pengetahuan tentang pergerakan zombie dinosaurus ke alam baka—bila itu diperuntukan untuk sebuah bola.

Namun, belum sempat Tom tersentuh. Sebuah raungan bergema. Lantang.

*#*

Tiga menit sebelumnya

Memanfaatkan keadaan yang mulai kacau. Dian merubah diri menjadi tak kasat mata, lalu mengambil langkah melewati Chalice. Ngapain sih dia datang lagi?

Setelah melanggar perjanjian sepihak, Dian merasa sangat bersalah dan terus memikirkannya. Padahal ia hanya berkhianat kepada sebuah bola. Oke, aku bakal minta maaf kalau kita selamat dari semua ini.

Ketika sudah mantap, Dian menengadah. Keberadaan asing membalas tatapannya. Sosok itu besar, bergigi tajam, bersisik kuat—masih golongan reptil purba. Tyranosasurus.

Petaka baru.

Tanpa berpikir panjang, Dian menjerit dan berbalik kebelakang terbirit-birit.


*#*
Dian yang [Ghost Mode] sudah nonaktif, berlari balik ke arah Chalice. Chalice memandanginya, terbengong ketika sang t-rex mengikut si hantu. Chalice kontan menyuruh anak buahnya membuat barikade, beberapa langsung terpijak, ganster lain menyerang sebagai pengalih.

Memanfaatkan keadaan panik itu, Tom—setelah memberi komando untuk maju—langsung tancap gas dengan ATV. Keluarga velociraptor—setelah melumpuhkan ganster-ganster yang menghalangi—mengikuti.

Chalice sedikit sendu ketika melihat perlawanannya sia-sia. Ganster pelindung hancur terpijak, sedangkan yang lain langsung dilumat si dino raksasa. "Hayaii-kun…kita pergi." Menunggangi Speed Ganster, Chalice melenggang dalam kecepatan penuh.

Sementara itu, Dian kini terus berlari dalam rute berputar yang—tanpa ia sadari—berhasil membuat si dino kebingungan. Mata T-rex kin terpaku pada rombongan Tom lalu Chalice, dan kembali ke Dian. Setelah dirasa cukup bingung, Dian berhenti di kaki bukit dan mulai menanjak.

Sayangnya, yang lain juga ikut melakukan hal yang sama. Membuat si dino kini punya destinasi pasti.


*#*

Rombongan Tom kini tengah berpacu cepat. Dengan waktu dan nyawa sebagai taruhan. Garis finish mulai terlihat pada satu kilometer di depan. Nampak samar, tapi membahagiakan. Kuboi sesekali berbalik, menembak kaki si dino, tak memberi dampak lebih, tapi sedikit berhasil menghambat lajunya.

Disaat itulah, seorang gadis muncul dihadapan. Rambutnya pirang dengan postur sempurna. Dian.  "Nona Dian, setelah mengkhianatiku, sekarang kau ingin menjadi petaka bagi kami?"

Dian berkata cepat-cepat,. "Tom. Aku tahu aku salah, tapi tolong tumpangi aku."

Setelah berpikir cukup lama, Tom akhirnya bersuara. "Tentu. Tapi, tentu ada bayarannya." Untungnya, Tom masih bisa mengendalikan kesadarannya dalam kepribadian kompleks Mac yang sok patriotis.

"Dengan tubuhku?" tanya Dian, skeptis namun sebenarnya logis—bagi lelaki generik.

Ketika Tom hendak menyanggah, gema teriakan mengusiknya. Tom dan rombongannya berbalik, dan menemukan Kuboi yang raib.

Kuboi disandera serakah oleh si dino raksasa yang juga telah mencengkram Speed Ganster dan Chalice—keduanya kontan meronta. Belum sempat Bony bertindak, Kuboi sudah dilumat. Seakan reptil ganas sebangsanya kelihatan lebih lezat dibanding serigala gemuk yang ia ambil duluan.

Kini, Kuboi tak lebih dari nama. Bony berteriak, hendak menangis—Tom tidak tahu bagaimana raut seekor velociraptor yang sedih karena ekspresi kontras mereka hanya ketika tersenyum bahagia. "BANGSAT," ujar sang ayah yang kemudian menyerang si t-rex, Belesina berusaha menghentikan. Tapi, keduanya justru dilibas dalam satu genggaman kokoh.

Tak butuh waktu lama hingga keduanya ikut masuk dalam kerongkongan si dino besar. Marcelo langsung terpukul—itu terlihat dari sisik-sisiknya yang menegang.

"Marcelo. Jangan lakukan hal bodoh. Orangtuamu dan Kuboi telah berkorban banyak, adikmu dan kau harus keluar dari sini. Dengan selamat. Nona Dian, naik ke punggung si dino yang satu lagi."

Dian mengangguk lalu mengikuti instruksi secepat yang ia bisa. Namun, itu terlambat. Tangan besar sang t-rex sudah menuju mereka cepat.

Namun, dalam satu momentum yang menjanjikan. Si t-rex terlalu asyik menjadi kanibal sehingga lalai terhadap satu mangsa lain yang lebih berbahaya. Speed Ganster menggigit jemari si t-rex kuat dan Chalice menusukkan Enter—sebuah sub-machine gun ikonik dengan belati di selongsong— berkali-kali, tak memberikan banyak luka, tapi si dino besar sedikit berdarah.

Setelahnya, Chalice terlempar dari pelana. Chalice terkesima, lalu memprotes, nadanya pilu. "Apa-apaan ini, Hayaii-kun?" Tampaknya, Speed Ganster baru saja berkorban untuk sang majikan.

Menambah efek, Tom bertransformasi ke mode bola. Terbang tinggi hingga ke mata si dino, mengaktifkan [Abri]. Membutakan area sekitar kepala si dino. Si t-rex mengerang, buta juga kesakitan. Tanpa sengaja, ia meremas Speed Ganster terlalu kuat. Speed Ganster berubah menjadi bubur daging menjijikkan.

Chalice menghantam tanah keras, merosot turun lalu kembali stabil ketika mencapai permukaan datar didekat dasar. Tom langsung bergerak cepat ke punggung Marcelo. [Ejecutar] tak boleh dipakai. Tom mewujud menjadi Mac kembali

Marcelo dan sang adik berpacu semangat, garis finish kini tak lebih dari sepuluh hasta. Dengan semangat dan harapan akan hiudp baru yang lebih baik. Keempatnya—Dian, Tom, Marcelo, si adik— akhirnya mencapai finish.

Mereka finish di urutan tga besar terakhir—kata para sub-panitia penjaga. Tom turun dan mulai mendekati kotak hadiah—Dian sudah duluan. Tetapi, belum sempat Tom menyentuhnya. Penglihatan artifisialnya berkunang-kunang. Detik berikutnya, dunianya hitam. Tom hilang kesadaran

*#*

Jauh didekat dasar bukit, Chalice masih stagnan. Tulang punggungnya kemungkinan patah. Dan dia sudah kehilangan semuanya—pasukan beserta tunggangan.

Untungnya, ia berhasil melepaskan banyak virus Ganster. Kesembuhan Charlotte sudah didepan mata, dan ia tak boleh menyerah.

Lagipula, satu aset penting telah berpihak kepadanya.

"Untungnya aku masih memilikimu, ne..Predator-san?"

Si t-rex mengangguk. Chalice tersenyum. Ia kembali 'menang'.

Komentar

  1. Entri yang menarik. Saya suka narasinya, karena enak tapi tetap ada bobotnya. Ada beberapa tokoh OC tambahan, yang semuanya meski cuma dino tetap memancing simpati. Kedua OC peserta juga sukses ditampilkan, terutama Chalice. Pertarungan Tom dengan Chalice juga pas. Interaksi dengan Dian pun telah dibangun dengan baik. Ada benang-benang plot berikut di Chalice, mungkin akan membuatnya lawan yang berarti bagi Tom di masa depan. Overall, saya terhibur sekali. Saya beri nilai 8/10.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thx sebelumnya udah mampir. Gw kita interaksi sama Dian gak terbangun apik karena berdialog cuma sedikit + kyk-nya si Chalice yang terlalu menonjol. Terimakasih atas komennya

      Hapus
  2. Untuk sebuah bola bowling. Dia lebih nampak seorang villain yang begitu terorganisir. More like Anti-Hero. Krn villain gak mungkin.
    Balapannya kurang kerasa. Pembawaannya jadi kayak cma antar ke garis finish. Aku butuh kendaraan. Gtu aja
    Tapi menarik di interaksi Dian-Tom.
    Skornyaaa 7/10 dri Tora Kyuin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep, karena kalau villain kyk-nya terlalu beringas, secara Tom itu true netral dan gak ada keinginan untuk jadi jahat atau baik, asal dia dapat sesuatu dia ngikutin.

      Yang balapan, karena fokus ke plot sama pembagian porsi Chara, gw jadi lupa porsi utama(balapannya)

      Thx atas komennya

      Hapus
  3. Apa yang saya suka dari entri ini :

    + Seperti yang atas-atas, dialog Tom dan Dian, menarik.
    + Karakterisasi Dian yang kalau menurut CS lumayan tepat, kadang lucu juga liat tingkahnya(?).
    + Penambahan OC dino tempur yang menambah warna cerita.
    + (Spoiler) dan juga twist kecil mereka dimakan T-Rex. Damn, kukira cuma jadi penggembira saja. /slap/ /gak/
    + Bibit-bibit mau ketemu Chalice lagi, nih? Nice ending.

    Apa yang menurut saya mengganjal :
    - Kok kesannya kayak baca episode 2? Saya gak menangkap baik pengenalan Tom di sini yang sedikit, itu, 'karena-sudah-pernah-diceritakan-jadi-sekedar-garis-besarnya-saja-ya'. Opini pribadi sih. Pendeskripsian penampilan Tom sama Dian juga beberapa malah di tengah, yang pirang dan berotot itu, yha. Malah kerasa kalau cerita ini mulainya di tengah-tengah.
    - Overuse '—'. Yang kalau dilihat-lihat bila dijadikan narasi normal, beberapa, lebih bagus. Ini trik kamu buat ngurangin jumlah kata, ya? Fine, tapi, ya you know what i'm talking about.
    - Beberapa typo, termasuk dua-tiga paragraf yang kehilangan titik di akhir mereka.
    - Dan yang terpenting : Tidak terasa ada balapan di sini. Cuma 'gimana caranya sampai ke finish'.

    Cuma mau tanya saja :
    - Bola sama mesum hubungannya apa ya? /gak/

    Sejujurnya 7, tapi karena menghibur dan ceritanya juga tergolong gak gampang ditebak, 8. Perbaiki kesalahan, ya!

    OC : Worca S.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir

      Soal penampilan karakter sepertinya gw kurang deskriptif ya? Dan soal perkenalan Tom, niatnya mau disampein di awal cerita, tapi karena takutnya info dump dan ganggu alur jadinya gw ilangin, dan nyatanya itu salah, orz.

      Yap, soal balapan sepertinya poraunpo terlalu kurang. Di ronde kedua gw akan coba lebih fokus membahas plot utama.

      Soal bola itu sebenarnya candaan, tapi kyk-nya gak nyampe ya :'v

      Hapus
  4. Oke.... #Jadi_gini

    1. Ceritanya agak membingungkan karena di paragraf awal sudah berada di tengah pertandingan.

    2. Nemu beberapa typo (mungkin tergesa-gesa nulisnya atau kurang teliti atau tidak dicek ulang) Ini mesti diperbaiki.

    3. Kemudian aku juga nemu beberapa tanda baca yang salah tempat.

    4. Secara keseluruhan menarik. Enak buat dibaca, cuman unsur unsur balapan gak kerasa.

    5. Kepribadian setiap tokoh juga terlihat bagus banget. Chalice dan dian digambarkan dengan baik seolah-olah mereka itu OC yang kamu buat sendiri. Aku suka banget yang ini.

    6. Overall aku suka, jadi kukasih 8/10

    By Zenistia_Nisrina

    BalasHapus

Posting Komentar