[Ronde 2] Morgen Charterflug - What's your's is mine and What's mine is mine as well.


By: Mocha H.

Sirine truk pemadam kebakaran menggema di jalanan kota Almnesse. Semua saluran televisi memberikan kabar darurat tentang balapan seorang pengemudi motor ugal-ugalan yang berubah menjadi kejar-kejaran dengan polisi dan berakhir dengan ledakan api saat sang pengemudi menabrak dinding bangunan.

"Sabotase lagi?"

Mendengar berita itu dari sebuah televisi di garis start, Charta hanya bisa menggeleng-geleng. Semenjak kejadian di ronde pertama dimana rem ATV nya tidak berfungsi, Charta mulai mencurigai penyedia kendaraannya, NGSR Industries.

Di ronde kedua ini, Charta kembali menolak kendaraan, tapi perwakilan NGSR tetap saja menyediakan motor balap untuknya. Tak mau menaiki motor itu, Charta akhirnya mengirim Phantom untuk menggantikan dirinya. Meskipun Charta tidak bisa melihat kemana Phantomnya mengemudi, tapi ia sangat yakin motornya tidak melambat sedikitpun saat Phantomnya menarik rem setir.

"Mbak Charta!" Soraya memanggil dari balik garis start, "Apa perlu motor lagi? Kali ini produk Hadayatha Group, jadi lebih terjamin!"

"Maaf, tapi aku harus kembali menolak," ujar Charta. "NGSR Industries ataupun Hadayatha Group tidak bisa kupercaya sama sekali. Tidak selama aku mewakili Kerajaan Gwenevere."

"Hadayatha Group tidak sepicik itu!" protes Soraya. "Demi diriku yang cantik dan imut, aku menjamin kualitas produk kami!"

"Sekali lagi, tidak." Charta mengeluarkan sebuah smartphone dari sakunya.

Tidak seperti lokasi ronde sebelumnya, lokasi kali ini sangat menguntungkan bagi Charta. Dimana ada keramaian, pasti ada orang yang mencari pekerjaan, terlebih lagi di kota yang ramai ini. Tidak lama setelah ia menekan-nekan layar smartphone, telepon genggam itu berdering.

"Neng Morgen?" tanya orang di balik smartphone.

"Benar. Bisa tolong antar saya…"

"Eee…. maaf, neng. Dicancel saja, ya?"

"Lho? Kenapa?"

"Karena neng njungkir balikan mobil saya di ronde pertama!"

Melihat applikasi ojek onlinenya, nama Driver yang tertulis adalah "Tora Kyuin" dengan foto yang tidak asing bagi Charta. Jari Charta langsung menekan tombol silang di bawah foto driver.

"Laporkan driver… Alasan? Tidak sopan. Keterangan tambahan… Memprioritaskan ego daripada profesionalitas."

Kembali ke layar utama aplikasi panggilan ojeknya, Chartapun mencari driver lain.

***

"Tangga berpilin, kumbang tanduk, desolation row…"sebuah bisikan mantra terdengar dari kerumunan orang pasar.

Seorang pria berjas putih sedang berjalan ke arah barat, menuju menara bebal.

Sangat beruntung rasanya. Kios-kios di pasar ini disusun membentuk blok, sehingga pria itu bisa berlari di atasnya seperti sebuah jalan setapak yang hanya dipakai dirinya seorang.

Pria itupun mulai berlari, bertumpu di atas tiang-tiang kios dengan sandal kayunya. Namun ia melihat jalan setapaknya terhenti di depan lautan manusia yang begitu luas.

Ada blok lain di sisi lain lautan itu, tapi tidak mungkin dicapai hanya dengan lompatan. Untungnya, pria itu bukanlah manusia biasa.

Manusia tidak bisa terbang, tapi seorang Tengu bisa, terlebih Dai Tengu seperti Hei Heiheihei.  Sayap hitam mengembang dari punggungnya, berkibas seiring dengan larinya yang semakin cepat.

Hei melompat dari ujung blok, lalu sayapnya berkibas kencang, membawanya terbang tinggi. Melihat pasar dari atas membuat orang-orang di bawahnya tampak kecil, pemandangan yang mengingatkan Hei ketika ia melihat rakyat jelata dari atas kastil lamanya.

Namun ia tidak ingat akan suara mendengung yang kini menggema di telinganya. Melihat ke belakang, Hei menyadari bahwa helikopter yang membawanya ke pasar kini membuntuti dirinya.

"Aku tidak perlu bantuan, pilot. Kau boleh pergi!"

Barulah Hei menyadari bahwa helikopter itu tidak berpilot. Namun helikopter itu tetap terbang stabil, bahkan menjawab Hei dengan deru yang berasal dari putaran moncong gatling gun.

Hei segera melipat sayap hitamnya di sekitar tubuh, berlindung dari tembakan helikopter. Tanpa ada sayap yang mengepak, Hei menukik turun ke arah menara Bebal. Sial benar, ia lupa ada larangan terbang di daerah kota ini. Semua objek terbang terkecuali milik aparat pemerintahan akan ditembak jatuh tanpa peringatan.

Sang Tengu kembali mengembangkan sayapnya di atas jalan setapak sebelah menara Bebal, melambatkan pendaratannya hingga akhirnya ia mendarat dengan aman. Anehnya, tidak satupun peluru mendarat di tubuh Hei meskipun jarak helikopter begitu dekat. Hei berpikir, kemungkinan helikopter itu sengaja tidak membidik dirinya. Lagipula, apa menariknya sebuah ronde turnamen jika salah satu pesertanya mati dalam 700 kata pertama?

Paling tidak Hei sudah sampai di menara bebal, sehingga ia tidak perlu terbang lagi. Tanpa basa-basi Hei langsung masuk ke dalam menara.

"Berapa perak yang kau dapat?"

Namun langkah Hei terhenti. Ia berbalik, mencari asal mula suara itu.

"Mantap! Aku dapat 200 perak!"

Hei terkejut setengah mati mendengar suara itu berasal dari sepasang bocah kecil. Copet? Tidak, penjaga menara malah menyambut dengan ramah. Pedagang? Baju bebas yang dikenakan mereka tidak menunjukan kalau mereka pedagang, malah seperti pengunjung biasa. Masalahnya, kurs untuk 200 koin perak Esmentas hampir setara dengan 800 yen di dunia Hei.

Penasaran darimana mereka dapat uang sebanyak itu, Hei membuntuti mereka secara diam-diam. Tanpa ia sadari, Hei berjalan kembali ke pasar.

Tepat di luar pasar itu terdapat sebuah kios dengan papan besar bertuliskan "Jasa Antar ke Menara Bebal". Anak yang ia buntuti berbicara dengan penjaga kios itu, mampir ke sebuah kios snack, lalu kembali ke arah menara.

"Ngantar makanan saja bisa dapat sebanyak itu?!"

Hei segera menghampiri kios itu, meminta sebuah pesanan untuk di antar.

***

Menara babel.  Eh, bebal. Konon dibuat oleh orang bebal, jadi namanya menara bebal. Ada yang bergosip bahwa arti bebal itu tidak merujuk ke pembuatnya, melainkan sebuah sindiran untuk menara babel yang berusaha menembus langit dan runtuh karena fondasinya yang lemah, bukan karena kemarahan Yang Kuasa.

Paling tidak itulah yang dipikirkan Charta semenjak phantomnya berusaha memanjat menara Bebal 20 menit lalu. Melompat dari satu bayangan ke bayangan lain, sosok yang mengambil wujud Charta itu melompat di antara jendela bangunan itu. Sampai akhirnya Phantom meraih puncak, Charta lalu menjetikan jarinya.

Bukannya berpindah tempat, Charta tiba-tiba tersengat listrik yang datangnya entah dari mana, merusak konsentrasinya dan memaksa bayangannya kembali turun ke lantai dasar.

Charta kembali teringat soal larangan terbang dan teleportasi di kota ini. Panitia menyebutkan pelanggar akan ditindak secara tegas. Hanya saja, Charta tidak pernah menganggap [Phantom Displacement] sebagai teleportasi, melainkan sihir pergantian tempat.

Sengatan tadi tidak terasa sakit, hanya mengejutkan. Namun Charta merasa itu hanya peringatan pertamanya. Ia tidak mau tahu seberapa sakitnya sengatan pelanggaran kedua.

Sempat terlintas di pikiran Charta untuk langsung menaiki menara ini dari luar. Pasalnya, Harta yang ia dapat dari ronde pertama, [Gravity Boots], memberinya kemampuan untuk berdiri di permukaan apapun seakan berdiri di permukaan datar.

Namun mengingat tinggi menara yang mencapai 88 lantai itu, jika tinggi satu lantai adalah 3 meter,  maka Charta harus berlari kurang lebih harus berlari 2.64 kilometer. Belum lagi dihitung faktor gravitasi yang akan melambat…

Charta menghapus semua perhitungan di kepalanya. Terlalu memusingkan. Ia tidak suka kerja keras ataupun berpikir keras, sehingga ia memutuskan untuk masuk ke dalam menara dan mencari lift ke lantai atas.

Suara kerumunan langsung menyambut Charta begitu ia masuk. Berbagai vendor berusaha menawarkan barang jualan mereka, tapi Charta hanya menggeleng sambil tersenyum. Belasan keluarga tampak sibuk menyantap makanan lezat di kios-kios di sekitar Plaza dan air mancur di tengah plaza dikerumuni oleh pasangan cinta dan anak-anak kecil.

Melihat banyaknya orang di plaza ini, Charta menyadari satu hal : bangunan ini sangat luas. Setiap lantai dibuat mengelilingi plaza berbentuk segitiga di tengah lantai dasar, sehingga Charta dapat melihat atap lantai delapan dari plaza tersebut.

Charta mencari kanan kiri, tapi yang ditemui hanya para vendor yang tidak akan bicara sampai ia membeli salah satu dagangan overpricenya. Pelanggan lain sibuk dengan keluarga atau pasangan, sehingga bukan ide cemerlang bertanya pada mereka. Sayangnya,  Staff dan Sekuriti gedung tidak terlihat dimanapun.

Tidak, ada satu orang. Mata Charta menangkap seorang pria berjas putih tengah membaca sebuah kertas di tangan kiri dan kotak makanan di tangan kanan. Baju formal pria itu berbeda dengan pelayan kios yang berjas hitam dan tentunya bukan pelanggan berbaju bebas, kemungkinan besar dia adalah seorang staff gedung.

Charta menghampiri pria itu, lalu menanyakan soal lift karyawan yang dijelaskan di briefing ronde kedua.

"Ah…  Nona sedang mencari lift karyawan juga?" tanya pria itu.

"Anda mencari lift juga?"tanya Charta.

"tapi…  kenapa rasanya saya kenal nona, ya?"

***

"Nona Morgen?!"

Hei memekik panik ketika teringat lawannya adalah seorang wanita bertopeng yang menggunakan gaun malam. Kipas bulu gagak meluncur ke tangan Hei, bersiap untuk bertarung.

"Tunggu sebentar," ujar Charta. "Anda yakin ingin bertarung di sini?"

"Tidak masalah bagiku."

"Tapi tidak untuk kotak makanmu."

Hei kembali memekik panik. Kotak makan yang ia bawa berisi sop yang mudah tumpah hanya karena sedikit gerakan. Ia memaki dirinya, menyesali memilih pesanan dengan imbalan antar tertinggi.

"Antara uang atau hadiah boss, " gumam Hei.

Iapun meletakan kotak makannya. Tidak lagi ia peduli dengan kotak itu. Memenangkan lomba ini adalah prioritas.

"Ya, aku yakin. Mari bertarung."

"Di tengah keramaian ini?" tanya Charta lagi. "Apa kau rela merusak keceriaan para pendatang mall ini?  Keluarga yang sedang berkumpul. Pasangan bermesraan. Bahkan anak kecil bermain riang."

Melihat ke sekitar, ada benarnya juga perkataan Charta. Sebuah pertarungan di sini akan membuat kekacauan setara dengan penembakan masal. Kepanikan yang disebabkan akan membuat navigasi semakin sulit.

Lagipula, jika tidak ada kepanikan Hei masih bisa mengantar pesanannya dan mendapatkan tambahan uang. Akhirnya Hei menyimpan kembali kipasnya, lalu mengulurkan tangan kepada Charta.

"Damai?"

***

Lift karyawan terasa begitu sunyi saat Hei dan Charta menaikinya. Meskipun mereka setuju untuk gencatan senjata, keduanya masih curiga, sehingga mereka mengambil jarak terjauh dari yang lain. Terutama Hei yang dengan cerobohnya menunjukan senjatanya, sedangkan ia tidak tahu apa senjata lawannya.

Suara dentingan lift terdengar, tombol lantai 86 menyala terang di panel lift. Hei membuka catatan pesanannya, menghafal nama teknisi yang memesan kotak makannya.

Segera ia mengambil kotaknya dan meninggalkan lift, tapi tangannya tidak bisa menggapai kotak makannya.

"Apa kau tidak mau turun, tuan Hei?" suara Charta terdengar dari pintu lift.

"Aku mau saja," jawab Hei."Tapi kotak ini tidak mau…"

Kalimat Hei terhenti saat ia melihat sebuah sosok berjas putih di samping Charta. Sosok seorang pria yang mengenakan wajah Hei.

Pintu lift perlahan menutup. Hei berusaha menekan tombol lift, tapi tombol itu menembus Hei seperti kotak makannya. Tidak, kini Hei baru mengerti, dirinya lah yang menembus semua benda yang ia sentuh.

"Sayang sekali, Hei. Seharusnya kau tidak mempercayai lawanmu begitu saja."

Hei jatuh berlutut. Ia sudah mencurigai Charta sejak awal, tapi tidak menyangka lawannya memiliki kemampuan seperti ini. Pintu liftpun tertutup, seperti harapan Hei ke ronde berikutnya.

***

Angin mengamuk bagai badai di lantai 88 menara Bebal. Malam itu gelap, tapi cahaya lampu sorot dari pojok lantai menyinari pintu masuk di tengah lantai. Berjalan dari pintu masuk ke salah satu panel kontrol lampu terdekat, Charta segera berpegangan pada pagar kawat yang mengelilingi lantai segitiga itu, tak mau diterbangkan angin.

Untungnya, panitia telah membuat dua tombol berwarna pink dan emas di panel itu, sehingga Charta tak perlu pusing mencari tombol. Satu panel telah diaktifkan, mengubah warna bagian utara kota menjadi pink.

Suara angin mendesing keras di telinga Charta, berputar kencang di depan matanya sampai mengenai pagar di sampingnya. Sebuah koin terpental dari pagar, menggelinding ke arah pintu masuk. Charta berbalik, menyadari kedatangan seorang tamu.

"Hei?"

Meski ributnya angin di lantai itu, Charta yakin pria berjas putih yang berdiri di pintu masuk itu adalah lawannya. Hei segera memungut koin yang bergelinding ke arahnya. Di tangan kirinya adalah sebuah kantung, bergerincing nyaring saat pria berjas putih itu memasukan koin itu.

"Bagaimana kamu bisa di sini?" tanya Charta.

Sayap hitam mengembang dari punggung Hei, "Manusia mungkin tidak bisa, tapi saya adalah Dai Tenggu, Nona. Ketika tubuhku sudah bisa bergerak, aku segera membuka atap lift dan terbang ke lantai 86."

"Meskipun ada larangan terbang?"

"Memang pemerintah kota bisa apa? Menembak seluruh isi menara untuk menghentikanku?"

Hei memasukan tangannya ke dalam kantung koin, mengambil lima koin bertumpuk yang diapit jari telunjuk dan jari jempolnya. Sebuah pusaran angin tercipta saat sang tengu melempar tumpukan koin itu, membuat sebuah pusaran angin yang begitu kuat sampai menembus pagar di samping Charta.

"Kau berhutang empat ratus koin perak, Charta!" seru Hei.

"Hah?"

"Kau memaksaku terbang di dalam lift itu sampai sop yang kuantar tercecer kemana-mana!" seru Hei. "Dan kau tahu apa respon klienku ketika menerima pesanannya?"

"Yah… sopnya tumpah. Potong 20 persen, ya?"
"Bapak terlambat 3 menit, jadi potong 20 persen lagi, ya?"
"Lho? Nasinya kok nggak ada! Saya kurangi 200 perak, ya?"

Dengan penuh amarah Hei berteriak lantang, "AKU RUGI 400 PERAK KARENA KAMU!"

Dua pusaran angin lain tercipta dari koin-koin Hei. Charta menghindar ke samping, melepas pegangannya dan berlari ke pojokan lantai. Pagar yang ia pegang tadi langsung tertembus pusaran angin amarah, meninggalkan dua lubang yang besar.

"Angin yang kamu lempar berasal dari uangmu, kan?" tanya Charta. "Kamu akan semakin rugi kalau menggunakan itu terus!"

"Kalau begitu 15 koin perak tadi akan kutambahkan ke hutangmu!" ujar Hei. "Kalau tak mau hutangmu bertambah, diam saja dan biarkan aku mengenaimu!"

***

Melihat lawannya terpojok, Hei mengurungkan niat untuk menghabiskan setiap koin di kantongnya. Perkataan Charta tidak salah, meski ia bisa menagih Charta di hari lain, koin yang ia miliki saat ini penting untuk menggunakan sihir anginnya.

Diawali dengan kibasan sayap, Hei menerjang lawannya dengan kecepatan luar biasa. Namun saat ia mengayunkan kipasnya, tubuh Charta menembusnya begitu saja. Sesuatu menggapai lengan Hei dari belakang sang lawan, lalu menariknya menembus tubuh Charta.

Hei terkejut melihat Charta kedua, sang Phantom, adalah yang menariknya. Phantom itu segera menghantamkan Hei ke pojokan pagar, lalu merebut bayangan Hei. Sang Tengu berusaha mencari pegangan, tapi dirinya menembus pagar dan hampir jatuh mengenai salah satu lampu sorot. Untungnya kakinya terpaku pada tempatnya berpijak, menyelamatkan dirinya dari kejatuhan. Bayangan hilang, Tubuh menembus dan kaki terpaku. Ia ingat akan kemampuan ini, kemampuan yang sama dengan di lift.

Saat berusaha menarik dirinya kembali ke atas lantai, Hei melirik ke belakang, hendak mencari tahu kemana bayangannya pergi. Namun perhatiannya tersita saat ia melihat kaki Charta. Meskipun berdiri di depan salah satu lampu sorot, Hei dan Charta tidak memiliki bayangan. Iapun berpikir, kemungkinan besar Charta juga mengalami abnormalitas yang ia alami. Untuk membuktikan teorinya, Hei melempar kipasnya ke kepala Charta.

Klutuk. Suara kipas itu sangat nyaring ketika mengenai kepala Charta. Wanita bergaun itu tampak marah, begitu marah sampai ia tidak menyadari tangannya menembus pagar di sampingnya berkali-kali.

"Apa-apaan tadi!"

"Oh, cuma kipasku," jawab Hei santai sambil mengambil kipasnya kembali. "Jadi nona tidak bisa menghindar kalau kehilangan bayangan?"

Bibir Charta jelas tidak menunjukan senyum sadisnya saat ini. Hei segera mengambil satu koin dari kantong koin, lalu melemparnya ke belakang.

Kena. Pusaran angin dari koin itu mengoyak gaun Charta, meninggalkan robekan besar penuh luka gores di punggung wanita itu. Sang Dai Tengu melihat sosok Phantom dirinya melebur kembali menjadi bayangan, merambat kembali ke pemiliknya. Dengan kembalinya bayangan Charta, Hei juga menerima bayangannya kembali.

Kipas hitam Hei menebas pada Charta, tapi lawannya melompat ke pagar pembatas. Sepatu Charta bersinar terang, mengaktifkan kemampuan hartanya untuk bertengger di pagar itu.

Hei mengayunkan kipasnya berkali-kali, sayangnya jarak kipas yang begitu pendek sangat mudah dihindari lawannya. Koin kembali dilempar oleh sang Dai Tengu, mengirim dua pusaran angin dari samping untuk mencapit lawannya.

Sepatu Charta kembali bersinar terang. Seolah ada yang menariknya, Charta meluncur mundur, menghindari serangan lawannya. Ia terhenti saat membentur kotak panel, dimana cahaya sepatunya pudar dan menjatuhkannya kembali ke lantai.

Tak mau mengenai panel kendali, Hei beralih kembali ke serangan dekat, menerjang dengan kibasan sayapnya. Charta segera menekan tombol pink di panel itu, mengaktifkan kotak kedua.

Dari jarak yang begitu dekat, Hei mengambil Hei mengambil semua koin di sakunya dan menggenggamnya erat-erat. Angin berkumpul di tangan Hei, menyelimuti dengan angin yang siap mencabik lawannya.

"Ronde kedua selesai!"

Pukulan Hei menghantam panel kontrol, tersentak karena suara Soraya dari speaker menara. Melihat pemandangan sekitarnya, seluruh kota telah menyala terang dengan warna pink. Badai di atap menara itupun seolah sirna begitu saja.

"Bagaimana bisa?" tanya Hei. "Seharusnya masih tersisa satu panel lagi, kan?"

"Itu karena kamu kurang cermat," ujar Charta. "Ketika aku mengambil bayanganmu, menurutmu kemana Phantomku pergi?"

Hei teringat beberapa saat lalu, ketika dirinya hampir jatuh dari menara karena tubuhnya menembus pagar penghalang. Antara waktu menarik dirinya sampai waktu mendapat bayangannya kembali, Hei terlalu sibuk mencari tahu kelemahan kemampuan lawannya sampai ia melupakan kehadiran Phantom itu sendiri.

"Akhirnya menyadarinya juga?" tanya Charta. "Aku mengirim Phantomku ke panel paling jauh segera setelah aku merebut bayanganmu."

"Tidak mungkin Phantommu bisa mencapai panel kontrol secepat itu!"

"Iya, benar. Bayangan seorang manusia tidak akan mencapainya dengan cepat," Charta mengaku. "Tapi bayangan yang kupakai adalah bayangan Dai Tengu. Milikmu lebih tepatnya."

Saat itulah Hei menyadari kecerobohannya. Kepakan sayapnya mampu dengan cepat menutup jarak antara dirinya dan lawannya, sehingga seharusnya sangat mudah baginya untuk mencapai panel-panel kendali lampu. Namun karena meletup-letup dengan emosi, ia tidak berpikir untuk langsung menyelesaikan ronde ini.

"What's yours is mine and what's mine is mine as well," ujar Charta. "Kurasa itu cocok untuk judul ronde ini."

Melepas nafas berat, Hei membalas "Ya. Anda menang, selamat."

"Anda tidak ada niatan untuk balas dendam, kan?" tanya Charta.

"Bossku tidak akan suka," jawab Hei singkat. Ia berlanjut mengambil kantong koinnya dan membaliknya, tapi tidak satu koinpun jatuh. "Jangan lupa, ya. Hutang 5000 koin perak."

"Sepertinya anda menambah satu digit di angka itu. Apa boss anda tidak keberatan?"

"Cih… oke. 500 perak. Cuma karena bossku bilang aku tidak boleh balas dendam, bukan berarti aku tidak boleh merasa kesal."

Dengan hentakan kaki keras, Hei masuk kembali ke dalam menara. Begitu lawannya meninggalkan atap, Charta hendak menyusul. Namun ia terhenti saat mendengar kepakan sayap dari atasnya.

***

Sebuah bola mata menyeringai di dalam kegelapan malam. Kalau bukan karena kepakan sayap kelelawar bola mata itu, Charta tak mungkin menyadari kehadirannya.

Ah, ketahuan. Seharusnya aku tahu badai tadi buatan panitia. Sekarang kamu mendengar jelas kepakan sayap bola mataku.

"Ai? Origana?" tanya Charta.

Aku harus akui, Charta. Tampaknya kamu lebih menguasai [Summon Slave]mu di sini daripada ketika di Elsebearth.

"Kenapa kamu di sini, Ai?" tanya Charta.

Hmm…  kira-kira kenapa ya? Mungkin karena kamu meninggalkan aku dan Mist di kota Metronord? Mungkin karena kamu tidak kembali ke markas setelah 2 tahun? Mungkin juga karena Brain semakin stres anak cucunya hilang tanpa jejak? Banyak yang harus kamu jawab, Charta.

"Jadi kamu di sini untuk membawaku kembali?"

Tidak. Aku di sini untuk membalas ulahmu di Metronord. Banyak hal terjadi di kota itu semenjak rajanya menghilang dan aku harus melihat setiap detik kehancurannya karena kamu dan Mist meninggalkanku. Lebih baik kamu bersiap, Charta.

Komentar

  1. Heihei direpresentasikan dengan sempurna di entri Anda. Pas, dan tingkahnya membuat saya tersenyum. Saya suka saat dia minta jadi tukang antar. Hahaha, pas banget sama kepribadiannya. Selipan komedi dari Heihei sukses membuatnya menjadi tokoh yang selalu diejek.

    Callback interaksi dengan Tora di awal pun menghibur dan lucu. Pertarungan Charta dengan Heihei pun sudah ditulis dengan baik. Saya bisa membayangkan setiap blow by blow adegannya. Masing-masing karakteristik Heihei telah Anda tampilkan dengan sempurna, menunjukkan bahwa penulisnya benar-benar membaca CS. I applaud you for that! Heihei bahkan bisa tampil lebih gemilang daripada di milik penulis aslinya (saya).

    Heihei aside, saya penasaran dengan tokoh di akhir. Ada benang merah cerita Charta selanjutnya, dan oh boy, saya benar-benar ingin membaca kelanjutannya sekarang saking penasarannya.

    Saya beri nilai 9/10. Semangat terus!

    BalasHapus
  2. "Karena neng njungkir balikan mobil saya di ronde pertama!"
    Oh jelas itu, Reparasi [Stryker] tidak bisa dibilang murah, Terlebih NGSR termasuk pelit.
    Nice Callback. Refleks ngakak bagian itu. Seperti kata Hei diatas. Eksekusinya dapet pake banget. Nyaman bawaannya. At least gambaran Phantom si Charta itu gimana, tertulis jelas disini.

    Kini izinkan saya berkomentar dalam ranah Author.
    Motivasi Charta disini terlihat lebih reasonable daripada di [Metronord]. Ditambah urgensi untuk survive dari balapan dan lain sebagainya. Mulai terlihat fleshingnya sih. Sama mungkin eksplorasi kekuatan bisa lebih banyak dan variatif. Aku ngeliat Charta pelan2 menanggalkan topeng anti sosialnya, krn entah kenapa dia lebih interaktif. Hehehe


    Utk komentar tetap profesional. Tapi scr jasa. Masi ga terimaaaaa
    8/10 dari Tora Kyuin.

    BalasHapus
  3. Saya seneng ngeliat karakter yang ga terlibat battle masih disebut di sini, bukti bahwa tiap ronde masih berkesinambungan. Saya suka sama penggambarannya Hei dan kejutan yang dibikin Morgen

    Solid 8/10 dari Charlotte

    BalasHapus

Posting Komentar