[Ronde 3] Hei Heiheihei - Old Man and Arid Land

By: Sudar Mansur
Sepuluh hari setelah ronde kedua diumumkan, peserta kembali berkumpul. Kali ini di restoran hotel.
Waktunya ronde ketiga. Semua peserta yang masih ikut membuat wajah serius.
Heihei pun demikian. Setelah kebodohannya di babak kedua, ia kehilangan satu tangan dan sayap. Untung saja pihak NGSR bersedia menyembuhkannya.
"Saya masih saja bermain-main."
Sisi orang dewasanya merasa malu. Setelah jatuh sedemikian rupa, Heihei memikirkan kegagalannya terus-menerus.
"Ronde kali ini saya tak boleh membuat kesalahan."
Begitu yang ia pikir, sembari parfait buah menyumpal mulutnya.
"Oi, om tengu! Apa kabar?"
"Mentari menyeruak, wahai sosok bayang kelam nan benderang."
Dua suara yang Heihei kenal memanggil. Heihei menghentikan ritme sendoknya menciduk parfait, lalu menelengkan kepala.
Sepasang bocah yang menjadi rekannya sewaktu ronde pertama: Riven dan Gubbins. Kedua anak laki-laki tersebut lalu duduk di sebelah Heihei.
"Aku melihat pertandinganmu di babak kedua, om. Aku senang melihatmu terluka sedemikian rupa. Sayangnya ronde keduaku lebih heboh."
Riven menepuk dadanya. Suara gemerincang zirah rantai terdengar.
Heihei berdecak.
"Anak kecil. Lagi-lagi."
Gubbins menepuk punggung si pria tua. Senyumannya tampak. "Sungguh, janganlah mengumpat kepada alam raya. Aku membenci rupa yang ringsek. Tertawalah macam desiran ombak."
Heihei menganggap apa yang si anak aneh ucap sebagai ucapan penenang, dan ia pun memilih tenang. "Terima kasih, Lollygag."
Temannya di perlombaan ini adalah kedua bocah sok akrab tersebut. Mendengarkan ocehan mereka membuat Heihei mengingat dimensi asalnya. Si pria tua tertawa kecil, pada ingatan serta percakapan Riven dan Gubbins yang tak keruan.
Tak lama setelah itu, dua kaleng berbicara muncul. Semua atensi peserta diarahkan kepada mereka.
Soraya, kaleng wanita, dan Rasyid, kaleng pria, dengan kompak mengumumkan seluk-beluk ronde ketiga.
Babak kali ini diadakan di Oase Musafir, yang terletak di gurun pasir luas bernama Hitamz.
Peserta lomba akan dibagi menjadi dua tim: Angkasa dan Gurun. Kedua tim memiliki tugas mereka masing-masing:
· Angkasa harus menghentikan konser kaleng wanita.
· Gurun harus membuat kapal tim Angkasa kaleng pria mendarat paksa.
Selain itu, kali ini peserta diberikan sepuluh boneka klona sebagai pasukan dan nyawa mereka.
Heihei segera berdecak. "Panitia lagi-lagi menyukarkan perlombaan."
Youkai tua macam dia tak senang dengan teknologi yang menyulitkan. Di lain pihak, Riven dan Gubbins tampak senang.
"Keren! Aku punya pasukan miniatur diriku sendiri. Riven dan Mini-Riven akan menguasai dunia!"
"Tingginya pencapaian titisan Askr dan Embla mencapai titik yang membuat perforasi pada titah langit. Terpujilah mereka."
Lalu, pembagian tim diumumkan.
"Tim Gurun… Riven…"
"Tim Angkasa… Heiheihei… Lollygag…"
Heihei dan Gubbins segera menatap wajah bocah ninja. Keduanya terkejut.
"Kita harus berpisah, ninja kecil."
"Ini adalah untaian takdir tiga saudari Norn, sayang."
Namun, si ninja menyeringai. Ia lalu menunjuk ke arah Heihei dan Gubbins bergantian.
"Aku, Riven yang hebat, akan menantang kalian."

Gurun pasir Hitamz memanglah gurun. Heihei, youkai endemis Jepang, langsung merasa semua tenaganya menguap. Keringatnya mengucur bak air terjun.
"Ini lebih buruk daripada musim panas di Kota Rokkaku," keluhnya.
Selain itu, semua pakaian yang ia kenakan—kemeja, dasi, dan celana panjang—berubah warna menjadi hijau terang.
"Panitia berniat mempermalukan saya…"
Melihat onggokan berjalan warna hijau dari Tim Angkasa membuat matanya sakit.
"Butiran tubuh dewa gurun menyukai orbitamu."
Artinya, mata Heihei hanya kemasukan pasir dan ia harus berhenti mengeluh. Gubbins masih memakai senyum lebar meski jubah hitam kerennya diubah menjadi hijau.
"Anda masih bisa tersenyum setelah begini?" tanya Heihei, terheran-heran
Gubbins melompat riang. "Tentu. Hijau adalah warna hati naga timur jauh yang melindungi perdamaian dunia."
Intinya, itu keren.
Setelah selesai bercakap-cakap, keduanya pergi ke stan panitia. Kendaraan peserta diparkirkan di sana, dan Gubbins ingin mengambil Flibbertigibbet. Selain itu, Heihei ingin mendapat burung unta sebagai kendaraannya.
"Begitu. Kalian sama-sama burung, karenanya hati kalian bertaut. Sungguh serasi."
"Berhentilah berkomentar aneh, Tuan."
Setelah mendapat kendaraan, panitia memberikan semua peserta sepuluh boneka.
Masing-masing boneka memiliki tinggi 75 cm. Mereka pun memiliki kemampuan dan kepribadian serupa dengan peserta yang memilikinya. Melihat sepuluh miniatur dirinya bergerak di atas burung unta kecil membuat Heihei takjub.
"Benar kata si bocah ninja itu. Teknologi ini keren juga."
Ketika Heihei memerintah bonekanya untuk mendengarkannya, mereka semua tak mau.
"Kalau tidak ada uang, tidak ada pertolongan!" ucap mereka serentak.
Heihei kembali menghela napas.
"Berurusan dengan diri sendiri ternyata memang sulit…"
Berkebalikan dengan Heihei, Gubbins dan sepuluh bonekanya tampak senang. Mereka pasang senyum lebar yang harmonis. Boneka Heihei mendemo minta uang. Melihat kesenjangan tersebut membuat Heihei kehilangan semangat.
Karena babak kali ini menuntut kerja sama tim, peserta membagi tugas mereka. Ada yang menjaga keamanan "bendera," ada yang menjaga pilar teleportasi, ada yang memburu anggota tim lawan, dan ada yang bergerak cepat untuk sampai ke tujuan dan melakukan sabotase.
Heihei dan Gubbins terpilih menjadi salah satu dari yang bergerak cepat.
Ronde ketiga Battle of Realms: Infinity pun dimulai.

Burung unta milik Heihei dan bonekanya melaju di atas pasir gurun.
"Saya benar-benar tak salah memilih!"
Sebagai sesama burung, si pria paham akan kemampuan makhluk sejenisnya. Burung unta mampu melaju 75 km/jam. Mereka tak akan mudah kelelahan karena mampu menggunakan 100% kapasitas paru-paru mereka.
"Paman, apakah engkau berpapasan dengan kenangan lampau dan tersendat?"
Sayangnya, laju burung unta tak mampu mengalahkan Flibbertigibbet milik Gubbins. Bocah berambut putih terpaksa mengikuti langkah lamban Heihei.
"Padahal Floccile telah memberikan racun hati paman, namun engkau malah bergerak dalam tempo kidung siput."
Sebelumnya, Heihei meminta sejumlah uang kertas bernominal besar dan beberapa uang koin dari Gubbins, sebagai pasokan jurusnya. Heihei berjanji akan membantu Gubbins dengan sekujur tubuh.
Namun, melihat kejadian sekarang membuat muka si pria kebas.
"Maaf atas keteledoran saya, Tuan."
Heihei dan bonekanya lalu menundukkan wajah. Gubbins hanya tertawa.
"Tak apa, paman. Kalau kita dirundung Jötunn, aku akan segera menculikmu."
Heihei segera angkat kepala. Air matanya hampir gugur. Senyumannya cerah. "Saya… Akan melayani tubuh Tuan sampai akhir."
Grup Heihei dan Gubbins lewat jalur kiri, di sudut gurun. Dengan ini, mereka mungkin tak perlu bertemu dengan anggota tim lawan. Selain itu, grup pemburu Tim Angkasa melakukan tugas mereka dengan baik. Beberapa musuh yang berlarian diadang oleh sosok bayangan hidup, gadis berpedang banyak, dan ksatria zombie.
Dengan kecepatan maksimal burung unta, grup Heihei sampai di jarak 5 km hanya dalam waktu kurang lebih 4 detik. Namun untuk berhati-hati, Heihei mengistirahatkan burung untanya.
Si pria tua lalu turun dari tunggangan. "Tuan yang terhormat ini telah berusaha dengan baik." Heihei mengusap punggung si burung unta. Grup mereka lalu berjalan kaki.
Di sepanjang perjalanan, suara deru kendaraan dan teriakan para peserta yang bertarung terdengar. Konser milik Soraya pun memecah ketenangan. Namun, Gubbins tampak tak terganggu dengan semua suara tersebut.
Ia sedang sibuk memerhatikan gurun.
"Aku tak pernah berjumpa dengan padang pasir sebelumnya. Melihatnya dekat merupakan anugerah delapan juta dewa."
"Sayangnya, di sini panas sekali."
Heihei membuat angin badai kecil dari satu koin yang ia lempar di depan wajah. Kesejukan yang ia rasa hampir membuatnya tersenyum.
…Jika tak ada orang yang terbang mendekat.
Heihei dan bocah aneh segera berwaspada. Boneka mereka mengikuti. Keduanya lalu menilik gerak-gerik pria berpakaian serba hitam—anggota tim musuh—yang mengadang.
"Selamat siang, musuhku yang berbahagia."
Pria tersebut menyapa, ramah. Dia mengenakan kimono serba hitam, yang mengontraskan kulit dan rambutnya yang putih. Dua pasang sayap menghiasi punggungnya. Di dahinya terdapat karakter —hujan.
Heihei, yang sudah lama tak melihat huruf kanji, membelalakkan mata.
"Ame, kan? Itu benar huruf kanji, bukan?"
Si pria tua antusias. Ia telah melihat orang ini sejak pertama kali pindah dimensi, namun baru sekarang memerhatikannya dengan jelas. Bertemu dengan orang dari negara yang sama membuat Heihei senang.
Pria berkimono pun tersenyum. "Tentu. Ini adalah tanda bahwa aku adalah kami hujan. Namaku adalah Ameyuki."
Mendengar kata kami semakin membuat si pria tua melompat girang. "Bos saya merupakan salah satu kami yang terkenal. Namanya Tenman-Tenjin. Meski dimensi kita berbeda, ia pasti juga ada di sana."
"Paman, kejenakaan yang kalian pintal mesti berkesudahan," kata Gubbins, mengingatkan. Heihei pun menyadari perannya. Meski mereka memiliki kesamaan, mereka tetaplah musuh.
"Setelah pertandingan ini berakhir, mari kita berbincang-bincang santai di hotel." Boneka milik Ame lalu pasang sikap siap menyerang. "Namun, mari kita bertarung terlebih dahulu."

Hati Heihei berdebar. Ia mengucap delapan frasanya berulang-ulang, meski senyum yang ia kenakan melebarkan ujung.
Si pria tua telah lama tak membuat insiden. Di dimensi asalnya, ia pernah hampir membuat kuil Furiido di Rokkaku hancur meski harus menaati peraturan yang dibuat para tetua.
Bertemu dengan seorang kami dan bertarung tanpa dibatasi peraturan danmaku. Gagasan liar tersebut membuatnya menggelinjang dalam senang.
"Ayo maju!" teriak Heihei, menatap wajah Ame.
Ame mengabulkan permintaan musuhnya. Ia dan sepuluh bonekanya berjejer di langit, membentuk garis lurus.
"Rain Control."
Awan-awan yang semula saling berjauhan mendekat. Warna mereka berubah menjadi hitam kelam, senada dengan pakaian Tim Gurun. Hujan lebat kemudian berguguran bebas.
Pasir gurun berubah menjadi bubur. Duo Heihei-Gubbins tak mampu melihat dengan jelas di tengah hujan. Air memasuki mata. Diguyur tiba-tiba juga membuat badan mereka terkejut.
"Kita harus mendekat."
Pria tua memerintah bonekanya. Namun, kaki burung unta kesulitan berjalan di bubur pasir. Flibbertigibbet yang besar tak kesulitan, namun Gubbins pun tak mau kendaraannya kena air berlebih.
"Kita harus mengentikan hujan itu, paman," desak Gubbins.
Gubbins dan pasukan bonekanya menciptakan tirai peluru padat dari uang koin Floccinaucinihilipilification. Tujuannya Ame. Namun, hal yang tak mereka sangka terjadi.
Ame menarik semua titik-titik air dalam awan, menjadikannya dinding tebal dan luas. Uang koin Gubbins menghantam penyekat air. Gerakan mereka melambat. Beberapa bahkan terbang jauh dari target.
Ame lalu tersenyum. "Sepertinya, ini akhir kalian."
Dinding air tersebut lalu ia turunkan paksa. Tepat di atas musuh. Dinding dengan berat berton-ton akan segera jatuh menimpa kepala mereka.
"Ougon no Kaze!"
Heihei melempar sepuluh lembar uang sebesar 100 pound ke atas. Ia tak mau kepalanya hancur karena tekanan air. Angin badai besar bertubrukan dengan dinding bening.
Gubbins sadar kalau mereka dalam bahaya. Dia menciptakan lebih banyak uang untuk Heihei. Pria tua melempar uang segar yang ia dapat. Angin yang dia buat menjadi semakin besar.
"Kalau saja tak ada dinding air, semua uang ini pastilah menjadi milik saya!" teriak Heihei, menahan tangis.
Badai Heihei berhasil melubangi dinding air Ame. Pria tua dan bocah aneh segera bersorak.
"Kita berhasil!"
Namun, badai tadi hanya mampu menghamburkan. Air yang turun segera membanjiri gurun. Banjir yang tercipta pun semakin meninggi, berkat kekuatan Ame.
"Sudah kubilang, ini adalah akhir."
Banjir hampir membuat semua boneka mereka tenggelam. Burung unta Heihei masih selamat, namun berenang menyulitkannya bernapas.
"Aku akan menghentikan laju air."
Gubbins menggunakan Floccinaucinihilipilification untuk menciptakan bendungan uang kertas.
"Kami sudah tak mampu menahannya… Kami perlu uang!"
Boneka Heihei tak lagi sanggup melihat kemampuan Gubbins. Mereka segera berlari ke arah dinding bendungan.
"Dasar saya yang bodoh…"
Ada dua boneka pria tua yang tewas terhimpit bendungan uang. Ame tertawa melihat kegoblokan musuhnya.
"Aku tak menyangka shikigami seorang kami bisa sebodoh dirimu." Ia dan bonekanya dengan kompak mencemooh. "Aku yakin kasta bosmu berada jauh di bawah Tuanku. Lagi pula, Tenjin cuma manusia biasa. Manusia-manusia bodoh ketakutan dan menjadikannya kami."
Perkataan Ame barusan mengobarkan sesuatu pada diri pria tua.
Amarah.
Heihei segera menatap dewa hujan di depan. Matanya memelotot. "Kau boleh saja menghinaku… Tapi aku tak akan membiarkan nama bos Genbenkan kau hina."
Seolah mengerti dengan amarah tuannya, burung unta pria tua segera melebarkan sayap. Ia lalu terbang. Burung unta mampu melayang di ketinggian 30 meter, namun tetap tak cukup.
Jarak Ame masih jauh.
Heihei segera memunculkan sepasang sayap tengu-nya, untuk memotong jarak. Ame menatap lekat ha-uchiwa yang mendekati wajah.
"Tengu? Jangan-jangan kipas itu…"
Heihei menggoreskan bilah senjatanya pada wajah dewa hujan. Hidung Ame tercoreng. Darah segera menetes dari batang hidungnya. Namun, pria tua menganggap ini belum cukup.
"Tinggikan."
Ujung hidung milik Ame memanjang. Berat hidungnya membuat Ame kehilangan keseimbangan. Ia pun terjatuh, bersamaan dengan jatuhnya pria tua. Melakukan aksi berat tiba-tiba menindih tubuh Heihei dengan keletihan.
Gubbins segera menangkap burung unta dan pria tua yang terjun bebas. Bulu empuk Flibbertigibbet meredam kejatuhan mereka. Heihei lalu membalikkan kepala. Ame, dengan hidung yang hampir mencakar langit, tergeletak di atas bubur pasir bersup air.
"Maafkan saya, kami hujan! Saya ada perlombaan yang harus dimenangkan."
Gubbins lalu tertawa terbahak-bahak, sembari memacu tunggangannya.

Hanya perlu waktu kurang lebih satu menit bagi Flibbertigibbet menempuh jarak 5 km dengan kecepatan maksimal. Heihei dan Gubbins telah sampai di area artileri anti-udara.
Suara bombardemen artileri bercampur dengan suara konser Soraya. Tim Gurun menggunakan senjata tersebut untuk menembak kapal terbang Tim Angkasa.
Tugas Heihei dan Gubbins dimulai. Mereka harus melakukan sabotase pada tiga artileri ini. Bila tidak, kapal angkasa timnya akan jatuh. Flibbertigibbet melompat ke atas gedung pertama, di sebelah kiri.
"Kemungkinan, lawan menjaga senjata-senjata ini. Waspadalah," ucap pria tua, menuruni punggung Flibbertigibbet. Ia meninggalkan burung untanya di sana. Heihei dan Gubbins lalu melihat sekeliling.
Tak ada yang mencurigakan. Atap gedung ini normal, kecuali adanya artileri besar yang tengah menembakkan peluru secara otomatis.
"Demi kasih Ibu Asherah! Itu TCM-20!" pekik Gubbins. Ia dan bonekanya berlari mendekati artileri.
"Ejecutar."
Suara robotik serak menggema. Sekelebat garis biru muncul dari bayang artileri. Mengarah lurus ke arah bocah aneh. Flibbertigibbet mengayunkan kaki depannya yang kiri. Garis biru tersebut lalu terjatuh ke atas lantai atap.
Bentuk bulat sempurna, dengan enam lubang tiap sisi depan dan belakang. Heihei mengenal bentuk itu.
"Tom."
Bola aneh yang menjadi lawannya di ronde kedua. Bola itu menggelinding kembali ke balik bayang. Warnanya yang tadi bening kini menguat.
"Transformasi operator arbitrer pada membran magis Teori-M mengantarkan kita untuk bertemu lagi, tengu."
Si bola menyapa, seramah yang ia mampu. Di sekitarnya, sepuluh pendaran yang lebih besar mengikuti. Sinar biru menjadi "mata" bayang artileri.
"Anda ingin apa, Tuan bola?"
Gelak tawa merobot muncul. "Mengalahkanmu," terang Tom, seolah itu adalah hal terwajar di dunia. "Aku masih tak percaya kamu menarik ingatan yang telah kurebut. Ingatan adalah energi, dan adat konversasi ingatan menyanggah translasi Leabed Liskor."
"Paman adalah Putri Kaguya." Gubbins menahan tawa. "Semua orang memperebutkanmu."
Heihei tak menyahut Gubbins. "Artinya, Anda hendak berdansa dengan saya? Dalam cha-cha, ataukah waltz?"
"Terserah. Aku akan mengalahkanmu dan menjadi pemenang."
"Kalau begitu aku pamit undur diri, paman." Gubbins dan bonekanya lalu pergi. Mereka melompat ke gedung kedua, di tengah. "Aku akan menghancurkan semua golem berisik itu."
Sebelumnya, mereka telah membagi tugas. Kalau-kalau musuh mengadang lagi, salah satunya bisa pergi duluan. Saat ini adalah momen tepat untuk berpisah.
"Mari, Tuan. Saya akan melakukannya dengan lembut."
Heihei memasang kuda-kuda. Ia tersenyum pada bola boling beserta pasukannya.

"Reincarneren."
Tom tak hendak membalas keramahan. Ia berubah wujud menjadi seorang pria berambut hitam-putih. Bagian tempat tangannya berada digantikan sayap burung monokrom. Boneka Tom ikut mengganti bentuk mereka.
"Namanya Tomasz Czajkowski. Seorang mutan burung pandai besi."
Tom dan bonekanya terbang. "Aku akan mengalahkan burung dengan burung." Pasukan Tom mengayunkan sayap. Angin tercipta. Heihei menggunakan ha-uchiwa untuk bertahan pada lantai. Namun, satu bonekanya terbawa arus.
"Bodoh. Sekarang nyawamu tinggal tujuh."
Serangan angin Tom semakin menjadi-jadi. Boneka Heihei yang tersisa memeluk erat tubuh pemiliknya. "Hentikan badai itu, Tuan!" Mereka menjerit.
"Jangan menyumbat telinga saya dengan keluhan kalian!"
Kesal, pria tua melempar salah satu bonekanya ke arah pasukan lawan. Angin mengombang-ambingkan boneka malang tersebut. Namun, ia memunculkan sayap tengu kecilnya. Terbang melawan angin.
Boneka itu terus melaju. Sayangnya, angin yang tercipta terlalu kencang. Ia pun terdorong ke belakang. Sebelum ia benar-benar jatuh, Heihei kecil melempar kipasnya sekuat tenaga. Tujuannya: wajah Tom.
Tom segera melindungi hidung. Kipas itu pernah menyusahkan Tom, karena kemampuan memanjangkannya. Tom tersenyum atas pengetahuannya yang unggul.
"Trik yang sama tak akan berguna."
Namun, kipas tersebut mengarah ke mata kanan. Tom terlambat bereaksi. Ha-uchiwa mengenai sklera. Tom gugur, angin yang ia buat berhenti. Heihei kemudian menangkap boneka pemberani dalam rangkulannya.
"Kerja bagus, saya!"
Semua boneka pria tua bersorak-sorai.
"Jangan senang dulu."
Tom bangkit. Darah jatuh dari mata kanannya. Namun, ia masih tersenyum. Tom menodong Heihei dengan ujung sayapnya.
Tom dan pasukannya maju. Mereka mengayunkan tangan mereka. Heihei memunculkan sayap, sebagai tameng angin. Namun, yang kena sayapnya adalah sabetan tajam.
Tom menggunakan sayap sebagai pedang. Pria tua mundur. Boneka Tom berlarian, sayap mereka mengayun. "Lindungi saya, pasukan!" titah Heihei.
"Kami butuh uang! Tak mau bekerja sebelum ada uang!"
Boneka pria tua kabur dari musuh. Beberapa ada yang tersabet pada punggung. Kapas mulai berguguran. Ada satu yang tewas. Namun, mereka tak sepenuhnya bodoh. Ada yang menghambat ayunan sayap pasukan Tom dengan ha-uchiwa mereka.
Tetapi tetap saja, pasukan pria tua berantakan.
"Karismamu kurang, oi." Tom menertawakan keadaan Heihei dari tempat aman.
Heihei menundukkan wajah. Apa yang Tom ucap adalah kebenaran. Ia selalu tak punya karisma. Sewaktu ia menjadi kaisar dulu, ayahnya membuatnya turun takhta. Sewaktu memberontak pun, ia gagal membawa pendukungnya menang.
Ia selalu menjadi pemimpin yang gagal.
Seseorang tanpa karisma.
Pria tua menyenyumi sesuatu. "Anda memang benar." Ia kemudian merogoh sakunya. Berlembar-lembar uang 100 pound dan yen ada di tangan. "Namun, uang bisa membeli kesetiaan siapa saja!"
Heihei memercayai uang dan kuasanya yang tak terbatas. Semua hal di dunia bisa direbut dengan uang. Entah itu harta, kekuasaan, bahkan hati manusia.
Enam boneka Heihei yang tersisa segera berkumpul di hadapan tuannya. Pria tua menaburkan uang yang ada di tangan. Bonekanya saling berebut hujan uang.
"Saya telah membayar kalian. Turuti saya."
"Siap, komandan!"
Setelah mendapat upah, pasukan Heihei segera mengejar pasukan Tom. Tom berdecak. Boneka pria tua sebelumnya lemas dan tak punya motivasi. Sekarang, mereka semua bersedia membunuh siapa saja yang melawan.
"Jangan gentar!" perintah Tom. Pasukannya kembali menyerang. Di tengah upaya mereka, pasukan Heihei mendapat kesempatan.
"Tori-ou Danzai Dan!"
Masing-masing boneka menciptakan dua klona. Boneka Heihei sekarang berjumlah 18. Pasukan Tom tentu bingung, siapa yang asli dan siapa yang palsu. Mereka segan bertindak.
Pasukan Heihei tak mau melewatkan kesempatan itu. Mereka serentak melemparkan uang baru mereka. Badai angin besar tercipta, menerbangkan beberapa boneka Tom.
"Berengsek…"
Tom melihat pasukannya dibabat tanpa perlawanan. Ia hendak maju sendiri, namun ada yang mengait lehernya. Tom tak mampu bergerak. Ia mencoba melepaskan diri.
"Sepertinya Anda tak suka skinship."
Suara Heihei. Di tengah badai besar pasukannya, ia berlari ke belakang Tom. Pria tua segera mencekik leher Tom dengan kaitan tangannya.
Namun, justru itulah momen tepat bagi Tom. Ia segera mengubah wujudnya menjadi bola.
Ia akan mengaktifkan Leabed Liskor.
"Oh, tentu tidak bisa."
Heihei segera menendang Tom kuat-kuat. Bola aneh itu lalu terbang jauh. Pasukan Heihei pun melakukan hal yang sama pada boneka Tom yang tertinggal di atap.
Flibbertigibbet datang, mendarat tepat di atas artileri. Berat makhluk itu meruntuhkan senjata dengan mudah. Gubbins melambaikan tangan pada Heihei. "Paman, mari naik! Aku telah menjungkirbalikkan semua tatanan dunia mereka!"
Keduanya lalu pergi ke area berikut: Kota Gurun.

Tujuan akhir mereka terlihat: sebuah panggung konser. Beberapa salon besar berada di tiap sisi panggung. Di tengah, Soraya memegang mik. Ia menyanyikan lagu bernada cepat dan berlirik riang. Di dekatnya ada pula keyboard yang memainkan melodi.
Gubbins menggelengkan kepala sesuai dengan ketukan musik.
"Jangan terlena, Tuan. Kita harus menghentikan konsernya," tegur Heihei.
"Eh?! Padahal Orpheus sedang memberkahi dunia~!"
Flibbertigibbet mendekati panggung. "Mungkin nona panitia akan takut," kata Gubbins. Namun, konser Soraya tak berhenti. Penyanyinya malah semakin senang ketika melihat ada yang memerhatikan.
"Sepertinya kita memang harus turun dan merusak panggungnya, Tuan."
Keduanya lalu turun dari Flibbertigibbet. Tanpa hewan itu, Gubbins hanyalah manusia biasa. Karenanya, Heihei menggenggam tangan si bocah erat-erat. Boneka-boneka pria tua pun melakukan hal yang serupa pada boneka Gubbins.
"Tuan harap berhati-hati. Mungkin ada musuh yang mengintai."
Tentu, yang pria tua ucap menjadi kenyataan. Dua puluh bayang bergerak bak kilat, berloncat-loncatan dengan lincah. Heihei dan bonekanya melindungi Gubbins beserta pasukan di balik punggung. Pria tua lalu menyiapkan kipasnya menerima serangan.
"Rasakan ini, om tengu!"
Rentetan serangan irisan bawang dan shuriken menghampiri. Heihei menangkis semua bombardemen musuh. Begitu selesai, ada dua orang ninja di depan.
"Riven yang hebat, di sini!" Satunya adalah Riven.
"Kamu kira yang datang adalah tokoh keren, tapi itu adalah aku: Oni!" Satunya lagi adalah pria berkulit biru.
Keduanya pasang pose mengancam.
"Bahkan Lollygag pun terkejut!" Gubbins tertawa melihat aksi duo ninja. Heihei, di lain pihak, panik.
Mereka berhadapan dengan dua orang petarung. Satu-satunya cara bagi Gubbins untuk bisa melindungi diri sendiri adalah dengan kembali ke Flibbertigibbet.
"Kita harus kembali ke kendaraan Tuan." Pria tua memeluk Gubbins, lalu memunculkan sayap. Ia lepas landas, namun belati mengenai kakinya. Oni tiba-tiba muncul dari belati tersebut. Ninja berkulit biru menarik kaki Heihei.
Pria tua menggoyangkan kakinya, namun belati yang menusuk membuatnya menjerit. Boneka Heihei yang ikut terbang mengerubungi wajah Oni. Namun, Oni segera mencabut belati dan melemparnya ke bawah.
Oni berhasil kabur. Pria tua segera memacu diri ke kucing aneh Gubbins. Di atas Flibbertigibbet, Heihei tak sanggup menahan sakit. Ia dan bocah aneh terjatuh ke atas tumpukan bulu.
"Aku akan merawat lukamu." Gubbins menggunakan Floccinaucinihilipilification untuk menciptakan perban uang kertas. Ia lalu mengikatnya pada luka pria tua. Setelah berpacu, napas Heihei terputus-putus. Namun, ia masih menyenyumi perilaku Gubbins.
"Terima… Kasih, Tuan…"
Setelah selesai, mereka berdua bangkit. Dua ninja musuh mendekat. Kali ini, serangan bom dilancarkan. "Floccile." Pohon uang melempar koin panas ke arah bom-bom yang menghampiri. Satu per satu, mereka meledak.
"Flibbarf."
Lalu, giliran Flibbertigibbet yang mendekat. Kedua ninja berlari tunggang langgang.
"Itu namanya curang, om!" Riven mengeluh. "Aku menawarkan duel! Agar adil!"
Gubbins menyuruh hewannya berhenti. Matanya berbinar-binar. "Kata 'duel' keren!"
"Ah, tidak…" Heihei menampar keningnya.
Pria tua tak bisa melawan kehendak sang penyelamat. Ketika Gubbins ingin berduel, ia harus menurut. Riven ingin melawan Heihei, dan Gubbins dengan Oni. Setelah kedua pihak setuju, mereka pun saling bersiap.

Heihei dan pasukannya menaiki burung unta. Riven dan bonekanya berjalan kaki. Kedua pihak berdiri di balik punggung masing-masing. Lalu, mereka berjalan sepuluh langkah ke depan.
Keduanya berbalik di hitungan kesepuluh, menghadap lawan mereka.
"Aku akan membuatmu menangis, om."
Riven dan Mini-Riven yang memulai. Mereka melempar peralatan ninja yang beragam. Bom asap mengaburkan pandangan, bom cahaya membuat mata perih. Beberapa sedotan bambu ditiup, dan panah kecil bertebaran.
"Pasukan, buat formasi." Boneka Heihei membentuk segitiga. Mereka mengayunkan ha-uchiwa, membelokkan panah yang datang.
Lalu, kelengangan muncul.
Pria tua dan pasukannya tak tahu apa yang ada di balik asap. Mereka menelan ludah.
Suara benda yang memutus udara terdengar. Heihei dan pasukan berwaspada. Namun, benda itu tak muncul dari depan.
"Dari belakang!" Pria tua berbalik. Sebilah shuriken menancap di kepala salah satu bonekanya. Nyawa Heihei tinggal setengah, dan terus menipis. Di samping kiri dan kanan, shuriken dan kunai berseliweran.
Panik pun terbangun. Boneka pria tua, sekarang sisa satu, memeluk tuannya erat. Heihei harus melakukan sesuatu. Dengan cepat. Bila tidak, ia akan tamat di sini.
Pria tua memacu burung unta ke teritorium musuh. Beberapa senjata mendarat pada kulit si burung dan dirinya. Darah berguguran. Tetapi, ia tak bisa berhenti. Paling tidak ia bisa menonjok satu atau dua boneka milik Riven dan membalikkan keadaan.
Sayang, dari balik asap di depannya, belati psikis bercahaya ungu menunggu.
Aliran mental memancar dari sabetan belati Riven. Pikiran Heihei berada dalam genggamannya.
"Aku harus memerintah apa?" Riven mencari sesuatu yang tepat. Karena ia tak lagi merasa dalam bahaya, ia lupa kalau Heihei masih punya satu boneka. Boneka tersebut menyelinap ke belakang.
Luka yang si boneka dapat dari pertarungan dengan Tom masih mengeluarkan darah sintetis. Ia mengambil beberapa dan menaruhnya di punggung kaki Riven.
Daiakutengu aktif.
"Bodi Kak Soraya hot banget! Aku mau menggerepe tubuhnya!"
Riven sadar kalau dia salah memerintah. Namun, terlambat. Wajah Heihei segera berubah menjadi seorang pencabul.
"Dada Soraya yang montok! Kemarilah pada saya!"
Heihei segera berlari ke arah Soraya. Soraya tentu tak mau tubuhnya dilecehkan. Ia berhenti bernyanyi. Tak lupa ia melempar mik, keyboard, dan salon ke arah pria mesum.
Heihei tumbang. Namun, ia berhasil menghentikan konser Soraya.
"Tim Angkasa menang!"

"Hahaha! Om ternyata orang mesum!" Riven datang, menaburkan garam pada Heihei yang terjatuh dan babak belur. Heihei, yang tak lagi terpengaruh kendali pikiran, merasa hampa.
"Lagi-lagi… Saya berbuat kebodohan…"
Bocah ninja mengulurkan tangan pada pria tua, sambil menahan tawa.
"Om. Kalau kita harus bertarung di ronde selanjutnya, mari berikan yang terbaik."
Heihei tersenyum. Kata-kata penyemangat Riven membuat beberapa tenaganya terisi kembali.
"Tentu."
Ia lalu menjabat tangan itu. Riven membantunya berdiri. Dia lalu berkumpul dengan Gubbins yang kalah duel. Oni sibuk memanen air matanya. Heihei menatap kekonyolan mereka dari kejauhan.
Kawan bisa menjadi lawan di pertandingan. Pria tua merasa ini adalah kebijaksanaan Riven, yang mengajarkannya suatu fakta keras. Heihei mesti selalu bersiap. Tak lama nanti, mungkin ia akan melawan Riven dan Gubbins sampai titik darah penghabisan.
Apakah ia akan membunuh mereka? Atau ia akan membiarkan mereka membunuhnya terlebih dahulu?
"Entahlah."
Tiada yang tahu.
Namun, meski pikiran kelam tersebut datang, pria tua menyenyuminya.
"Semua demi merebut impian masing-masing."
Lagi pula, semua adil ketika berperang. Entah nanti nasibnya bagaimana, entah nanti nasib kedua bocah yang dekat dengannya akan bagaimana, ia akan berjuang. Terus-menerus.

Komentar

  1. Nambah alasan buat bertarung itu selalu jadi trope favorit. Karena itu bukti pengembangan karakter. Kecuali dia skalanya sosiopat yang manfaatin orang sekitar buat ambisi dia.
    Jujur ambisinya menyenangkan bosnya Heihei masih datar. Pas kesini mulai keliatan kenapa


    Makin diliat HeiHei ini jadi father figure buat si ninja ama Gubbins. Terlalu hangat di scene makan pagi.

    Peperangannya juga kerasa.
    Menarik karena Raja Tengu bisa mengangkasa. Walau kebanting anti udara
    Eh wait. Sejak R1 selalu ada kendala bagi kaum terbang kan wkwkkw.

    8/10dri Kyuin.

    BalasHapus

Posting Komentar