[RONDE 2] Aileen - Bring It On!

By: Villyca Valentine



     Aileen melempar kunci motor ke arah meja di samping ranjang, persis di samping surat beramplop kehijauan. Ia mengempaskan tubuh lelah ke kasur empuk milik hotel Hadyatha. Sengatan matahari yang serasa membakar kulitnya masih tersisa, medan yang tidak menguntungkan. Ia berharap tidak akan dipanggang bagai barbekyu seperti hari ini. Terlalu mengerikan untuk diulang.

     Televisi di kamarnya mendadak aktif, Aileen sedikit terkejut karena tak melakukan apapun selain berbaring. Tayangan yang muncul berupa lokasi juga ketentuan singkat untuk balapan selanjutnya. Hal serupa juga terjadi di seluruh ruangan yang ada di hotel. Mereka mendapatkan istirahat selama sepuluh hari.

     Setelah tayangan usai, perempuan itu menghela napas panjang untuk membuang rasa penat. Tak lama matanya teralih pada logo "H" di beberapa perabotan milik hotel Hadyatha. "Panitia balapan sinting ini pastilah orang kaya sekaligus maha sinting karena berhasil menyewa peneliti sakit jiwa." Aileen berusaha mengkalkulasikan berapa banyak biaya yang mereka keluarkan untuk sekedar balapan tak lebih dari satu hari penuh itu. Kepalanya masih belum bisa mempercayai teknologi macam apa yang bisa membuat makhluk-makhluk fosil itu kembali hidup, juga kotak harta karun yang begitu ajaib. Di sepanjang balapan Aileen sempat melihat berbagai macam android di sekitar garis start juga finish. Itu hanya sebagian dari yang tertangkap pengelihatannya saja.

         "Dua sponsor sakit jiwa, bahkan aku belum bertatap muka dengan Raja Gwenevere," gumam Aileen penuh rasa penasaran. Perempuan itu mengerutkan alisnya, teringat dengan rumor mengenai kerajaan Gwenevere yang hanya berisi wanita. "Bukankah seharusnya disebut Ratu?" Aileen semakin penasaran dengan sosok yang menjadi sponsor dirinya,

     Aileen bangkit dari ranjang dan menyambar secarik surat resmi dengan segel Kerajaan Gwenevere dari meja. Di dalam amplop hijau itu terdapat kartu sebagai alat pertukaran pengganti uang yang tidak memiliki 'limit', bersama dengan undangan makan malam bersama Raja Gwenevere malam ini. "Wah, menarik sekali." Aileen menjilat sudut bibirnya. 
     
    Menurut perkiraan Aileen, acara makan malam merupakan kedok untuk melakukan 'briefing'. "Pasti ia akan menyuruh untuk melakukan segala hal sebaik mungkin. Aku lebih penasaran dengan tujuan mereka menggunakan para peserta untuk berlomba," gumam Aileen yang tanpa sadar menggosok dagunya yang tak gatal.  "Apa yang mereka cari? Uang? Mereka memiliki kekayaan yang sepertinya tak terbatas. Teknologi bagai dewa? Kurasa mereka juga memilikinya. Mereka semua tidak terlihat ingin mengeruk keuntungan lewat rating televisi." Aileen curiga para sponsor akan menggunakan para peserta bagai pion.

***

     Tak jauh berbeda dari perkiraan Aileen, Raja wanita yang masih muda itu menuntut mereka untuk memenangkan balapan. Tentu dengan menggunakan kalimat-kalimat motivasi untuk menyamarkan ketamakan. Ada hal yang sangat dinginkan oleh Sang Raja hingga rasa itu terpancar jelas. Aileen harus menekan rasa penasarannya karena pengawal pribadi Sang Raja terlihat begitu mengintimidasi.

     "Kekebalan diplomasi apanya? Menatap semenit saja seakan perempuan itu mau membunuhku!" gerutu Aileen. "Apa perempuan itu memiliki keterikatan khusus dengan Rajanya? Terlalu protektif." Sejenak gerutuannya terhenti karena teringat bagaimana ia begitu protektif saat sedang bertugas dengan Keith. "Sialan!" Tanpa sadar tangan kirinya membungkam setengah bagian wajahnya. "Ah, sialan! Aku harus segera menyelesaikan urusan ini, atau Playboy itu akan bersenang-senang dengan Jalang Sialan!"

     Aileen menatap layar ponselnya dengan serius. Foto seorang perempuan dengan rambut hitam berantakan dengan kulit coklat. Panitia memberi salinan biodata umum lawannya, hanya berupa foto, nama, usia, tinggi dan berat badan. Alis Aileen mengerut, perempuan itu memiliki kesan liar sekaligus berbahaya. "Kenapa aku harus bertemu manusia lagi?" Melawan manusia adalah ketidakberuntungan karena ia terikat dengan hukum yang melarang untuk melukai manusia.

     Perempuan yang sedang sibuk berpikir itu berjalan menuju bar, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Jika ingin menunggu informasi apapun, ia akan duduk bersama para pemabuk dan jadilah seperti mereka. Segentong bir tak bisa membuatnya mabuk sejak menjadi vampir. 

***

     Kesabarannya terbayar. Targetnya datang saat gelas ke lima, tepat ketika ia mulai berpura-pura menyangga kepala seakan berat. Aileen tersenyum beberapa kali bak orang mabuk pada pria yang tengah meminum jus jeruk. Orang itu menolak untuk 'minum' karena alasan larangan agama, tetapi mulutnya meracau bagai mabuk. Ia bercerita panjang mengenai pertandingan yang belum lama terjadi, memberikan banyak informasi yang membuat Aileen bersorak-sorai dalam hati.

     Pria itu terlihat bagai militan suatu gerakan terlarang. Bisa jadi ia memiliki kaitan dengan aksi terorisme di suatu negara. Aileen cukup penasaran dengan 'background' pria di sampingnya, tetapi hal itu bisa ditangguhkan mengingat ia bukan targetnya. Informasi yang didapat dari orang itu lebih dari cukup. Aileen bersyukur pria itu terlalu banyak bicara.  Pria yang mengenakan rompi itu beberapa kali menyebutkan kata-kata dalam bahasa keagamaan dengan ekspresi terkejut. Sebagian besar berkaitan dengan aksi Ifan dan dinosaurus. Aileen tertawa dan sesekali menanggapi dengan reaksi bohong mengenai betapa menakutkannya dinosaurus yang sempat mengejar dirinya saat itu.

     Warna merah biasanya memiliki pertanda kesialan untuk Aileen, terutama berkenaan dengan Jester. Namun kali ini ia membawa sedikit keberuntungan untuk perempuan yang mengenakan jepit rambut tanduk hitam itu. "Ah, Jester. Kemarilah, Sayang." Aileen melambaikan tangan pada pria berambut merah yang tengah menghampirinya. "Apa kau menjaga Colt-ku dengan baik?" Jester sedikit bingung mendengar panggilan tak wajar dari bibir Aileen. Matanya tertuju pada gelas-gelas bir di meja, merasa yakin jika Aileen mabuk berat.

     "Aku membuangnya ke tong sampah di kamarku," ucap Jester yang kemudian menjulurkan lidah dan menjulingkan mata. Aileen mengumpat dalam hati, berniat untuk menendang pria itu tetapi segera mengurungkannya. "Bagaimana jika kau mengambilnya sendiri?"

    Lengan Aileen melingkar ke belakang leher Jester yang kemudian sedikit membungkuk. "Apa kau sedang mengundangku?" Pria di samping mereka beberapa kali berkata-kata menggunakan bahasa Arab, lalu segera pergi karena merasa tidak pantas untuk disaksikan. Pada arah jam dua belas, sepasang mata hitam dari Sang Target tengah mengawasi mereka. 'Ah, target yang menarik! Apa ini tantangan?' ucap Aileen dalam hati.

     Jester ditarik semakin mendekat, lalu dengan paksaan lembut keduanya berciuman. Di sela-sela ciuman, Aileen melirik perempuan yang masih mengamati mereka. Sekarang ia benar-benar yakin jika perempuan itu akan membaca gerak-geriknya. 'Oh ayolah Bocah, aku sering melakukan hal seperti ini sebagai seorang profesional.' Aileen terbiasa melakukan manipulasi, baik untuk mendapatkan informasi atau membuat seseorang agar mendapatkan informasi yang salah.

     Setelah merasa yakin jika dirinya diamati, Aileen menutup ciuman mereka dengan kecupan ringan di pojok bibir Jester. "Bisa kah aku mengambil Colt-ku?" tanyanya dengan mempertahankan gaya bicara orang mabuk. Ia sudah terbiasa untuk berpura-pura mabuk selama beberapa tahun terakhir. Menjadi vampir yang tak bisa mabuk dan memiliki fisik yang lebih daripada manusia, membuatnya harus sering berpura-pura. Tak lain agar mereka mengira dirinya sebagai manusia normal.

***

     Seperti yang dikatakan Jester, Colt Aileen ada di dalam tempat sampah dekat rak sepatu. Pria itu kesal, dan terlihat makin kesal sekaligus bingung. Pria Bertopi Konyol itu merapatkan Aileen ke dinding, sadar jika vampir perempuan itu tidak benar-benar mabuk saat telah memasuki kamarnya. "Jadi ada apa dengan kejadian di bar tadi?" Ia bertanya tentang ciuman mereka yang sempat berlangsung selama nyaris belasan detik.

     Aileen merasa tak perlu berpura-pura mabuk karena tak ada satu pun yang melihat mereka. "Kau melihat perempuan dengan kaos putih, berlengan hitam dengan rambut hitam berantakan? Ia targetku, dan sedang berusaha mengumpulkan informasi tentangku. Jadi, aku hanya sedang berimprovisasi untuk membuatnya salah paham. Aku tidak mau memberi tahu siapapun perihal diriku bukanlah manusia."

     Pria itu menendang tong sampah di samping mereka. Ia marah karena merasa telah diperalat. "Kenapa marah? Bukankah kau menikmatinya? Kesempatan itu tidak akan datang begitu saja dalam kondisi normal, Tuan." Aileen menatapnya dengan tajam, Jester terdiam dan mulai merasa jika perkataan vampir itu benar. "Kita sama-sama mendapatkan keuntungan."

     Jester menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan berusaha tak peduli dengan Aileen. Perempuan itu tersenyum simpul melihat pria yang memunggunginya sedang merajuk. "Pria yang mudah merajuk bukan tipeku, Tuan." Aileen meninggalkan kamar Jester.

***

     Aileen memandangi foto menara berbentuk limas segitiga yang akan menjadi area pertandingan. Perempuan itu nyaris menyemburkan darah yang tengah ia minum, ia membeli kantong darah dari rumah sakit terdekat. "Menara Bebal? 'Seriously'? Kupikir aku salah dengar." Perempuan itu meletakkan gelas berisi darah di meja dan menyeka mulutnya. "Apa ini versi KW dari menara Babel?" 

     Perempuan itu merebahkan dirinya ke ranjang, memperbesar tampilan foto untuk mengecek lokasi sekitar Menara Bebal. Meskipun kepadatan tidak terlalu terekspos dalam foto, secuil keramaian yang tertangkap cukup membuatnya yakin. "Area yang amat padat," gumam Aileen seraya meraih tas pinggangnya. 

     Aileen teringat dengan senjata yang baru saja ia dapatkan. 'Blade Knuckle' yang ia kenal, tetapi ia yakin material senjata itu berbeda dengan milik Keith. "Apa yang mereka gunakan?" Perempuan itu menyayat lengan kirinya. Tak ada lapisan perak yang akan merugikan dirinya, bahkan senjata itu lebih tajam dan kokoh daripada versi aslinya.


     Aileen segera bangkit dari ranjang, hal iseng terlintas di kepalanya. "Bagaimana jika …." Perempuan itu menghantamkan kepalan tangan ke dinding sekuat tenaga hingga tercipta cekungan dengan diameter 10cm. Tak ada kerusakan ataupun goresan pada senjata barunya. "Mari kita coba bagian berikutnya." Perempuan itu menikamkan sisi pisau dari blade knuckle ke dinding beton kamarnya. Mata pisaunya terbenam hingga setengah bagian tanpa ada kerusakan sedikit pun.


     Aileen tertawa. "Astaga!" Senjata itu tidak hanya tajam melainkan memiliki ketahanan yang amat baik, bisa mengimbangi kekuatan fisik Aileen saat malam hari. "Teknologi macam apa yang mereka gunakan?" Ia meletakkan senjata di atas meja lalu meneguk habis darah di gelasn. "Kurasa aku harus melakukan beberapa persiapan."

***

     Selama dua hari Aileen meninggalkan hotel, sibuk melakukan persiapan untuk pertandingan berikutnya. Berbekal peta yang ia dapatkan dengan berputar-putar mencari berbagai info, membawa dirinya ke Menara Bebal tepat saat malam hari tiba. Perjalanan sejauh lima jam terbayar dengan pemandangan megah Menara Bebal.

     Kepadatan mengerikan di sisi barat, terlalu banyak manusia berlalu lalang juga deretan kios makanan yang tak kalah banyak. "Apa ini bazar makanan?" Terlalu padat, tidak mungkin ditembus dengan motor. Aileen mengambil jalan memutar, lumayan menghabiskan waktu untuk memikirkan banyak hal. Bahkan sisi timur tidak terlalu baik dibanding jalur sebelumnya. Kepadatan jalan raya, polisi yang tengah berpatroli.

    "Oh, ayolah! Ada apa dengan kota ini? Apa mereka mengalami ledakan penduduk?" gerutnya seraya menepikan motor ke jalanan yang lebih mirip gang sempit. Aileen meninggalkan motornya untuk memandangi kepadatan jalan raya dan riuhnya jalanan di 'distrik lampu merah'. Ia hanya bisa menghela napas panjang.

     "Andai saja ada serangan dinosaurus kelaparan yang mendadak lepas ke jalan." Pengandaian konyol itu memberinya beberapa ide. "Menarik untuk dicoba!" Aileen tersenyum tengil karena mendapatkan ide yang mungkin saja berhasil.

     Perempuan itu menyusuri jalanan, berusaha mencari tempat parkir aman. Setelah meninggalkan motor di salah satu rumah bordil, ia berjalan menyusuri jalanan sebagai pejalan kaki. Tidak terlalu jauh, tetapi memakan waktu karena padatnya kendaraan bermotor yang nyaris tak berjeda.

     Ia mengambil foto denah umum dari Menara Bebal yang bisa ia lihat di tiap lantai pusat perbelanjaan. Hanya delapan lantai, sementara di atas pusat perbelanjaan tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang. Setelah \mendapatkan informasi yang cukup, ia segera kembali ke rumah bordil sebelumnya dan melakukan beberapa persiapan di jalur barat.

***

     Pada hari yang telah ditentukan, Aileen dan Ifan diberangkatkan dengan helikopter berbeda secara bersamaan. Aileen mengambil jalur barat dengan mengendarai motor yang juga diangkut bersamaan dengannya. Beberapa kali Aileen mengecek denah pusat perbelanjaan yang telah ia dapatkan.

     Ia tidak sadar jika lidahnya menjilati sudut bibir ketika membaca pesan singkat, dari empat orang yang akan membantunya malam ini. "Semoga mereka melakukannya dengan tepat waktu," gumamnya seraya memasukkan ponsel ke dalam tas pinggang. 

     Ia mengenakan jaket kulitnya sesaat setelah pilot mengabarkan pendaratan akan segera dilakukan. Kali ini ia hanya membawa satu Colt dan senjata-senjata jarak pendeknya. Setelah mendapat info singkat mengenai peraturan dan ketentuan kemenangan, mereka mendarat sempurna dan segera membuka ikatan pada motor Aileen.

     "Aku berharap akan terjadi keributan yang luar biasa," gumam Aileen di sela-sela deru motor yang membuat siapapun kesulitan mendengarnya.


     Aileen memacu motornya mendekati kerumunan, tidak untuk menembus mereka hanya mendekat untuk menunggu waktu yang tepat. Perempuan berambut merah itu menghentikan motornya di luar area padat yang dipenuhi kios makanan. Cukup jauh, tetapi tetap dalam jarak pandangnya. Aileen memandangi jam pada ponselnya, menunggu waktu yang telah ditentukan. 

     Aileen tersenyum lebar ketika mendengar suara riuh dari pengeras suara, yang mengabarkan bahwa kios makanan mereka memberikan diskon hingga tujuh puluh lima persen. "Ayolah!" gumam Aileen yang memandangi kerumunan pejalan kaki yang perlahan menuju ke empat arah yang berbeda.

     Aileen menggunakan kartu yang pembayaran tanpa 'limit' yang diberikan oleh pihak Hadyatha. Sedikit tipu muslihat atas nama "disponsori oleh Hotel Hadyatha", keempat pemilik kios makanan yang memiliki pembeli terlaris di daerah itu menyetujui promo pemberian diskon makanan. Semua telah dibayarkan di muka, tak ada yang bisa tahan dengan godaan nominal uang yang besar meski penawaran Aileen mencurigakan.

     "Itulah gunanya lidah dan bibir yang sesungguhnya." Perempuan itu menjilati bibirnya saat kerumunan pejalan kaki mulai terpecah. 

     Perlahan motornya menembus kerumunan, kepadatan masih tetap terjadi di tengah perjalanannya menembus deretan kios-kios makanan. Hingga ia harus terhenti di tengah perjalanan karena banyaknya pejalan kaki yang mengantri di kios baru. Aileen sama sekali tidak memperhitungkan kemungkinan adanya kios baru pada rute yang ia siapkan.

     Ia menghentikan motornya, mengambil botol kecil dari saku dan segera meneguk isinya sesaat sebelum turun. Perempuan itu menghampiri pria bertato dengan tubuh besar, ia hanya setinggi dagu pria itu. Tangan Aileen mencengkeram kerah baju pria yang nampak marah karena mendadak ditarik. Tak ada perlawanan darinya karena Aileen segera menyarangkan pukulan ke wajah pria itu hingga pingsan. Saat ambruk ke pelukan, Aileen menempelkan bibirnya ke leher pria itu dan mengeluarkan darah yang ia simpan di mulutnya. Ia sengaja membiarkan darah mengotori mulut hingga bibirnya untuk memberi kesan pria itu baru saja dimangsa. Orang-orang saling menjerit, kericuhan terjadi dan semua orang berusaha pergi menjauh dari Aileen. 

     "Siapa selanjutnya? Adakah dari kalian yang ingin menyumbangkan darah pada vampir kelaparan ini? Atau aku harus mengejar kalian?" Aileen tertawa dengan lantang. Ia berusaha menatap orang-orang yang tidak sengaja bertemu tatapan dengannya dan melempar senyuman keji. Suka ataupun tidak, tetapi begitu efektif. Dalam waktu kurang dari satu menit rutenya mulai lengang. Ia segera memacu kendaraan menembus deretan kios makanan.

***

     Sebagai pribadi yang amat mencintai motor, Aileen menyempatkan diri untuk meninggalkannya di lahan parkir Menara Bebal. Ia tak akan bisa memasuki pintu depan dari pusat perbelanjaan, mereka memiliki detektor logam. Setelah berjalan sekitar tiga menit, ia melihat seorang perempuan yang tengah membawa kantong-kantong sampah. Dengan sekali hantam pada tengkuk, perempuan berseragam itu pingsan. Dalam sekali angkat ia membopong perempuan itu dan menyandarkannya ke dinding. Tak lupa ia mengambil kartu akses untuk masuk melalui pintu staff.

     "Maaf," bisik Aileen sebelum meninggalkan perempuan itu.

     "Apa yang akan dilakukan Si Berantakan itu kira-kira?" gumam Aileen yang kemudian mendadak mendapat pukulan telak ketika baru saja membuka pintu. Ia begitu terkejut karena mendapat pukulan yang mematahkan batang hidungnya, Ifan lah pelaku penyerangan. 


     "Mampus lo!" teriaknya yang segera berlari menjauh sementara Aileen masih terdiam memegangi hidungnya yang mengucurkan darah.

     "Bocah Sialan! Kurasa ia harus merasakan satu atau dua jarinya patah." Seringai Aileen menggambarkan dengan jelas jika ia amat kesal. Perempuan itu menghantamkan kepalan tangan ke pintu berbaja tipis yang ada di sampingnya, meninggalkan bekas cekungan. "Anjing selalu bisa mencium bau mangsanya kemanapun ia pergi, Nona." 


     Aileen mulai mengikuti kemana bau Ifan membawanya pergi. Meski hidungnya patah, kemampuan regenerasi instan saat malam hari membuatnya kembali seperti sedia kala. Hanya rasa marahnya yang tidak dapat ia singkirkan. Ifan mungin agak gila, karena berlarian di dalam pusat perbelanjaan. Aileen mengikutinya dengan langkah cepat, sesekali berlari kecil ketika nampak sepi agar tidak menarik perhatian para pengunjung. 


     Saat sampai di lantai terakhir pusat perbelanjaan, Aileen mengikuti bau Ifan yang mengarah ke lift staff. "Ah, mengecewakan!" gerutu Aileen yang melihat salah satu lift telah mendahului naik. Mau tak mau perempuan itu menunggu lift lain yang sedang turun.

***

     Aileen gelisah, seseorang menjahili liftnya. Tiap sepuluh lantai terhenti tanpa seseorang terlihat tengah menunggu di depan pintu. Selalu ada bau Ifan saat pintu terbuka. "Bocah Sialan!" Aileen menggaruk dinding lift yang terbuat dari logam, meninggalkan sedikit goresan.

     Setelah cukup kesal dan banyak tersendat, Aileen menuju tangga darurat. Suka atau tidak ia diharuskan naik melalui tangga, satu-satunya akses menuju lantai tertinggi. Bau ifan cukup dekat, ia sudah berada satu lantai di atasnya. Perempuan berambut hitam itu belum menyadari hingga Aileen hanya berjarak sekitar satu meter darinya.

     "Anjing!" umpat Ifan yang berusaha berlari. Perihal stamina, jangan beradu dengan seorang vampir jika tidak menjalani pelatihan sebagai Hunter yang bagaikan neraka.

     "Kejutan!" Aileen menangkap lengan Ifan, merapatkannya ke dinding setelah memelintir tangan perempuan itu ke belakang. Aileen mematahkan kelingking Ifan dengan sebelah tangan, sementara lengan kirinya menekan tangan kiri perempuan itu.

     Jeritan Ifan menggema, Aileen cukup puas dengan pembalasannya. Juga cukup lengah untuk membuat Ifan yang marah memberontak dan menyarangkan tedangan ke perut Aileen. Vampir berambut merah itu terdorong ke belakang hingga jatuh ke anak tangga lantai delapan puluh enam. Darah membasahi anak tangga, bagian belakang kepala Aileen pecah terhantam anak tangga.

     "Mampus lu!" Ifan mengintip ke lantai bawah, menyaksikan Aileen yang terbaring tak bergerak. "Anjing! Beneran mampus! Bangsat, runyem nih!" Sedikit gusar, Ifan kalut untuk beberapa detik. "Bodo amat, ah! Urusan nanti!" Ia segera berlari menyelesaikan setengah lantai yang tertunda.

     Aileen mengerang saat bangkit. "Bocah Sialan!" Aileen segera menaiki anak tangga. Kecepatannya mengganas, instingnya akan darah mulai sedikit mendesak. Dari kejauhan ia melihat Ifan berdiri di depan salah satu panel. Aileen menembak ke udara, cukup membuat Ifan menghentikan aksinya.

     "Anjing!" Ifan mengumpat, dan menarik pistolnya. Aileen yang merasa tak akan menang dengan senjata api, segera menyarungkan Colt dan menggantinya dengan 'Blade Knuckle".

     Ifan menembak ke arahnya, Aileen berguling ke samping dan menyaksikan dinding di belakangnya membeku. Aileen mulai siaga dengan arah tembakan Ifan. Meski Aileen payah dalam menembak, ia mendapatkan banyak pengalaman dalam menghindari tembakan. "Playboy Sipit jauh lebih jitu. Coba lebih baik, Nona!"

     Aileen berlari zig-zag, menghindari tembakan plasma dari pistol Ifan yang lain. Perempuan itu melompat dan mendarat tepat di depan Ifan. Aileen menyarangkan lututnya ke perut Ifan, erangan perempuan berambut hitam itu menggema. Tangan kirinya segera membuang senjata Ifan dan menjambak lawannya. Sekali hantaman di pipi dari Aileen, Ifan tersungkur di lantai. Perempuan itu membalas dengan menikam Aileen beberapa cm di bawah tulang selangka kiri.


     "Bocah Sialan!" Kali ini Aileen menyarangkan pukulan hingga Ifan pingsan. Ia membanting pisau itu ke lantai dan berjalan menuju panel pertama. "Jangan salahkan aku jika beberapa gigimu patah!"

     Aileen segera berlari menuju panel kedua, dan segera menyelesaikan panel ketiga ketiga tanpa hambatan. Pendar lampu kota berubah menjadi 'pink'. "Warna yang terlalu feminin." Bukan warna favoritnya, tetapi menyenangkan untuk dilihat karena memberikannya kemenangan. Aileen beranjak pergi setelah beberapa belas detik mengagumi kota. 

END

Komentar

  1. saya kira cukup wajar kalau ngebawain ifan kayak di ronde ini. karena ifan lebih banyak menyimpan pikirannya dalam hati. kalopun mau agak show-off, kayak dalam r2 ifan, itu susah dilakukan mengingat aileen cukup taktis, mayan pinter. mungkin ifan udah ditabok duluan sebelum ngomong. saya jadi menilai pembawaan aileen aja. untuk karakterisasi saya akhirnya berpendapat, cukup tergambarkan. cuma battle yg ditunggu2 ya, begitu saja. padahal ada fitur ifan yg bs dimanfaatkan. kayak dia bisa menghilang, ngasi serangan kejutan dgn tau2 nembak pembeku. apalagi ifan gak sebego itu buat konfrontasi langsung. skor 7/10

    BalasHapus

Posting Komentar