[Ronde 1] Troya Meredith - Escape from the Jungle of the Dinosaurs

By: Glen Tripollo


Race 1. Borderline

Begitu banyak impian yang ingin diwujudkan oleh Troya Meredith, seperti berkeliling dunia sambil mengendarai mobil kesayangan dan menjadi seorang mekanik otomotif paling andal dan terkenal, namun memacu kendaraan di sebuah pulau berbentuk not balok jelas bukan salah satunya. Keberadaannya di sana tak lain dari sebuah tuntutan. Resiko dari apa yang telah ia pilih untuk lakukan.

Isla Wunder, katanya. Berada di dimensi yang berbeda dengan tempat asal Troya. Tak banyak yang dapat dilihat di tempat itu selain hamparan panjang pasir pantai yang berbatasan langsung dengan hutan rimba tropis di kejauhan, atau lautan dalam berombak besar yang mengelilingi seluruh bagian pulau. Sisanya tak lebih dari jalanan menanjak yang cukup terjal dengan bendera warna-warni--tampak seperti siluet dan sangat kecil--berkibar-kibar terkena embusan angin kencang di ujung batasnya.

Tempat ini adalah lokasi pertama dari serangkaian pertandingan lintas dimensi megah yang disponsori oleh tiga raksasa: Hadyatha Group, Nagasari atau biasa disingkat NGSR, dan sebuah kerajaan yang dipenuhi oleh wanita, Kerajaan Gwenevere. Masing-masing sponsor mengumpulkan peserta dari segala lapisan dimensi di alam semesta mega luas, mencari calon-calon hebat yang bisa memastikan kemenangan bagi faksinya, dan Troya secara kebetulan--atau tidak--adalah salah satu peserta yang mewakili NGSR.

"Bisa kau percepat laju mobil ini? Rasanya pelan sekali," seorang wanita berpenampilan nyentrik dan terkesan binal yang duduk di kursi depan sebelah kanan kemudi memecah keheningan. "Peserta lain sepertinya sudah sampai di perbatasan deh."

Troya tak menyahut, perhatiannya tetap fokus mengendarai mobilnya dengan hati-hati melintasi jalanan berpasir.

"Ayolah, rambut buntal! Aku ini smartphone, jangan buat aku terlihat bodoh karena kalah dari peserta lainnya!"

Kali ini Troya sedikit melirikkan matanya ke arah sumber suara bernada menyebalkan itu. Sebuah smartphone berukuran sebesar alas potong dengan emoticon dinamis pada layar yang berubah bentuk sesuai dengan suasana hatinya.

"Kamu mau kulempar keluar?"

iSoul terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali berbicara, "Bantu aku, Irene!"

Irene, wanita yang berada di sisi kanan kemudi, mengangkat bahu. "Yah, kurasa kita semua sudah tahu, kalau peraturan babak pertama ini bukan soal siapa yang berhasil mencapai garis finish duluan."

"Panitia sudah menjelaskannya kan? Kita memang tidak perlu menang, tapi tetap ada konsekuensinya. Kurasa gadis pirang bodoh ini melewatkan informasi itu."

Troya mengangkat tubuh iSoul dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya tetap memegang kemudi. Gerakan Troya selanjutnya benar-benar membuat iSoul panik setengah mati.

"JANGAN LEMPAR AKU!"

Troya menahan ayunan tangan kanannya ke arah jendela dan menatap tajam iSoul. "Satu hal yang harus kamu paham di sini adalah bahwa aku tak mengajakmu masuk ke dalam mobilku. Jadi, sebaiknya kamu menutup mulut dan lakukan bagian tugasmu dengan sebaik-baiknya. Paham?"

iSoul memberengut kesal, sementara Irene tertawa gemas melihat ekspresi galak Troya.

"Cewek mesum sialan! Jangan tertawa atas kesalahan yang kaulakukan. Kenapa sih kita harus terjebak di mobil kuno si rambut buntal?"

"Heh, jangan kurang ajar padaku ya. Sudah bagus kau kupungut dulu sebelum menumpang di mobil ini."

"GPS!" kata Troya, kemudian menunjuk ke arah monitor di dashboard. "Dan tampilkan hasil pemindaianmu di monitor ini."

"Cih!" cibir iSoul, ekspresi kesalnya terlihat jelas dalam wujud emoticon, sebelum tampilan layarnya berubah menjadi animasi monokrom digital bertuliskan LOADING DATA … PLEASE WAIT!

Troya menghela napas kesal sambil menyeka pipi kanannya yang berhiaskan sebuah plester warna kulit yang telah menggelap karena resapan keringat. 

iSoul memang aneh dan menyebalkan. Dia smartphone, dan dia hidup. Suatu keajaiban bahwa dirinya merupakan salah satu peserta yang membawa nama NGSR seperti Troya. Begitu pun dengan Irene. Sementara, peraturan babak pertama yang sempat disinggung oleh iSoul masih terngiang di dalam kepala Troya.

Memang benar menjadi yang tercepat melintasi garis finish bukanlah prioritas utama di sini, namun salah seorang panitia yang bernama Ibnu Rasyid--yang secara kebetulan juga pemilik dari NGSR--mengingatkan kepada seluruh peserta saat masih berkumpul di lobi hotel Hadyatha, bahwa ada suatu peti hadiah yang menanti di garis finish. Isinya bisa apapun dan mungkin akan berguna di babak selanjutnya. Namun, Ibnu Rasyid juga mengatakan bahwa nilai dan daya guna dari benda yang akan didapatkan akan semakin berkurang sesuai dengan urutan sampai di garis finish.

Troya menatap spedometer di dashboard. Jalanan berpasir memang tidak cocok dengan ban mobil yang dikendarai Troya, ditambah kenyataan bahwa mobilnya berjenis 1969 Dodge Dart Swinger 340, begitu klasik dan kuno. Butuh banyak penyesuaian sebelum dapat digunakan secara maksimal. Troya begitu menyayangi mobilnya yang berwarna ungu metalik itu, tentu saja ia tak ingin sampai merusaknya.

iSoul mengeluarkan bunyi bip pelan, seketika tampilan layarnya berubah menjadi peta monokrom.

"Pemindaian selesai, menghubungkan diri dengan perangkat tambahan."

Peta yang semula berada di layar iSoul kini berpindah ke monitor yang tersemat di dashboard. Sementara tampilan layar iSoul kembali memunculkan emoticon menyebalkan. "Sudah selesai, kuharap kerja kerasku ini bisa benar-benar dimanfaatkan oleh gadis dungu sepertimu."

Troya menghantam iSoul dengan cukup keras. Namun, lapisan pelindung layar iSoul masih melindunginya dari kemungkinan terjadinya retakan.

"Awas ya kalau kau berani bertindak seperti barusan lagi!"

Tak dapat dipungkiri, di balik sifat menyebalkan iSoul, hasil pemindaian seluruh pulau olehnya telah menghasilkan gambaran yang sempurna dan mendetail. Sayangnya, pemindaian tersebut tidak termasuk makhluk hidup yang berada di sekitar pulau.

"Kita tak bisa membandingkan posisi dengan peserta lainnya," kata Troya agak kecewa. "Tapi setidaknya kita bisa tahu jarak tempuhnya."

"Dan kita hampir sampai di perbatasan," tambah Irene sambil terkekeh penuh semangat. Ia menjilat telunjuknya sebelum menggunakannya untuk menunjuk hutan rimba di depan mereka.

"Semoga saja jalan di dalamnya dapat dilalui mobil dengan aman," ujar Troya.

Ibnu Rasyid hanya menjelaskan tentang aturan pertandingan, bagaimana para peserta dibebaskan memilih untuk menempuh jalur darat, laut, atau pun udara untuk bisa mencapai finish, tapi, tak ada informasi mengenai rintangan yang akan dihadapi oleh para peserta di lokasi. Menyadari hal tersebut, tiba-tiba saja bulu kuduk Troya meremang, membayangkan segala kemungkinan terburuk yang menantinya di dalam hutan.

"Ayo cepat! Daritadi tak ada peserta yang terlihat. Mereka semua pasti sudah di dalam hutan!" teriak iSoul.

Belum sempat Troya menginjak pedal gas lebih dalam, semua orang dikejutkan dengan suara raungan memekakkan telinga yang berasal dari langit di atas mereka. Troya menginjak rem mendadak, membuat mobil yang dikendarainya berdecit.

"Kamu dengar itu?" tanya Troya.

"Suara yang benar-benar jelek," jawab iSoul. Irene mengeluarkan sebagian kepalanya dari jendela dan menatap langit di atasnya.

"Mungkin ada yang bisa menjelaskan makhluk apa yang berterbangan di atas kita?" kata Irene.

Sedetik kemudian, sesuatu terjatuh dari langit dan menimpa bagian depan mobil, membuat mobil berguncang diiringi bunyi debam yang kuat. Irene kembali pada posisinya, wajahnya berseri-seri.

"Astaga, kupikir pertandingan ini akan membosankan," gumam Irene yang tentu saja membuat Troya mengangkat alisnya.

"Apa? APA?" tanya iSoul tak sabar. Ia tak dapat melihat kejadian di luar karena selalu tergeletak diam seolah tak berdaya di kontainer kecil yang berada di sisi belakang tuas gigi.

Troya menegakkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya ke kaca depan mobil. Sesaat kemudian matanya membelalak ngeri.

Bukan batu, benda yang menimpa bagian depan mobil Troya adalah sepotong tangan manusia, berlumuran darah dan masih nampak segar.

"Oke, tak ada yang bilang kalau nyawa kita juga dipertaruhkan di sini," kata Troya, suaranya bergetar. Detik berikutnya, sebuah cakar burung raksasa mendarat dengan keras dan memecahkan kaca depan mobil. Troya memekik tertahan dan secara refleks menggeser tuas gigi ke belakang dan menginjak pedal gas dalam-dalam.

"Demi apapun, MAKHLUK APA ITU?"

Troya terus memacu mundur mobilnya, sementara makhluk seperti burung besar itu kembali menerjang bagian depan mobil. Kali ini Troya dapat melihat dengan jelas wujud burung raksasa yang menyerangnya. Burung dengan sayap kulit seperti kelelawar, paruhnya yang sangat besar menghiasi bagian depan kepalanya yang mirip reptil. Makhluk itu persis seperti yang pernah dilihat Troya dalam sebuah film science fiction klasik. Jurassic Park.

"Pteranodon di pulau ini?" kata Troya berjengit. Sang Pteranodon kembali terbang ke atas, sudah pasti hendak bersiap untuk kembali menerjang mobilnya.

"Kenapa mundur? Cepat maju, kita makin tertinggal!"

"Tak bisakah kamu paham dengan situasi yang sedang kita hadapi ini, dumbphone?" bentak Troya. Kedua tangannya yang gemetar masih meremas erat  kemudi dan berusaha mengendalikan diri.

"Ah, sial, keadaan ini membuat tubuhku panas," racau Irene yang entah kenapa malah menggelinjang seolah merasakan sensasi menyenangkan yang menggelitik area sensitifnya.

"Sialan, tak ada waktu berpikir." Troya menghentakkan kakinya kembali ke pedal gas dan memacu mobilnya secepat yang ia bisa menuju perbatasan hutan. Raungan keras sang Pteranodon terdengar di belakang.

Jalan berpasir benar-benar menghambat laju mobil Troya hingga setengah dari kecepatan sebenarnya. 

"Irene, ASTAGA, apa yang kaulakukan di saat seperti ini?" 

"Perhatikan saja jalannya, Troya! Oh, sial, ini menyenangkan," kata Irene masih meracau tak jelas. Tawanya bercampur dengan desahan. Troya melihat sepasang tanduk yang tiba-tiba muncul dari dua sisi dahi Irene.

"Dasar gila. Sebenarnya kau ini makhluk apa sih!"

Troya memutar kemudi ke arah kanan, dan kembali ke kiri, berusaha memacu kendaraannya secara zig zag, berharap hal tersebut dapat mencegah sang pteranodon melancarkan serangannya. Namun, raungannya yang terdengar tepat di atas mobil Troya membuatnya tersadar hal itu tak ada gunanya. Pteranodon itu mengeluarkan suara seperti jeritan, tak perlu melihat pun Troya sadar bahwa burung purba itu telah kembali menukik ke arahnya.

"Sial, hanya sampai di sini?" batin Troya setengah pasrah, matanya agak terpejam. Namun detik berikutnya, jeritan sang pteranodon berubah menjadi raungan kesakitan dibarengi dengan dentuman senjata api. Troya membuka matanya dan melihat seorang pria muda berkacamata hitam yang sedang memacu mobil sport, beberapa meter di sebelah kiri. Tangan kanannya memegang sesuatu seperti senjata api dengan desain yang tak biasa.

Pria itu kembali menembak, hingga akhirnya sang pteranodon memilih untuk terbang menjauh. Pria itu memberi kode kepada Troya bahwa keadaan sudah cukup aman dan memintanya untuk berhenti tepat di perbatasan.

Sesampainya di garis batas jalan berpasir dengan hutan rimba, Troya menghentikan mobilnya dan menatap pria berkacamata hitam yang kini sudah beranjak dari mobilnya sendiri dan berjalan perlahan menghampiri Troya.

"Kalian tak apa-apa?" tanya pria itu sambil melepaskan kacamatanya.

"Ya, trims, untuk bantuannya," kata Troya masih agak waspada.

"Tora Kyuin," kata pria itu seraya menyodorkan tangan kanannya hendak mengajak bersalaman. Troya hanya menatap lekat-lekat Tora tanpa menyambut tangannya.

"Troya," kata Troya pelan.

"Haa, aku tahu. Lalu, di sana itu Irene Feles," kata Tora sambil menatap Irene yang sedang merapikan posisi rok mininya. "Dan yang di sana itu, pastilah iSoul."

"Bagaimana kamu bisa mengenal kami?"

"Tidak, aku tak kenal kalian. Hanya saja aku ingat kalian semua ada di lobi hotel bersama perwakilan NGSR lainnya saat manusia kaleng itu memberikan informasi pertandingan. Ah, aku melupakan ada seorang lagi gadis cantik di bangku belakang kalian. Dian kan?"

Troya bahkan tak ingat bahwa ada seorang lagi yang ikut dengannya di kursi belakang. Lebih parah lagi, ia sama sekali tak menyadari hawa keberadaannya selama memacu mobilnya.

"Eh? Ada apa ribut-ribut? Kita sudah sampai garis finish?" Seorang wanita bertampang menyedihkan di belakang Troya tiba-tiba muncul sambil mengusap-usap matanya. "Wah, siapa laki-laki ganteng ini?"

"Namaku Tora Kyuin, tadi aku …." Ucapannya terhenti sejenak lalu mulai bergumam, "Iya, iya, tak perlu banyak basa-basi."

Troya mengernyitkan dahi melihat tingkah aneh Tora yang seolah berbicara sendiri.

"Begini, aku punya penawaran untuk kalian." Tora melanjutkan kata-katanya, kali ini dengan nada yang lebih serius. "Alasanku membantu kalian adalah karena aku membutuhkan kalian untuk dapat menyelesaikan tantangan ini."


Race 2. Run, Troya, Run!

"Pokoknya kalian tak perlu melakukan apa-apa. Asalkan ada kalian, aku akan berhasil sampai ke finish."

"Lalu, apa untungnya bagi kami?" tanya Troya, nadanya masih penuh dengan keraguan.

"Ketika sampai, aku tak akan mengklaim hadiah sebelum kalian mendapatkannya lebih dulu," jawab Tora sambil tersenyum.

"Kenapa bisa seyakin itu? Kamu ini cenayang atau apa?"

"Tidak, tidak. Intuisiku sangat tajam. Itu saja alasannya. Bagaimana? Kalian setuju?"

Troya tak ingat apa yang membuatnya menerima penawaran absurd tersebut. Namun, serangan pteranodon di dekat perbatasan tentunya membuat Troya merasa lebih baik bila lebih banyak orang yang bekerja sama untuk menghadapinya.

"Si Tora ini, memang bisa dipercaya? Dia ganteng sih," tanya Dian dari kursi belakang. Kali ini hawa keberadaannya sudah benar-benar dapat dirasakan oleh Troya.

"Untuk saat ini, lebih banyak orang lebih baik," jawab Troya berusaha tetap kalem walau pikirannya sedang dilanda berbagai hal negatif. Ia mengemudikan mobilnya secara perlahan menelusuri jalan sempit dalam hutan. Mobil Tora yang terlihat mentereng tanpa cacat berada dekat di belakangnya.

"Dua kilometer menuju jalan keluar dari areal hutan," kata iSoul. "Bisa tancap gas saja tidak sih? Sejauh ini tampaknya aman."

Troya sangsi bahwa jalan di dalam hutan benar-benar aman. Bila di perbatasan saja sudah diserang oleh pteranodon, ia curiga ada makhluk yang lebih berbahaya sedang mengawasi mereka di dalam hutan. Sampai-sampai Troya selalu berjengit setiap kali mendengar bunyi gemeresak di antara semak.

"Tenanglah, tak akan terjadi apa-apa," kata Irene sambil mengeluarkan kepalanya dari balik jendela. "Sensasi tegang ini benar-benar terasa nik--eh?"

Tiba-tiba tubuh Irene tertarik keluar dengan cepat.

"IRENE!"

Sesosok T-rex berdiri di sisi kanan mobil Troya. Tampaknya sejak awal makhluk itu sudah ada di sana, berkamuflase dengan sisi gelap hutan.

"What the--"

"APA? APA YANG KAUTUNGGU, RAMBUT BUNTAL? TANCAP GAS!"

Troya memandang kaca spion untum memastikan Tora masih berada di belakangnya berusaha menyelamatkan mereka. Nihil. Mobil Tora baru saja melintas dengan kecepatan tinggi melewati sisi kiri mobil Troya dan meninggalkannya.

"Sialan, dasar pengkhianat!" Troya yang panik segera menginjak pedal gas dengan kesal. Tapi, belum sempat mobilnya melaju, dua ekor kadal besar lain melompat naik ke bagian depan mobil, membuat mobil Troya terguncang hebat dan kehilangan keseimbangan.

"Tidak velociraptor juga!"

"Kyaaah, apa yang harus kita lakukan?" jerit Dian.

Salah satu raptor menghantamkan kepalanya ke kaca jendela di sisi kiri Troya dan membuatnya retak. Troya segera melepaskan sabuk pengaman, meraih iSoul yang mulai berbicara kasar, dan bergeser ke kursi yang semula diduduki oleh Irene. Dengan cepat Troya mengambil kunci T yang tergeletak di bagian bawah kursi dan menggenggamnya erat.

Raptor itu kembali menghantamkan kepalanya ke kaca jendela hingga membuatnya pecah. Moncongnya yang besar berusaha meraih Troya, namun Troya menyambutnya dengan hantaman keras kunci T dan membuat sang raptor menarik kembali kepalanya keluar dari bilik kemudi. Dian histeris.

Raptor lainnya melompat dan memanfaatkan bobot tubuhnya untum menghantam mobil.

"Keluar! Mereka akan menggulingkan mobil ini," pekik Troya seraya melompat keluar dari jendela di sebelah kanan. Gerakannya yang tiba-tiba membuat iSoul terlepas dari genggamannya dan jatuh cukup jauh dari posisinya, sangat dekat dengan kaki T-rex yang sedang berusaha mengunyah tubuh Irene.

"Ah, AH! Apa yang kaulakukan? Cepat selamatkan aku!"

Raptor mendorong mobil hingga terbalik, Troya segera melompat untuk menghindar dan berlari dengan kecepatan penuh. Dian menjerit saat salah satu raptor menghampirinya dan menerjang dengan mulutnya yang menganga lebar.

"DIAN!"

Raptor menggigit Dian seolah melahap udara kosong. Dian masih belum beranjak dari tempatnya, namun raptor itu tak juga berhasil menggigitnya. Dian tembus pandang.

Troya membelalak takjub. Pantas saja ia tak merasakan hawa keberadaan Dian selama perjalanan. Dian hantu. Dan menyaksikan kepanikan Dian saat diserang raptor membuat Troya bertanya-tanya kemungkinan Dian tak menyadari bahwa dirinya hantu. Troya kembali menatap T-rex yang masih tampak kesulitan mengunyah Irene. Bagaimana bisa seperti itu? Tiba-tiba saja Troya merasa dirinya paling normal di antara semuanya. Normal dalam situasi ini artinya rentan.

"Kadal sialan!" Irene berhasil melepaskan diri dari rahang tebal T-rex. Tubuhnya terluka, namun tak terlihat fatal. Seringai bahagia tergambar jelas di wajahnya. Entah kenapa dirinya tampak begitu menikmatinya. "Larilah, Troya, aku ingin bermain-main sedikit di sini."

"TUNGGU! Bawa aku bersamamu!" teriak iSoul.

"Cih! Kau di sini saja bersamaku," kata Irene sambil mengambil tubuh iSoul yang tergeletak di antara kaki T-rex. "Pergilah, Troya!"

Butuh beberapa detik bagi Troya memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Ia menatap mobilnya yang rusak parah dengan pasrah, kesedihan terbentuk di wajahnya. Sepasang manik mata birunya tampak berbinar menahan air mata yang hendak mengalir. Tak lama kemudian, Troya berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu.

"Pastikan kalian berhasil sampai ke garis finish!" teriak Troya tanpa menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. "Terima kasih."


Race 3. Promise to Keep

Entah sudah sejauh apa jarak yang ditempuh Troya dengan berlari. Napasnya tersengal ditambah kekhawatiran bahwa dirinya telah salah mengambil arah. Namun, rasa khawatirnya segera tertepi sesaat dirinya berhasil melihat perbatasan beberapa meter di hadapannya.

Troya melepaskan bagian atas wearpack ungu yang dikenakannya, tampak tanktop putih yang sudah basah bersimbah keringat. Kemudian melanjutkan langkahnya.

"Kamu berhasil Troya." Tora Kyuin berdiri tepat di garis batas antara hutan dan jalan berbatu yang menanjak seperti bukit. Senyum lega terbentuk di wajahnya. "Ah, kamu sendirian?"

Troya mengatur napasnya, sebelum kembali menegakkan tubuhnya dan berjalan cepat ke arah Tora dan menyarangkan tinjuan telak ke pipi kirinya. Kacamata hitam Tora terjatuh dan retak terbentur bebatuan.

"Kau meninggalkan kami di dalam sana! Makan itu!" bentak Troya.

"Maaf," jawab Tora simpel sambil mengusap pipinya yang memar. "Tapi semua sudah sesuai dengan tujuanku. Aku tahu kalian semua akan selamat di dalam sana. Aku juga. Berkat kalian, mobilku tidak diserang duluan dan aku berhasil melaluinya dengan selamat."

Troya menatap kesal Tora. Sikap seenaknya itu membuat ia teringat pada sosok ayahnya yang menyebalkan.

"Sesuai perjanjian, aku akan membawamu ke garis finish dengan mobil ini, dan kamu boleh mengklaim hadiahnya lebih dulu."

Troya tak dapat menolak. Berdasarkan pemindaian iSoul sebelumnya, jarak antara hutan ke garis finish kurang lebih lima kilometer, jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

"Aku akan menagih ganti rugi atas kerusakan mobilku," kata Troya sambil melompat naik ke dalam mobil Tora. "Dan kau barusan bilang bahwa yang lain juga akan berhasil melewati hutan?"

"Yep. Mereka akan berhasil." Tora menyalakan mesin mobilnya dan melepaskan rem tangan.

"Bagaimana kau mengetahuinya?"

"Intuisi." Mobil Tora pun berjalan dengan kecepatan penuh, menyusuri jalan menanjak yang berbatu dan agak terjal. Perlahan-lahan mereka meninggalkan areal perbatasan.

***

"Dan kita mendapatkan dua peserta lagi yang berhasil mencapai finish. Oh, keduanya perwakilan NGSR. Troya Meredith dan Tora Kyuin. Selamat datang di garis finish." Sambut pembawa acara yang diketahui Troya sebagai Soraya Hadyatha.

Troya beranjak keluar dari mobil Tora.

"Silahkan! Ambil hadiahmu di peti harta yang ada di sana!" kata Soraya kepada Troya tanpa menggunakan mikrofon. Troya menoleh ke arah Tora yang langsung mempersilahkan Troya untuk mengambil hadiahnya.

Troya membuka tutup peti harta dan terkejut dengan apa yang ada di dalamnya. Sebuah bola logam padat sebesar ping pong. Entah apa kegunaannya, Troya memutuskan untuk memikirkannya sendiri nanti.

"Tepuk tangan yang meriah untuk Troya Meredith!" Suara tepuk tangan dan peluit nyaring bergema dari segala penjuru. Tak peduli seberapa berbahayanya pertandingan yang ia ikuti saat itu, keberhasilannya mencapai garis finish telah membangkitkan kembali kepercayaan dirinya. Terlepas dari kesedihannya mengingat mobil kesayangan yang ia tinggalkan di dalam hutan, sebuah senyuman pun tergambar di wajahnya.


Bersambung …

Komentar

  1. saya merasa kalau banyak kalimat langsung yang diulang. banyaknya kata sialan dalam dialog dan bagaimybb tiap dialog tidak cukup khas untuk membedakan setiap katakkar. jadi itu minus pertama buat saya.

    kedua, kemunculan Tora yang aneh. sure dia punya rencana sempurna, tapi berasa aneh aja seakan dia rela kalah cuma demi perlindungan dan 'instingnya' yang berasa BS sekali.

    selain itu, good job sebenarnya. saya merasa keunikan setiap karakter belum terangkat namun ceritanya sendiri passable.

    7/10
    Charlotte Izetta
    komen balik ya~~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agreed, saya ga sempat re-read sebelum posting. Mudah-mudahan do R2 bisa lebih baik lagi.

      Thanks ya udah nyempetin baca. Nanti saya baca balik entri Izetta.

      _Troya_

      Hapus
  2. Selalu baca Troya Meredith as Troya medit aka pelit wakakaka.

    Ini kok kesannya kayak keluarga bencana (?) lagi liburan trus tiba2 ketemu T-rex dsb. Salah pulau tropis. Skenarionya seru. Teknis penulisan kok agak terganggu ya? beberapa spot sih. Troya masih naif kayaknya.

    7/10 dri Tora Kyuin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahahaha. Btw, ternyata selain Troya, sempet ada juga OC BOR yang pake nama Meredith... 😂😂

      Saya akui ini dari segi teknis memang ancur abis. Yang penting bisa selesaikan R1 dulu daripada WO. Haha.

      Thanks ya udah mau baca, sorry banget kalo Tora OOC. :))

      _Troya_

      Hapus
  3. Ternyata bukan sy aja yg lupa masukin aroma kompetisi di ceritanya, hehe
    Karena di sini sy juga gak ngerasa rivalitas sesama peserta, tp mungkin karena faktor batasan kata, jadi gak terlalu dieksplor.

    Setuju ma di atas, kemunculan Tora agak aneh, dan malah bikin sesak karena dah kebanyakan karakter di cerita 3000 kata ini.

    Plusnya, tulisannya rapi, ceritanya to the point/gak berbelit, dan ada sedikit hint soal ayahnya.

    Nilai: 7/10
    (Padma)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah berhubung karakter yg saya masukkan semuanya part of NGSR, jadi unsur rivalitasnya masih belum terasa. Masih ada kesan satu sponsor, mari saling bantu. Ditambah jadi juara di babak 1 ini bukan prioritas.

      Soal hint yang bakal mengacu ke canon Troya, bakal lebih banyak muncul di R2 nanti.

      Thanks a lot ya udah baca. :)

      _Troya_

      Hapus
  4. 1. rasanya interaksi antar karakter kurang tergali dalam, kecuali interaksi antara Troya dengan iSoul dgn dialog2nya. tetapi interaksi dgn Iren dan Dian, kyknya seakan2 mereka berdua cuman nempel doang. kayak sopir angkot dan penumpangnya.

    2. saya gk paham kenapa Tora bicara sendiri? apa bicara via alat komunikasi rahasia dgn para bojokernya? atau memang Tora punya kelainan kejiwaan?

    3. sebenarnya kenapa Tora repot2 buat perjanjian dgn Troya sampai2 harus menyerahkan posisi pertama? seakan2 Tora gk berani ngambil resiko dan tdk sadar esensi perlombaan adalah posisi pertama. tapi ini sdh dikomentari tmn2 yg lain.

    skor 8/10, dan salam horny dari Irene XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertama-tama, mari kita panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya, karena tanpa campur tangannya, entri ini mustahil dapat tercipta.

      Berikut tanggapan saya dari poin-poin yang disampaikan saudara Alcyon.
      1. Saya setuju.
      2. Saya juga sebenernya gak paham. #plak Tora digambarkan memiliki "intuisi" yang sebenarnya hasil komunikasi dia dengan sang penulis. Penulisnya Tora. Which means bukan saya. That's why POV 3 di cerita ini nggak tau apa yang sebetulnya Tora bicarakan dan dengan siapa, sehingga digambarkan "dia seperti bicara sendiri".
      3. Ini alasannya memang kurang saya gali karena keterbatasan kata. Tora repot-repot bikin perjanjian karena dia tau, kalo dia masuk sendirian atau ngikut konvoi sama kelompok lain, dia yang bakal jadi santapan T-Rex. "Intuisi"nya memberitahu bahwa dia akan aman kalau bersama Troya, dkk.

      Thanks a lot udah menyempatkan baca ya bang Al. :D

      Hapus

Posting Komentar