[Ronde 1] Ameyuki - Dunia Baru

By: Dee

Aku dimana, dengan siapa, dan sedang berbuat apa~~?

Aku berdiri dengan pertanyaan yang menggunung di kepalaku. Well, kontras dengan lokasi tempatku berpijak sekarang, sebuah pantai di wilayah bernama Isla Wunder. Sama dengan anehnya nama tempat ini, sekelilingku juga tidak biasa. Bukan hanya makhluk berwujud manusia yang berkumpul menanti aba-aba di sini, tetapi juga makluk non manusia yang entah bagaimana—tidak sampai pada logikaku—ikut balapan di sini.
Selagi aku memandang sekeliling, memeriksa keseluruhan tempat sesuai dengan jarak pandangku, panitia memberitahukan tentang jalur yang harus kami lalui untuk mencapai garis akhir, termasuk kendaraan dan hambatan yang kutangkap, penuh dengan dinosaurus. Tunggu, aku tidak salah dengar kan? Ini zaman apa sih? Bukannya dinosaurus sudah punah? Kazuki pernah bilang begitu, seingatku.
Cuaca bagus. Mendung disertai angin dan wangi air laut seolah mendukungku untuk segera menyalakan gas motorku dan pergi dari sini. Jalur yang dijelaskan ada tiga—atau empat—namun karena aku tidak bisa terbang untuk saat ini, maka sudah jelas aku akan mengambil jalur darat.
"Oke, bensin siap, semangatku siap. Ayo cepat mulai!"

Gelegar suara pertanda dimulainya balapan disambut dengan deru mesin ATV, sepeda motor dan kendaraan lain seperti jetpack dan perahu motor. Jadi, tantangan pertama, aku harus melewati pantai sepanjang tiga kilom—
"Hai, aku numpang, boleh?"
Sebuah ponsel bertengger di bahuku dan memainkan alis yang tergambar pada layarnya.


Pantai. 3 km.

"Kamu siapa?"
"Sedang dimana, semalam berbuat apa?"
Ponsel aneh yang datang tak dijemput pulang tinggal lempar ini tiba-tiba bernyanyi. Oke aku tidak ingin bermain-main sekarang.
"Jangan cemberut gitu dong, nanti wajah jeleknya tambah jelek," ucapnya lagi.
"Kamu ini siapa, dan mau ngapain?" Aku mengambil ponsel aneh itu dari bahuku dan bersiap melemparkannya. Oh, terimakasih untuknya, aku hampir kehilangan keseimbanganku karena pasir yang agak basah.
"Eh tunggu, tunggu, jangan lempar. Aku iSoul, peserta tercanggih di sini, dan aku ingin menawarimu kerjasama."
"Kerjasama?"
"Iya, kau sudah dengar kan, kalau di hutan depan nanti bakal ada T-rex? Itu loh dinosaurus yang makan orang."
"Lalu, apa hubungannya dengan kerjasama?"
"Aku bisa menawarkan jasa GPS ke kamu, tapi sebagai gantinya aku numpang ya. Aku juga punya sensor loh, Nanti kalau ada dinosaurusnya, kamu kukasih tau, fokus nyetir aja."
"Boleh sih, tapi kenapa ke aku? Banyak peserta lain kan yang bisa kamu ajak kerjasama?"
iSoul berdehem sejenak. "Karena kamu yang paling ketinggalan zaman, nggak masalah kan, kalau teknologi berbaik hati?"
Aku mengernyitkan alis. Aku asing di sini, dan mungkin sedikit bantuan tidak ada salahnya.

Perjalanan dipenuhi dengan nyanyian iSoul yang sangat berisik di telingaku.
"Hei, iSoul?"
"Ya?"
"Dinosaurus sudah punah kan? Yah, kata teman satu tempat tinggal di duniaku sih begitu."
"Iya, aslinya sudah. Menurut go*gle  sih."
"Terus kenapa ada di sini?"
iSoul tergelak mendengar pertanyaanku barusan. Suara tawanya membuat beberapa peserta di sekitar kami, menoleh.  "Kamu nggak tau apa-apa soal dunia ini ya?"
Aku menutup kedua bibirku erat-erat. Seingatku, Odin pernah bercerita tentang dunia ini, pertarungan antar semesta dan sebagainya, tapi tidak ada yang menyebutkan dinosaurus, dan kurasa Kazuki juga tahu, tapi ia diam saja, seperti biasa.
"Di sini, semua yang nggak mungkin, bisa jadi mungkin."
"Maksudmu?"
"Kita semua di sini punya satu tujuan kan? Nah, semesta ini, bisa mengabulkannya."
"Jadi shiro bisa hidup lagi?" spontan, aku bertanya pada iSoul yang tidak mungkin mengenal Shiro.
"Shiro siapa?"
"Ah, bukan."
"Pacarmu ya?"
"Bukan." Aku menggelengkan kepala sembari memalingkan wajahku yang sedikit memerah.
"Jelas bukan sih, nggak mungkinlah kamu punya pacar."
Sial.
"Eh, itu hutannya, sudah mulai kelihatan." iSoul menunjuk hutan dengan tangan yang tidak bisa kulihat. Nggak, bercanda, ia melompat-lompat di bahuku.
Tepat saat itu, di depan kami, sebuah motor tergeletak dengan mesin menyala.


Aku sedikit menepi untuk melihat apa yang terjadi. Sebuah motor balap besar tergeletak di atas pasir dengan mesin yang masih menyala, namun tidak berpengemudi.
"Kecelakaan ya?"
Aku menoleh ke sekeliling untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tidak ada hal yang bisa menyebabkan kecelakaan di sini.
"Hei, jadul, ayo pergi!!" teriakan iSoul membuat kesadaranku kembali. iSoul melompat dengan kasar di bahuku, seperti sedang menepuk dan memperingatkanku untuk pergi dari tempat itu. Benar saja, tidak berapa lama aku menyalakan kembali mesin motorku, sebuah makhluk hitam berlari dan memakan motor yang tergeletak di atas pasir tersebut.
"Itu apaan?" tanyaku.
"Kamu tanya aku, aku tanya ke mana?"
Sesegera mungkin, aku mempercepat laju motorku menuju hutan.


Hutan. 4 km

Aku mengucap syukur dengan lega di dalam hatiku, karena berat pasir yang sedari tadi kutahan dan menggelayut di ban akhirnya pelan-pelan bisa kubersihkan dengan masuk ke tempat kering seperti hutan yang berada di depanku dan iSoul.
Setidaknya, itu yang kuharapkan.
"Jadi, di hutan ini ada dinosaurusnya. Sepasang. Yang paling buas. Terus, ada juga velociraptor, biasanya sih ini nggak sebuas T-Rex, tapi menyebalkan karena mereka suka berlarian dan bisa saja kita tertendang." iSoul mengerjapkan matanya. "Kalau takut, kamu bisa mundur sekarang."
Aku menggeleng mantap saat kudengar sebuah deru motor bercampur geraman berada di belakangku. Sebuah motor hitam tidak berpengemudi, namun memiliki mulut melaju ke arahku dan iSoul, membuat kami sedikit oleng karena jelas, motor itu tidak ada niatan sedikitpun untuk berhenti.
"Oh, itu kan dia..." iSoul mencetus.
"Siapa?"
"Aku kira tadi siapa, tapi karena kulihat mulutnya, aku yakin itu dia."
"Hah? Siapa?"
"Kamu nggak tahu?"
"Kalau aku tahu, aku nggak bakal nanya, ponsel sialan!"
"Dih, marah. Makanya ubanan. Jadi, ada satu peserta, yang bentukannya nggak jelas. Dibilang benda padat, nggak. Benda cair, nggak. Udara, bisa jadi benda padat juga. Kayak motor tadi. Lihat kan?"
Aku mengangguk. Jadi, dia salah satu peserta balapan ini.
"Gimana, siap ditabrak dinosaurus?"
"Bisa ganti pertanyaannya?"
"AYO GAS!!!" iSoul bersemangat.
Dengan helaan napas yang berat, aku menggerakkan motorku ke dalam hutan.


Suara dahan dan ranting yang patah ditambah suara geraman mulai terdengar menggema di dalam hutan. Senyap, seolah setiap hela napas juga ikut didengarkan oleh siapapun yang berada di dalam hutan, ditambah cuaca yang mendung membuat hutan seperti berkabut.
Menjaga keseimbangan motor dan kewarasanku di hutan ini benar-benar tantangan.
Ekspektasi. Jalan di hutan, ada jalan setapak yang tidak terlalu banyak ranting.
Realiti. Itu hanya sebuah ekspektasi karena sedari tadi aku hampir kehilangan keseimbangan karena ban motorku selip dan tidak jarang baju maupun anggota tubuhku yang lain tersangkut dan tergesek ranting-ranting di hutan.
"Hei, iSoul..."
"Ya?"
"Itu... hitam-hitam yang tadi kan?"
iSoul mendongakkan kepalanya ke arah yang kutunjuk dengan tangan kiriku. "Ah, iya."
"Bentuk aslinya gitu?"
"Entah."
Seonggok gumpalan hitam yang memiliki mulut terduduk (?) di bawah sebuah pohon besar, di sampingnya sebuah motor hancur. Perlahan ia mendongakkan kepalanya, melihatku dan iSoul yang mendekatinya pelan-pelan. Well, aku tidak benar-benar bisa melihat kepalanya sih. Kuasumsikan begitu.
"Hai, bisa paham bahasaku?"
"........."
"Kalau begitu, kita duluan ya."
"......."
Makhluk hitam itu menggeram, menunjukkan gigi taringnya.
"Mungkin dia mau menyampaikan sesuatu kepada kita?" iSoul mengernyitkan alis.
Aku mengangkat bahu. Aku bahkan tidak paham makhluk apa yang berada di depan kami ini. Wujudnya sangat abstrak. Terkadang aku mengasumsikannya sebagai anjing liar, tapi tingkahnya tidak mirip anjing. Anjing mana yang memakan kendaraan.
"......."
Perlahan makhluk hitam itu mendekati motor yang kukendarai, ia bergerak menuju bagian belakang motor.
"Hei, aku punya firasat buruk...:" iSoul berbisik.
Aku memerhatikan gerak-gerik makhluk hitam di belakang motorku, dan tepat saat ia membuka mulut seukuran kendaraan yang sedang kutunggangi, iSoul berteriak di kupingku.
"LARII!!!!"
Tanpa dikomando lebih lanjut, aku memutar gas dan pergi dari situ melewati pepohonan dan menabrak beberapa ranting sedangkah makhluk itu mengejarku dari belakang. Aku tidak memerdulikan kulit pucatku yang perlahan tergores, dan arah yang ku tuju. Kemanapun, selama makhluk hitam itu tidak lagi mengejar kami.
Aku menekan rem dan memandang ke sekeliling.
"Aman?"
"Aman kayaknya..."
"Tapi sekarang kita dimana?"
iSoul memandang dengan seksama. "Ke sana, kita harus ke sana."
Aku menggerakkan motor perlahan menuju arah yang ditunjuk iSoul. Namun, di perjalanan aku mendengar suara yang aneh. Aku merasa seseorang atau sesuatu mengikuti kami, dan bernapas di belakang kami.
"Hei..." iSoul mencolek bahuku. "Kau ingat kan aku bilang bisa sensor dinosaurus?"
"Iya, kenapa?"
"Aku merasa di dekat kita ada dinosaurus deh. Di belakang sini."
Aku menoleh untuk memastikan ucapan iSoul, dan benar saja, sebuah mulut menganga penuh taring mengeluarkan lengkingan tinggi tatkala aku berteriak melihat keberadaan seekor dinosaurus TEPAT di belakangku. Itu bukan dekat lagi namanya. Kami sudah hampir dilahap.
"T-reeeeeexx!!!" Aku berteriak sembali memutar gas motor hingga maksimal. Berkali-kali kami hampir jatuh karena keseimbangan mulai hilang.
"Bukan. Ini yang satunya." iSoul mengingatkanku.
"Oh velocity ya?"
"Velociraptor! Daya ingatmu pendek ya?"
"Aku nggak ada waktu buat ngingat namanya. Pokoknya itulah, dan sekarang, kita harus segera pergi dari mereka!!" Aku memacu laju kendaraanku dengan asal. Asal bisa pergi dari situ, asal bisa kabur dari kejaran makhluk yang tidak sendiri itu. Ada dua, tiga, empat, entahlah sepertinya lebih dari lima ekor. Derap langkah dan pekikan mereka menderap di belakang kami.
"Hei, awas!"
Sial, sebuah dahan pohon yang begitu rendah tidak aku indahkan hingga aku harus berpisah dengan kendaraanku yang masuk ke semak-semak.
Tidak. Jangan. Nggak boleh.
Dinosaurus-dinosaurus itu nggak boleh mendekati kendaraanku—karena itu yang mereka lakukan sekarang.
Tak berpikir panjang, aku mengambil iSoul dan memasukkannya ke dalam saku bajuku sebelum aku melontarkan beberapa bola es ke arah raptor-raptop tersebut. Mereka mengalihkan perhatiannya dari motor yang masuk ke semak-semak ke arahku yang melemparkan bola salju tipis ke arah mereka. Aku butuh lebih banyak air kalau mau membekukan mereka di sini.
Tak gentar, para raptor itu kembali berlari ke arahku, membauatku memutar badan dan ikut berlari di dalam hutan. Sesekali aku bersembunyi di balik pepohonan, semak-semak rimbun, sembari berpikir untuk kembali mengambil motorku dan melanjutkan perjalanan. Kakiku yang tidak memakai alas, mulai terasa perih karena patahan ranting dan batu yang tersebar di dalam hutan ini.
Seekor raptor menoleh ke arahku saat aku—dengan klisenya—menginjak ranting di atas tanah dan menimbulkan suara yang dapat menarik perhatian mereka. Tidak berpikir panjang, aku langsung berlari meski aku tahu kecepatanku tidak sama dengan lompatan-lompatan kecil mereka. Sebuah batu mengakhiri usahaku kabur dari para raptor. Kalau aku harus mati disini, biarlah. Aku meminta maaf dalam hati, meminta maaf pada Yuki, dan pada Kuro, bahwa aku akan berakhir sampai di sini tanpa mampu mewujudkan keinginan terbesar Kuro. Aku memejamkan mata, menanti saat-saat aku dimakan oleh hewan buas tersebut, namun itu tidak terjadi. Alih-alih menerkamku, para raptor itu perlahan mundur dan menjauh. Wow, mungkin ini adalah hari keberuntunganku—
—atau tidak.
Karena penyebab raptor tadi mundur adalah kemunculan dinosaurus bertangan kecil ini, Tyranosaurus-Rex.
"AAAAAAA!!!" Aku bangkit dan kembali berlari saat ia sedang mengaum untuk memanggil kawanannya.
Tidak. Tidak
Aku tidak akan mati hari ini. Tidak.
Aku berlari untuk mencari motor yang kuharapkan sekali masih bisa berfungsi dengan baik untuk kabur dari predator tersebut. Untung saja, meski sempat terjerembab, motor tersebut masih bisa digunakan untuk melanjutkan perjalanan keluar dari hutan ini.
iSoul yang sedari tadi bersembunyi di balik sakuku, perlahan menyembulkan kepalanya sedikit.
"Hei, kita masih hidup kan?"
"Kuusahakan. Kita sedang dikejar."
Di belakang dua ekor T-rex sedang berlari mengejarku. Beberapa pohon yang tidak terlalu besar mereka tabrak sembari mengaum, memacu adrenalinku untuk secepatnya pergi dari situ. Hutan ini sebenarnya tidak terlalu besar, namun karena kesialan kami, kami terpaksa berputar-putar di dalamnya.
"Hei, sepertinya bukan hanya dua kadal itu saja yang mengikuti kita."
Aku menoleh sekilas untuk tahu maksud ucapan iSoul. Bukan hanya dua t-rex yang sedang mengejar kami, melainkan sebuah ATV hitam yang memiliki taring di bemper depannya. Sesekali mulut bertarik itu menganga.
"Sial aku harus sembunyi. Hujan." iSoul masuk ke bagian terdalam saku bajuku. Benar saja, saat aku memandang langit, butiran dingin nan basah perlahan turun ke bumi. Rupanya bola esku tadi juga memicu munculnya hujan ini. Kalau begini sih, sepertinya aku punya kesempatan yang cukup. Menukik, aku membelokkan arah motor yang kutunggangi dan berhenti agak jauh dari pengejaran.
"Hei, kau kehabisan akal?"
"Tidak. Aku harus melakukan ini."
Aku menunggu duo T-rex itu datang untuk kulempari dengan es-es runcing yang bisa kuciptakan. Mungkin ini tidak cukup untuk membunuh mereka, namun setidaknya cukup untuk melukai dan memperlambat mereka.
Auman mereka terdengar nyaring saat mereka akhirnya menemukanku yang berdiri dengan siap. Tepat saat mereka semakin terpicu berlari ke arahku, aku melemparkan es-es runcing untuk dan menancapkannya di tubuh mereka, mengubah auman penuh ancaman mereka menjadi auman penuh rasa sakit. Mereka semakin marah, dan seolah tidak memedulikan luka di tubuh mereka, sempoyongan mereka semakin mendekatiku.
Aku meletakkan kedua telapak tanganku di atas tanah. Kelembapan yang cukup, meski bukan skala besar, namun bisa aku buat. Aku harap semoga mereka tidak lagi mengejarku dan iSoul.
"HEAH!"
Bersamaan dengan teriakan yang kukeluarkan dari bibirku, sebuah es tercipta di atas tanah. Merambat ke kaki-kaki mereka, dan membiarkan kaki mereka mati rasa, terikat dengan tempat mereka berpijak untuk sementara waktu.
Kedua T-rex itu mengaum semakin hebat, namun aku tidak memedulikannya. Aku mengedarkan pandang ke sekitar, dan makhluk hitam itu tidak kudapati berada di dekat kami.
"Aman?" tanya iSoul setengah berbisik.
"Iya."
"Wah, kamu bisa bekuin kaki mereka gitu?"
Aku tersenyum, dan kembali menyalakan motorku. "Ayo kita pergi."


Tanjakan tebing. 5 km

Mustahil ini mustahil. Sekarang aku harus mendaki tanjakan curam ini? Wow. Nggak, terima kasih.
"Kok diam?"
"Serius nih? Emang motornya kuat? Aku bukan spiderman lho."
"Setelah kujelajahi tubuhmu tadi." iSoul berdehem. "Aku menemukan kau memilki sayap. Kenapa nggak terbang aja sih dari awal?"
"Kalau aku bisa, sudah dari awal sih."
"Jadi nggak bisa?"
Aku terdiam. Berdebat dengan sebuah ponsel genggam aneh benar-benar diluar kewarasanku.
"Nggak berguna."
Aku mengambilnya dari sakuku dan bersiap melemparnya ke tanah. Kali ini benar-benar akan kulakukan, dan mungkin aku akan menggilasnya.
"Kau menaiki tebing itu atau kau habis oleh t-rex atau makhluk hitam tadi? Kau kira esmu bisa bertahan selamanya?"
Ucapan iSoul membuatku urung melemparnya ke tanah. Ucapan dia benar juga. Kali ini bukan hanya dinosaurus saja yang harus kami hindari, melainkan juga anjing gila yang seolah ingin menerkamku dan mengambil alih motor ini.
Aku menutup mata, tidak yakin dengan sisa mana yang kupunya.
"Kalau kita jatuh, jangan salahkan aku."
Tidak menunggu lama, aku memacu motorku dengan kepayahan. Tanjakan tebing begitu riskan, terutama pada cuaca dan kondisi medan yang agak licin akibat hujan yang ditimbulkan oleh kekuatanku tadi.
Aku lelah. Mungkin sepertinya aku tidak akan kuat—jika aku tidak memiliki anti gravitasi di diriku.
"Ini ujungnya mana sih?" Aku mulai menggumam sembari memfokuskan pandanganku ke depan.
"Hei..."
"Masih jauh ya?"
"Hei... Bisa lebih cepat nggak?"
"Kenapa memangnya?"
"Di belakang!"
Aku menoleh dan sebuah ATV berwarna hitam mengejar kami. Tidak, tidak, itu bukan ATV. Itu si anjing aneh tadi. Astaga, dia masih mengincar apa bagaimana?"
Aku tidak berpikir lebih panjang. Kukeluarkan beberapa duri es di hadapan ATV itu. Ia menggeram, marah karena jalannya dihadang.
"Maaf ya, tapi aku nggak mau mati di sini."
Aku berteriak lantang.
Kupacu motorku agak sedikit lebih keras dengan tujuan bisa lebih cepat sampai ke garis akhir, karena iSoul, dengan penglihatan supernya, sudah bisa melihat tulisan FINISH di depan kami.
"Sampai! Kita sampai!"
Aku menghentikan laju motorku dan melihat keadaan di sekeliling. Rasanya, apa yang kami alami tadi seperti mimpi dibandingkan dengan panorama yang bisa kami lihat dari atas sini.
"Oh ya, iSoul. Ngomong-ngomong, aku belum mengenalkan namaku ya? Aku Ameyuki. Kau bisa memanggilku Ame."
iSoul memandangku dengan tatapan mengejek. "Yang nanya siapa?"
"Eh?"
"Yasudahlah. Terima kasih ya tumpangannya, Ame."
Aku tergelak. Dasar. Dia nggak jujur ya? Kurebahkan badanku di atas tanah dan memandang langit yang mulai hilang mendungnya. Semua yang kuinginkan akan terwujud ya?
Semoga saja begitu.

F I N








Komentar

  1. Pertama maafkan saya karena saya akan mengomentari karakter Anda dimana ini mungkin subjektif dan hanya authornya sendiri yang lebih tahu. Tetapi, begitu saya membaca paragaf awal cerita ini saya harus membuka CS Ameyuki kembali karena seingat saya dia dewa dan sudah berusia lebih dari 1 abad. Maksud saya adalah karakter Ame yang dicerita ini dimana dia terlihat seperti anak perempuan yang terlampau polos. Mungkin memang maksud author, Ame dimaksudkan untuk seperti ini sejak awal, tapi tak ada catatan dia berkepribadian polos dan seperti anak kecil di CS.

    Poin saya adalah semakin banyaknya usia seseorang bukankah ia akan bertambah bijak dan dewasa? Menyikapi segala urusan yang dia miliki sebagaimana orang yang berpengalaman menyikapinya, bersosialisasi sebagaimana arif dirinya. Ditambah dia adalah seorang dewa, menambah alasan bahwa Ame semestinya bersikap seperti dewa.

    Maaf sekali lagi, ini mungkin subjektif, tetapi tak ada penjelasan karakter Ame seperti yang ada di cerita di CSnya.

    Nilai 6/10

    - Nadaa Kirana

    BalasHapus
  2. Ini hape sialan udah savage, ngeselin juga ya?
    Udah fitur GPS-nya nggak guna, ketambah dia ngoceh mulu sepanjang jalan~

    Saya sempat agak miss di bagian Velocirapter, di situ disebutin rahang besar, kirain T-rex yang muncul, eh si Velocity-- maksud saya, Velociraptor.

    Unsur balapannya kerasa, tapi tema saingan dari balapan itu sendiri kerasa miss. Kalau motif dan dorongan Ameyuki bukan soal balapan (murni survival) mungkin okelah, tapi ketika MC ingin cepat-cepat mencapai garis finish, tapi di minim narasi soal peserta lain di sekitar, rasanya jadi.. gimana ya? Ini balapan kok sepi banget?

    Tapi di sisi lain saya juga bisa paham, batasan 3k itu memang menyiksa.



    Salam sagne dari Dian.
    Point : 7

    BalasHapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya