[Round 2] Troya Meredith - Girls on Top
By: Glen Tripollo
Race 4. Missing Person
Seorang pria
berkacamata bulat hitam berjalan cepat melewati pintu kaca yang terbuka secara
otomatis sambil menunjukkan tanda pengenalnya kepada resepsionis yang belum
sempat berkata apa pun selain bangkit dari duduknya.
"Selamat
datang, Agen," sapa sang Resepsionis kemudian sambil tersenyum.
"Trims,
Bertha," sahut pria itu santai sambil berjalan menuju elevator yang berada
di ujung lorong sisi kanan lobi.
Pintu
elevator pun terbuka secara otomatis. Pria itu melangkah mantap ke dalamnya
sebelum pintu kembali tertutup. Ia mendekatkan wajahnya ke sebuah monitor
digital yang langsung melakukan pemindaian.
"Selamat
datang di Nolan Corp, Agen. Profesor Fambrough menanti Anda di lantai 45."
Hanya
sedetik sejak kalimat sambutan itu terdengar, pintu elevator kembali terbuka.
Pria itu menggaruk rambut dan mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan
perjalanan 45 lantai yang kelewat cepat, bahkan tanpa merasakan pergerakan naik
sedikit pun.
Saat keluar,
seorang wanita cantik berkerudung hitam menyambutnya dengan senyuman. Wanita
itu memakai stelan blazer hitam yang melapisi kemeja putih berenda dan rok
rample panjang semata kaki. Sebuah tablet berada di tangan kanannya. Ia adalah
sekretaris asisten Profesor Fambrough. Bros berbentuk logo Nolan Corp tersemat
di bagian bawah kerudung yang menutupi nyaris seluruh bagian dadanya.
Wanita itu
memberi isyarat agar sang pria mengikutinya ke sebuah pintu hitam legam bergaya
futuristik minimalis bergagang silver bertuliskan huruf besar-besar berbunyi
NOLAN C. FAMBROUGH, PRESIDENT DIRECTOR dan menggesernya.
"Prof,
orang yang Anda tunggu sudah datang," lapor wanita itu kepada Nolan yang
sedang serius menatap layar komputer di atas meja kerjanya.
"Trims,
Fatima, persilahkan dia masuk!"
Fatima
mengangguk dan mempersilahkan pria itu masuk ke dalam ruangan sebelum
menutupnya kembali.
"Akhirnya,
agen Wilder," sapa Nolan seraya bangkit dari posisinya dan menjabat tangan
Wilder. "Bagaimana perjalanannya?"
"Cukup
berbasa-basi. Wilder saja sudah cukup, Nolan," sahut Wilder seraya
menyambut tangan Nolan.
"Seperti
biasa, selalu to the point,," kata Nolan tertawa nyaris terbahak. Ia
menepuk tangannya, sesaat kemudian citra hologram empat dimensi muncul di
segala penjuru ruangan, seolah-olah Wilder dan Nolan tertelan di dalamnya.
Citra hologram itu membentuk garis-garis tebal tipis yang saling berhubungan
sedemikian rupa hingga terlihat seperti peta raksasa yang berlapis-lapis.
Milyaran titik-titik kecil berwarna hijau tersebar di segala area. Mirip
hamparan bintang-bintang di langit malam yang tak berbatas. "Butuh waktu
lima tahun untuk menyempurnakannya. Ini masih berupa prototipe yang belum
kupatenkan."
Tak perlu
menunggu penjelasan lebih detail bagi Wilder untuk memahami cara kerjanya.
Sekali lihat saja, Wilder sadar bahwa citra hologram di sekitarnya adalah
pemetaan real-time dari seluruh dimensi yang ada di semesta.
"Luar
biasa. Kutebak bahwa titik-titik hijau ini adalah entitas kehidupan?"
tanya Wilder yang dibalas dengan anggukan bangga Nolan.
"Tidak
semua, hanya humanoid."
Wilder sudah
mengenal Nolan cukup lama, dan ia tahu betul bahwa orang di hadapannya itu
telah diklaim memiliki kecerdasan otak tertinggi di planet bumi. Termasuk juga
rahasia bahwa otak cerdas tersebut didapatkannya dengan cara yang hampir mirip
dengan teknologi kaki kiri iridium Wilder. Ketika mereka secara bergantian
terlibat di dalam sebuah ajang pertarungan di dimensi lain.
"Lalu,
ada apa dengan titik-titik hijau yang berkerumun dalam jumlah besar ini?"
tanya Wilder.
"Nah,
itu adalah fokus kita hari ini," jawab Nolan semangat seraya membetulkan
posisi kacamatanya. Ia mengayunkan kedua tangannya di udara untuk memperbesar
tampilan di area tersebut dan memotongnya. Potongan peta hologram tersebut
melayang beberapa senti di atas telapak tangannya. "Area ini adalah bagian
dari sebuah dimensi bernama Esmetas. Garis putus-putus ini menandakan
perbatasan area kekuasaan masing-masing wilayah. Aku belum mengkonfirmasi
semuanya, tapi aku yakin salah satunya adalah sebuah perusahaan bernama
Hadyatha Group. Suatu acara besar mungkin sedang diadakan di sana."
"Lalu,
apa masalahnya?" Wilder mengangkat alisnya.
"Sudah
lima belas hari aku mengamati kerumunan aneh ini. Sebelumnya, mereka sempat
menghilang dari area ini dan muncul di sini dalam waktu singkat," Nolan
mengayunkan tangannya dari kejauhan untuk menggeser dan memutar tampilan peta
dimensinya.
"Pulau
aneh berbentuk not balok?"
"Yap,
namanya Isla Wunder, di dimensi Waya-Waya," kata Nolan semangat.
"Jaraknya dengan Esmetas membuatku yakin bahwa mereka berpindah
menggunakan portal dimensi yang tak berbeda jauh dengan portal yang kuciptakan.
Lalu, kurang lebih selama enam belas jam waktu di dimensi kita, keramaian ini
kembali ke Esmetas, Hotel Hadyatha tepatnya."
Tatapan
Wilder berubah serius, tangan kanannya mengusap-usap dagunya yang berjanggut
tipis.
"Satu
lagi, citra hologram ini juga bisa merekam jejak perpindahan tiap-tiap entitas,
termasuk juga profil dan asal dunianya. Jadi, aku melakukan beberapa
penelusuran. Aku yakin kau bisa menebaknya, Wilder."
"Mereka
semua berasal dari dimensi yang berbeda."
"Tepat!
Acara besar di Esmetas, namun dihadiri oleh entitas dari dimensi yang
berbeda-beda, tentunya mengingatkan kita pada sesuatu."
"Battle
of Realms. Apa mungkin ajang berbahaya itu diadakan lagi?"
Nolan
mengangkat bahu. "Mungkin saja. Penyelenggaranya berbeda, namun tak
menutup kemungkinan ini ada kaitannya dengan ajang yang kita lalui waktu
itu."
"Oke,
ini baru praduga. Ada hal lain yang sudah kaulakukan untuk menggali
informasi?"
"Hanya
sedikit fakta dari penelusuran sebelumnya. Kerumunan entitas semacam ini sering
muncul di berbagai area lain, namun kebanyakan hanya dihadiri oleh entitas yang
memang menghuni dimensi tersebut. Lalu, dengan begitu banyaknya entitas
berbagai dimensi di Esmetas, tanpa ada sedikit pun berita yang sampai kepada
kita, kemungkinan besar kegiatan ini tergolong ilegal. Ditambah sebagian besar
entitas yang ada di sana, mendapatkan status 'orang hilang' di tempat asal
mereka."
"Penarikan
peserta secara diam-diam. Aromanya memang seperti Battle of Realms," gumam
Wilder. "Apa ada kemungkinan Anonymous berada di sana?"
"Sejauh
otak jeniusku ini bekerja, aku tak ingat memiliki kemampuan untuk mengetahui
keberadaan semua orang begitu saja. Lagipula sudah sepuluh tahun sejak insiden
Los Angeles, entah dia masih hidup atau tidak."
Wilder
membetulkan posisi kacamata bulatnya. "Baiklah, aku akan mengirimkan
beberapa agen rahasia untuk menyelidikinya langsung ke Esmetas."
"Ah,
mengenai hal tersebut. Aku menyarankan kau sendiri yang pergi ke sana,
Wilder," kata Nolan cepat.
"Kenapa?
Ini kan hanya penyelidikan sederhana."
"Karena
ini," jawab Nolan sambil memperbesar salah satu titik entitas dan
menyentuhnya. Sebuah kotak muncul, berisikan foto dan profil singkat entitas
tersebut. Wilder membacanya dalam hati.
TROYA MEREDITH
Female, 18 y.o
Mechanical Engineer
Long Beach, California 2025
Wilder
melepas kacamata hitamnya untuk memastikan dirinya tak salah baca.
"Asal
kau tahu, Troya Meredith baru saja masuk ke dalam daftar orang hilang di Long
Beach," tambah Nolan.
"Kapan
waktu paling cepat untukku pergi ke Esmetas?"
"Secepat
yang kaumau. Sekarang pun bisa," jawab Nolan.
"Baiklah,
beri aku waktu satu jam untuk bersiap," kata Wilder sambil berjalan cepat
meninggalkan ruang kerja Nolan. Ia mengambil smartphone, menekan satu digit
angka dan mendekatkannya ke telinga. "T-1N, aku butuh bantuanmu. Sesuatu
terjadi, aku ingin kau bersiap dalam satu jam, kita akan melakukan perjalanan
lintas dimensi."
Race 5. Triangular Pyramid-shaped
Skyscrapers
"Semoga
beruntung, Troya Meredith," ucap seorang pemandu sesaat setelah Troya
turun dari helikopter dan kembali mengangkasa meninggalkannya sendirian di
tengah-tengah taman kota Almnesse yang agak gelap dan sepi. Jam besar di tengah
taman menunjukkan pukul sembilan malam.
Troya
menghela napas seraya membetulkan wearpack
yang ia kenakan. Ia membuka resleting tas pinggangnya untuk memastikan tak ada
satu pun benda yang tertinggal. Ia menemukan beberapa perkakas seperti tang dan
kunci inggris kecil beserta sebuah bola logam silver sebesar bola golf yang ia
dapatkan dari peti hadiah di babak pertama. Hingga saat itu, Troya masih belum
mengetahui kegunaannya, ia hanya merasa lebih aman bila tetap membawanya.
Tantangan
kali ini adalah menjadi yang tercepat sampai di puncak Menara Bebal,--gedung
pencakar langit berbentuk limas segitiga setinggi 88 lantai--dan mengganti
warna lampu sorotnya melalui panel kontrol. Tak ada masalah dengan
mengotak-atik panel kontrol, yang jadi masalah adalah Nadel, Naada Kirana
sebenarnya, seorang wanita yang sedikit lebih tua dari Troya namun memiliki kesamaan
hobi dengannya. Dia wakil dari Kerajaan Gwenevere. Perangainya yang buruk,
membuat Troya merasa harus mewaspadainya, sekalipun Nadel terlihat lemah jika
harus bersaing secara fisik dengannya.
Troya
berjalan menembus pohon besar di salah satu sisi taman, dan terkejut dengan
keramaian yang menyambutnya. Orang-orang berlalu lalang dan berkonvoi sambil
berdesakkan di trotoar. Sementara di jalan utama, begitu banyak orang yang
berkerumun, mengantre di depan stand jajanan malam yang tersebar di sepanjang jalan
hingga beberapa meter dari Menara Bebal. Tingkat kepadatan yang tak masuk akal,
melebihi ramainya kereta penumpang di saat-saat sibuk.
Kendaraan
sangat tak mungkin dipakai untuk melewati jalan utama. Troya memutar otak,
mencari cara untuk dapat melewatinya. Namum, belum sempat dirinya beranjak dari
sana, seorang pria bertubuh besar menabrak dan membuat dirinya jatuh
terjerembab ke jalan aspal. Troya bangkit sembari menepuk-nepuk bagian belakang
wearpack-nya dan terdiam selama
beberapa detik menatap pria yang sama sekali tak menoleh ke arahnya, terus
berjalan dan berbicara seolah tak terjadi apa-apa.
"Hei,
gendut!" panggil Troya kasar. Pria itu menoleh ke arah Troya dengan
tatapan galak.
"Kau
memanggilku apa?" sahutnya dengan nada menantang.
"Kau
baru saja menabrakku dan tak mengucapkan sepatah kata pun? Membantu saja
tidak!" bentak Troya.
"Salahmu
sendiri kan berdiri di sini tanpa melihat-lihat sekitar," sahut pria itu
sambil memamerkan tawanya yang menyebalkan. Disambut dengan tawa melecehkan
dari beberapa orang temannya.
"Dia
marah sekali, mungkin kau tadi menabrak dadanya," kata salah seorang
temannya.
Gelak tawa
semakin riuh terdengar. Beberapa orang pedestrian yang lewat sempat melirik ke
arah Troya dan ikut tertawa.
"Menyebalkan.
Semua pria itu memang menyebalkan," gumam Troya. Tanpa banyak berpikir, ia
melangkah cepat ke arah pria bertubuh besar itu dan menghantam wajahnya. Gelak
tawa berhenti seketika. Sementara si pria bertubuh besar tampak meringis sambil
memegangi hidungnya yang patah dan berdarah.
"Ku-kurang
ajar! Jangan diam saja, cepat hajar dia!"
Salah
seorang teman pria itu maju dan menerjang Troya dengan pukulannya. Troya
berhasil menghindar dengan mulus, membuatnya meninju udara kosong. Di saat yang
sama Troya kembali maju sambil sedikit membungkukkan tubuhnya dan menyarangkan
pukulan telak ke perut, membuat pria itu tersungkur.
"Berani
sama wanita? Hah!" bentak Troya sambil mengangkat kedua tangannya yang
terkepal beberapa senti di depan wajahnya, waspada dengan serangan lanjutan
yang akan datang.
Pria kedua
berlari cepat dan menyerang Troya dengan pukulan lurus, namun Troya segera
mundur, menabrak salah seorang pedestrian yang sedang berdesakkan dan merunduk
cepat, membuat pukulan pria itu salah sasaran.
Pria tak
bersalah yang terkena pukulan berbalik sembari memegangi punggungnya yang
sakit. "Dasar berandalan! Apa masalahmu?"
"Kau
mau apa, Pak Tua?" tantang pria yang memukulnya, membuat perhatian para
pedestrian tertuju ke arahnya. Troya yang menyadari hal ini segera berdiri dan
mencari celah di antara kerumunanan seraya ikut berteriak.
"Tolong,
mereka berusaha menyakitiku tadi."
Keributan
pun terpecah, para pedestrian yang semula berdesak-desakan kini berhamburan
mengejar pria bertubuh besar dan teman-temannya, menciptakan begitu banyak
celah.
Tanpa
membuang kesempatan, Troya berlari melewati setiap celah tanpa kesulita seraya
berteriak tolong dan menunjuk ke arah yang tentu. Tak butuh waktu lama hingga
dirinya berhasil meninggalkan pusat keramaian dan sampai di depan salah satu
pintu masuk Menara Bebal yang megah.
Napas Troya
tersengal. Ia menyeka keringat yang mulai merembes dari dahi. Sementara mata
birunya kembali mengamati keadaan di sekitarnya. Beberapa orang sekuriti
berseragam lengkap nampak berjaga di sana. Ia juga melihat beberapa orang yang
berjalan melewati mereka, menjalani pemeriksaan barang bawaan sebelum
dipersilahkan masuk.
Troya
menurunkan sedikit resleting wearpack-nya
hingga menampakkan sedikit tanktop putih di baliknya dan berjalan menghampiri
sekuriti.
"Tunggu,
Nona!" Salah seorang sekuriti memberikan kode agar Troya menunjukkan tas
pinggangnya. "Apa keperluanmu?"
"Eh,
aku harus melakukan pengecekan jaringan listrik gedung ini," kata Troya,
sementara matanya melirik ke arah dalam gedung.
Sang
sekuriti membuka tas pinggang Troya dan mengaduk-aduk isinya.
"Kami
sudah punya staf khusus untuk melakukan pengecekan, Nona. Kauyakin tak salah
tujuan?" tanya sekuriti lainnya.
"Aduh."
Sekuriti yang sedang mengecek tas pinggang Troya menarik tangannya yang
mendadak terasa seperti tersengat. "Mungkin listrik statis."
Troya segera
mengambil tas pinggangnya, meninju perut sekuriti yang menghalangi pintu masuk
dan melompatinya saat dia merunduk menahan sakit.
"Nona!
Sialan!" Sekuriti tersebut segera mengambil HT yang tersemat di
pinggangnya. "Kode 713, sekali lagi kode 713, seorang wanita muda
mengenakan wearpack ungu."
Troya
berlari secepat mungkin menuju lift yang sedang terbuka bersama dengan para
pengunjung Menara Bebal lainnya. "Tolong lantai delapan."
Sepuluh
detik berlalu, dan Troya sampai di lantai 8 yang sangat luas. Jumlah orang yang
berlalu lalang lebih sedikit daripada lantai dasar mall. Troya berjalan ke
salah satu sudut hall dan melepaskan
bagian atas wearpack, tak lupa ia
mengenakan kembali tas pinggang dan mengencangkan ikat rambutnya.
Masih belum
ada tanda-tanda keberadaan Nadel di sana, entah apakah ia sudah sampai lebih
dulu dari Troya atau justru tertinggal jauh. Apa pun, Troya memutuskan untuk
tetap fokus dengan misinya. Mulai dari sini menuju lantai 86 hanya dapat
dilewati menggunakan lift staf, karena lift untuk umum tidak memiliki akses
hingga ruang kontrol. Agak beresiko terlebih sudah pasti banyak sekuriti yang
mulai menyisir tiap lantai mencarinya.
Troya
berjalan cepat ke arah lift staf dan terkejut dengan penglihatannya. Nadel
berdiri di sana dan berbicara dengan salah seorang staf.
"Aahh,
Troya! Akhirnya kau datang," sapa Nadel tiba-tiba, membuat Troya terkejut.
"Sini cepat!"
Keheranan
dan canggung, Troya pun menghampirinya tanpa banyak berpikir. Staf yang berdiri
di hadapan Nadel menatap Troya dan Nadel secara bergantian.
"Bagaimana?
Bolehkah aku dan temanku ini naik ke atas sebentar saja?" tanya Nadel
dengan nada menggoda.
"Ta-tapi,
Nona," kata staf tersebut ragu, "Ini menyalahi aturan. Aku staf piket
malam ini, kalau terjadi sesuatu mereka akan memecatku."
"Memangnya
kami bisa melakukan apa?" goda Nadel lagi yang bagi Troya terlihat sangat
menggelikan.
"Ta-tapi,
Nona, aku--" Staf tersebut langsung jatuh pingsan dengan satu pukulan
Troya. Nadel membelalak.
"HEI,
AKU BISA MEYAKINKANNYA!"
"Terlalu
lama," sahut Troya kalem seraya menekan tombol lift dan mengambil kartu pengenal
staf dari saku celana staf piket yang pingsan. "Sekuriti akan segera ke
sini."
Race 6. True Color
Pintu lift
terbuka secara otomatis sesampainya di lantai 86, lantai khusus staf. Sesuai
dugaan Troya, tak ada staf lainnya yang sedang bekerja selain staf piket di
bawah tadi. Berbagai perlengkapan mekanik dan listrik tersebar teratur di
seluruh bagian hall. Setiap sisi hall dibatasi oleh dinding kaca tebal,
sehingga siapapun dapat melihat seluruh lansekap kota Almnesse yang ramai dari
ketinggian.
"Tak
sesulit kelihatannya," kata Troya lega sembari melangkah keluar dari lift.
"Tunggu,
Troya! Kau yakin tak mau mempertimbangkannya? Jika kau bekerja sama denganku,
aku akan memenangkan kompetisi ini dan membagi keuntungan yang kudapatkan
denganmu."
"Masih
soal itu lagi? Ngomong-ngomong bahasa Inggrismu tidak begitu bagus," ujar
Troya tanpa menghentikan langkahnya. Kini ia menaiki tangga besi yang berada di
tengah-tengah hall.
"Aku
disponsori oleh Kerajaan Gwenevere. Mereka menjanjikanku kekuasaan. Aku bisa
menggunakannya untuk memberikan apa pun yang kaubutuhkan."
"Maaf,
aku tak tertarik," kata Troya menghilang dari pandangan Nadel. Ia telah
sampai di lantai 87, tinggal beberapa langkah lagi menelusuri tangga hingga
sampai ke lantai 88, tempat panel kontrol lampu sorot berada.
"Memang
tak bisa diyakinkan ya? Yah, memang negosiasi semacam itu tak ada gunanya
sih," gumam Nadel dalam hati. "Cara persuasif tak bisa dilakukan
terhadap gadis kurang ajar itu."
Nadel
memejamkan matanya beberapa detik dan mengatur napasnya. Sementara Troya sudah
berhasil sampai di lantai 88.
Terdapat
tiga panel kontrol yang tersebar di setiap sisi hall. Troya mengeluarkan kunci inggris dari dalam tas pinggangnya
sebelum berjalan santai menuju panel kontrol yang ada di sisi utara. Troya
membuka katupnya dengan kunci inggris, mematikan saklar untuk mematikan lampu,
dan menyalakan saklar lainnya hingga lampu sorot berubah warna menjadi pink.
"Kenapa
harus pink?" gumam Troya dalam hati. "Yosh, dua lagi."
Tiba-tiba terdengar
derap langkah yang begitu ramai dari arah tangga disusul dengan suara Nadel,
"Di atas, gadis yang kalian cari ada di lantai 88."
"Sial,"
gumam Troya dan berbalik arah, mendapati empat orang sekuriti berseragam
lengkap berdiri di sana. Dua orang mengacungkan baton besi, dua orang lainnya
bertangan kosong.
"Sebaiknya
berhenti di sana, gadis muda. Kami tak akan bersikap kasar kepadamu,"
bujuk salah seorang sekuriti bertangan kosong.
Troya
melangkah mundur perlahan. Namun, saat berikutnya Nadel menerjang Troya dengan
kecepatan penuh, menarik paksa tas pinggangnya hingga terlepas dan berlari
menjauh ke sisi barat tanpa Troya sempat menahan dirinya.
"Nadel,
kembalikan tasku!" kata Troya berusaha melembutkan suaranya. Sementara
keempat sekuriti semakin mendekat dan mengepung Troya.
Nadel
membuka tas pinggang Troya dan mengambil salah satu kunci inggris dari
dalamnya. Ia melihat bola silver dan mengambilnya karena penasaran. Nadel
berlari ke panel kontrol di sebelah barat dan berhasil menyalakan lampu
berwarna emas.
"Hei,
perempuan itu juga melakukan sesuatu terhadap panel kontrol tahu!" bentak
Troya. Namun, mereka tak mengindahkannya dan tetap berusaha menekan Troya.
"Sialan,
tak ada pilihan!"
Troya
melemparkan kunci inggris ke salah satu sekuriti yang memegang baton. Saat
perhatian yang lainnya teralihkan, Troya segera berlari menerjang sekuriti
paling depan, menangkap tangannya dan memuntirnya dengan kuat.
Nadel yang
melihat aksi Troya bergegas menuju panel timur. "Jangan coba-coba, Nadel!
Kembalikan tas pinggangku!"
Salah
seorang sekuriti dengan baton hendak menyerang Troya, namun dengan lihai Troya
menghindarinya, mendorong sekuriti yang tengah ia puntir ke depan membuat
serangan baton mengenai bahu sekuriti tersebut. Troya merebut baton besi dan
memukul sekuriti bertangan kosong di belakangnya. Troya berbalik arah hendak
melempar baton ke arah sekuriti yang tersisa, namun sekuriti tersebut sudah
mengacungkan tangannya ke depan, pasrah. Troya menyarangkan tinjunya ke wajah
sang sekuriti dan membuatnya tersungkur.
Nadel
tercengang dengan kemampuan Troya mengalahkan empat orang sekuriti tersebut.
Kedua tangannya gemetar hebat. "Hehehe, Troya … sabar ... kita bisa
membuat perjanjian lagi … aduh!"
Nadel
melempar tas pinggang Troya. Ia memegangi tangannya yang terasa seperti
tersengat listrik dengan tatapan bingung.
Troya
mengambil tas pinggangnya dan berjalan pelan mendekati Nadel.
"Maaf,
Nadel, aku harus melakukan ini," kata Troya sebelum menghantam pipi Nadel
dengan keras. "Aku tak pernah suka dengan wanita sepertimu."
Bola logam
yang semula berada di dalam genggaman Nadel menggelinding pelan di lantai.
Troya memungutnya dan berjalan menuju panel kontrol di sisi timur dan barat.
Tiga lampu
sorot telah berubah warna menjadi pink terang. Sekejap, malam hari di kota
Almnesse yang ramai berubah menjadi begitu manis. Troya menatap sekilas seluruh
lansekap kota sambil bernapas lega. Helikopter milik Hadyatha Group sudah
terlihat di kejauhan.
Troya
menjatuhkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Memandangi para sekuriti dan
juga Nadel yang jatuh pingsan. Sementara, rasa perih mulai menjalari tangan
Troya yang memar. Sudah lama ia tidak menggunakan tangannya untuk menghantam
orang lain, dan malam ini, ia melakukannya beberapa kali.
Ia
memejamkan matanya. Samar-samar terdengar suara Soraya menggunakan pengeras
suara beberapa puluh meter di atas Menara Bebal.
"Itu
Troya Meredith. Dia berhasil, sungguh luar biasa! Mari berikan tepuk tangan yang
meriah untuknya!"
"Setidaknya,
malam ini aku bisa beristirahat dengan nyaman tanpa memikirkan kekalahan,"
gumam Troya dalam hati sambil tersenyum. Sekejap bayangan seorang pria
berkelebat cepat di dalam pikiran Troya.
***
"Hei, Troya, jangan bersedih.
Ibumu telah melakukan yang terbaik demi melindungimu. Sekarang giliranku.
Ikutlah denganku!"
Bersambung....
plot utamanya makin tebal, tapi ini bikin plot rondenya sendiri makin tipus. pertarungan d akhir kurang seru , tapi karakterisasi kedua peserta lumayan bagus. yang saya ga paham, masa sih lawan punya advantage kenal sama orang dalam tapi Troya tidak. padahal harusnya dua duanya off worlders.
BalasHapusyang saya Bingung lagi apa staff gedung ga dkasih tahu kalau ada dua peserta akan datang dan jadikn tempat itu ajang lomba. kalau tahu harusnya staff bsa nolak dua duanya atau nerima dua duanya. cma kenal salah satu malah bikin plot hole.
kecewa lagi karena battle cma d akhir.
6/10
ah , Ini Chalice
HapusAda beberapa poin sebenernya di sini yang--maaf banget--kalau bacanya ga sambil diresapi bakal miss.
Hapus1. Nadel nggak ada akses kenal orang dalem. Adegan pembicaraan dia dengan staf itu bukan karena dia kenal. Dia kan punya kemampuan merayu dan persuasif. Saat itu, dia sedang merayu staf supaya diizinin ke atas. Beda dengan Troya yang ga punya kemampuan goda menggoda. Bagaimana Nadel masuk Menara Babel? Situ tau kan kalo pintu masuk ada barat dan timur? Nadel masuk dari pintu yang lain, cara masuknya off screen, tp tp situ mestinya paham dia bisa masuk pakai kemampuan persuasif dia.
2. Di canon Troya, kota Almnesse ini kota yg bener2 ada, bukan buatan. Jadi berlaku sistem macam N2 di mana kedua peserta disuruh tanding di tempat yg memang ada tanpa pihak luar mengetahuinya. Lagian kalo staf gedung udah tau tempatnya jadi setting pertandingan, terus di mana tantangannya nanti? Imbas pertarungan BOR kalo bukan Troya vs Nadel di sana, gedungnya bisa aja ancur-ancuran loh. Apa mungkin pihak gedung bakal setuju tempatnya dipake jadi setting? Tentu tidak. Jadinya diam-diam deh.
3. Untuk battle no comment. Karena klo situ baca charsheet Nadel, dia bener2 menghindari pertarungan fisik. Makanya saya bikin perjalanan yg agak damai sampe ke puncak, dan ngebiarin Troya yang dapat battle scene di akhir.
Saya sengaja ngebangun konflik Troya ini pelan2 karena keterbatasan kata. Karena saya mau masukin sedikit canon di awal, saya sengaja mengorbankan durasi screentime Troya. Ditambah saya merasa nilai di 5 ronde pertama ini ga begitu penting karena yang lolos ke babak turnamen sudah pasti mereka yang gak WO.
Ditunggu aja entri selanjutnya ya kalau haus sama battle scene. R3 bakal full battle.
Akhir kata, trims karena udah sempetin baca kasih nilai :D
_Troya_
Keliatannya canon Troya udah direncanain buat jangka panjangnya. Sayang banget kalau berakhir jadi foreshadow aja tanpa pay off. Apalagi endingnya cliffhanger ambigu :"
BalasHapusBattlenya lumayan to the point. Cuman yang masih bingung bola logam itu. Kirain bakal jadi plot device, tapi sampai akhir ternyata ga begitu relevan di entri ini sendiri. Foreshadow lain?
Soal teknis dan lain-lain udah OK~
Nilai: 8
OC: Litus Kamara