[ROUND 3] Rizka Ambarwati - Aku Bingung!

[Babak 3]

Oleh: Hinata Ummi

"Apakah semua persiapan sudah selesai?"

Seseorang komat-kamit merapal mantra kegelapan. Di depannya terdapat cawan berisi arang menyala yang sudah ditaburi bubuk kemenyan. Aromanya menguar ke seluruh ruangan.

"Injih, Mbah. Insya Allah, semua yang Mbah minta sudah dipersiapkan," keringat membasahi tubuhnya.

"Sekali lagi, Mbah tanya, kamu  yakin ingin melakukan ini?"

"Yakin sekali, Mbah."

" Sekali kita mulai ritual ini, maka tidak akan ada jalan kembali, kamu harus menyelesaikannya atau selamanya kamu akan jadi budak ifrit."

"Ya Mbah, saya benar-benar yakin melakukannya," dengan penuh keyakinan ia menyatakan kata per kata.

"Ingat, tugasmu hanya satu, menghancurkan pilar berwarna hijau. Ambil batu bercahaya di dalamnya, lalu sebutkan keinginanmu untuk kembali ke dunia ini. Pastikan kau menyentuh tubuh gadis itu agar ia bisa kembali bersamamu. Paham Lek?"

"Paham Mbah,"

"Baik, kita mulai ritualnya. Pejamkan matamu, Lek!"

Ia memejamkan matanya. Apapun yang kini akan terjadi, ia pasrah. Apapun asal gadis itu kembali ke tangannya.


* * *

Musik dari lagu The Greatest Showman, soundtrack dari film dengan judul yang sama, membahana di udara. Dinyanyikan oleh Soraya dengan suaranya yang serak-serak basah.

"Riz, kamu tuh ngelamun mulu. Ronde ketiga udah mau mulai, nih!" Dian dengan santai menduduki kursi kosong di hadapan Rizka. Dian meletakkan makanan yang baru saja dipesannya ke meja.

"Bukan udah mau mulai, Dian…, Ronde ketiga sudah mulai!" Ujar Rizka sambil menyesap minuman berkarbonasi yang dibawakan Dian untuknya.

"Yah, itu maksudku!" Dian sambil lalu menjawab Rizka. Membuat Rizka gemas sendiri.

"Kamu tuh sadar ga sih, kita ada di kubu yang berbeda?" tanya Rizka pada Dian sambil mengambil kentang goreng yang ada di hadapannya.

Dia tidak pernah mengerti dengan gadis dedemit jadi-jadian ini. Sudah jelas mereka berada di kubu yang berbeda. Lihatlah warna baju mereka yang berdeda. Rizka Hijau, Dian Hitam. Sangat berbeda bukan?

"Sadar, dong! Masalahnya kita bisa melakukan apa?" tanya Dian pada Rizka.

Rizka terdiam mendengar pertanyaan Dian. Pasalnya, selain pakaian mereka yang berwarna berbeda, Rizka sendiri juga tak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Satu-satunya informasi yang mereka dapatkan dari panitia adalah begini:

Lindungi bendera kalian! Bendera tim hijau adalah Rasyid. Bendera tim hitam adalah Soraya. Kalian diberikan sepuluh klona diri kalian sendiri yang punya sifat yang sama dengan kalian. Hanya seluruh tubuh mereka akan sewarna dengan warna tim kalian. Klona ini akan menyerang klona orang lain. Jika kesepuluh klona kalian mati, maka kalian akan didiskualifikasi dari permainan.

Nah loh? Mau melakukan apa?

Tapi begitupun, di sekitar mereka pertarungan semakin memanas saja. Saat ini mereka berada di salah satu puncak dinding di tengah gurun. Menonton teman-teman sesama peserta saling bantai klona. Ada yang naik onta. Ada yang naik ATV. Ada yang melayang dengan Burung Unta mencoba menyerang mereka berdua yang langsung dilempar oleh Dian menggunakan telekinesis.

"Tapi ini kloningan kita kenapa ikutan diam di tengah gurun begini? Bukannya mereka akan otomatis nyerang lawan?" tanya Dian pada Rizka.

Riska sendiri pun bingung. Secara teknis, Dian dan Rizka ada di kubu yang berbeda, maka seharusnya semua klona yang ada di sini saling serang. Antara klona hitam Dian dan klona hijau milik Rizka. Tapi tidak! Mereka malah bercengkerama seolah tak punya misi sama sekali.

"Yah, mungkin mereka juga sama bersahabat seperti…," Rizka pucat pasi. Ia tidak melanjutkan kata-katanya. Matanya menangkap hal yang aneh. Salah satu klona milik Dian berkelebat lucu. Membuatnya mengkerjap beberapa kali hanya untuk memastikan bahwa matanya salah menangkap citra di hadapannya.

"Bang… Bokir…," bisik Rizka pelan sambil menutup mulutnya.

"Riz?" tangan Dian melambai di depan wajah Rizka. Tak berhasil. Rizka masih masih tak bergerak. Membuat Dian mengikuti arah pandang Rizka.

Di sekeliling mereka, seluruh klona milik Dian menatap ke arah yang sama. Ke salah satu klona hitam milik Dian. Di sana, di satu titik itu, klona hitam itu berkelebat-kelebat.

Dian mematung melihat pemandangan itu.

Itu… bukan bentuk tubuh Dian.

"Dian, saat hidup sebagai pria… siapakah kau sebenarnya?" Rizka menatap Dian berharap. Ingin mendengar jawaban yang memenuhi harapnya dari Dian.

"Aku… Dian, pemuda belum tamat SMA yang senang mempermainkan hati dan lubang wanita. Itu… siapa?"

Kecewa. Itulah yang dirasakan Rizka atas jawaban Dian. Sekarang, harapan satu-satunya adalah mencari kepastian dari klona hitam itu. Tapi Rizka ragu.

"Siapapun itu, mari kita pastikan!"

Dian menarik Rizka yang masih memandang klona hitam yang mulai celingukan mencari sesuatu itu.

Baik Dian dan Rizka bergerak mendekati klona itu. Semakin dekat. Semakin gugup Rizka rasanya. Semakin tidak yakin. Satu sisi ia senang kalau benar itu adalah seseorang yang ia rindukan. Tetapi, jika benar itu adalah seseorang yang ia rindukan, maka keberadaannya di sini adalah deklarasi tak tertulis bahwa… orang itu telah berpindah dunia.

"Neng, ini abang, Neng! Ini abang," teriak klona hitam itu begitu menyadari Rizka dengan gaun hijau tertiup angin.

Itu suara Bang Bokirnya. Ketampanan pria itu masih saja mempesona Rizka. Dengan tubuh tinggi dan perut rata yang selalu berhasil menggoda naluri terdalam Rizka. Tulang wajahnnya yang keras lengkap dengan rambut cepak dan kumis tipis yang menggelitik bibir Rizka saat mereka berciuman.

Rizka menghentikan langkahnya. Menahan Dian,"Dian, aku yakin ada yang tidak beres."

"Tidak, Neng! Tidak, ini memang Abang. Abang mau bawa kamu pulang, Neng! Abang mau bikin kamu hidup lagi, Neng!" Klona hitam itu mendekati Rizka dan Dian.

"Don't fight it, it's coming for you, running at ya
It's only this moment,
don't care what comes after
Your fever dream, can't you see it getting closer
Just surrender 'cause you feel the feeling taking over" suara serak Soraya membahana di langit gurun. Menyenandungkan bagian menghentak senada dengan hentakan jantung Rizka saat ini.

"Riz, itu… Bang Bokir yang kamu bilang?"

Rizka mengangguk. Ia tidak yakin, dengan apa yang dikatakan oleh klona hitam berbentuk Bang Bokir itu.

"Neng, dengarkan Abang, sekali ini saja, dengarkan abang, di tengah pilar warna hijau itu, ada sebuah batu. Batu permata itu bisa mewujudkan permintaan siapapun yang memegangnya. Dengan batu itu… dengan batu itu, Neng…, Eneng bisa hidup lagi. Kita bisa nikah. Punya banyak anak. Bikin kesebelasan, Neng,"

Rizka menghempas tangannya yanng masih dipegang Dian. Menatap Dian tak percaya. Membuat Dian menatap bingung pada Rizka.

"Apa?" tanya Dian pada Rizka.

"Gak nyangka yah Dian, gak nyangka. Trikmu receh!" Nada sinis keluar dari bibir Rizka.

Ia tak percaya dengan apa ynag direncanakan Dian. Cih. Dia pikir Dian tidak picik. Dia pikir Dian tidak selicik itu. Dia pikir Dian berbeda dari sahabat sampah yang mendalangi pembunuhannya. Ternyata ia salah duga.

Dian sama sampahnya dengan Rani, calon istri Bang Bokir. Rani sahabat kecil Rizka yang mencintai Bang Bokir, yang memerintahkan lima pemuda desa sebelah mendorong batu besar menimpa Rizka. Yang berlagak pahlawan dengan menyelamatkan Bang Bokir yang saat itu ada di sebelah Rizka. Membiarkan Rizka mati. Penasaran. Gentayangan.

"Tidak neng, tidak!! Ini beneran abang, Neng! Percayalah, Neng!" dengan nada memelas si Klona Hitam menjelaskan padanya.

"Anjay Riz! Lo mikir ini rencanaku? Lo pikir ini si Klona berbentuk begini karena aku? Wei! Mikir dong, aku tuh ga pernah ketemu Bang Bokirmu itu!"

"Aku gak percaya! Kau yang minta pertarungan ini! Gak nyangka segitunya kamu pengen menang!"

"Ah, terserah kalianlah. Pokoknya abang ke sini mau bawa Eneng pulang! Dengan atau tanpa bantuan, neng!" putus si Klona Hitam dan terbang mengarah ke pilar hijau. Pilar teleportasi tim Rizka.

Rizka langsung menyerang Klona Hitam itu. Dengan teleport dia langsung berada di hadapan Klona Hitam berbentuk Bang Bokir. Langsung Rizka melayangkan satu tinju ke wajah Bang Bokir yang ditangkap dengan cekatan.

"Kau masih saja selalu seperti ini, Neng!"

Tubuh Rizka ditarik ke pelukan Kola Hitam itu. Dipeluk erat. Seolah kerinduan yang mendalam harus dicurahkan saat itu juga.

"Lepaskan aku! Kau bukan Bang Bokir!"

"Bagian mana dariku yang kau tolak, Neng!?"

Satu tembakan cahaya mengenai Klona Hitam Bang Bokir. Membuat keduanya terjatuh. Klona Hitam bang Bokir menghilang. Namun Kona Hitam milik Dian yang lain berubah menjadi Bang Bokir lagi.

Rizka ditangkap seseorang dari salah satu tim angkasa yang mengendarai Burung Unta.

"Tidak apa-apa?" tanya pengendara unta itu padanya.

"Aku tidak apa-apa." Jawab Rizka. Di Bawah, Dian sedang memukul Klona Hitam berwujud Bang Bokir.

"Aku, Tora… Hei!!!"

Rizka hanya sempat mendengar 'Tora' sebelum melakukan teleport ke pilar hijau yang diincar Bang Bokir. Dia tak peduli apakah Dian sekarang adalah lawannya atau bukan. Yang jelas, saat ini, Klona Hitam milik Dian membahayakan tujuannya mengikuti turnamen ini. Rizka akan melakukan apapun yang harus ia lakukan untuk melindungi tujuannya. Walaupun itu berarti harus melawan Dian.

Di sekeliling pilar hijau, berdiri sepuluh peserta bersama klona-klonanya. Menyerang setiap Klona yang datang. Melindungi pilar.

Sisanya menyerang dan berusaha menyentuh bendera milih tim Gurun. Soraya.

Rizka baru menyadari kalau semua peserta dipimpin oleh salah satu peserta bernama Balthor. Semuanya menuruti perintah dari Balthor kecuali satu peserta bernama Abu yang sedari tadi melempar bom ke segala arah.

"ihiihihihi, rasakan ini!!"

Rizka terjerembab ke belakang. Tidak menyadari ada bola bowling berwarna hitam yang menggelinding ke arahnya. Abu yang berada di sebelah Rizka langsung memasukkan Bom ke salah satu lobang bola itu. Bom meledak tepat setelah Rizka ditarik oleh Emir.

"WOI!! Kalau mau kasih Bom lihat-lihat teman dong!" Teriak Balthor pada Abu, "heran tuh orang dari tadi gak bisa diajak kerjasama."

Rizka mendorong tubuh atletis Balthor pelan walaupun tidak berhasil. Tidak enak berada dalam posisi berpelukan dengan orang asing begini.

"Terima kasih," ucap Rizka pelan.

"Tidak apa-apa, Nona?"

Rizka menggangguk pelan sebagai jawaban dari pertanyaan Balthor padanya. Abu sudah menaiki ATV tidak peduli dengan teriakan Balthor barusan. Melempar bom kemana-mana seenaknya. Membunuh bukan hanya klona dan peserta dari Tim Gurun, timnya sendiri. Tapi siapa saja yang ada di depannya dan menghalangi jalannya. Maju langsung ke arah panggung tempat Soraya bernyanyi.

Permainan ini mengerikan!

"Oooh, jadi ini alasannya Neng gak mau dibawa pulang?" Suara Bang Bokir membuat Rizka mendorong Balthor dengan keras. Balthor waspada pada kehadiran Klona Hitam itu.

"Kalau iya kenapa? Abang juga akan menikah dengan si Rani, kan?"

"Abang mempertaruhkan nyawa ke Tanah Arwah ini buat ngejemput eneng balik, terus gini balasan eneng ke Abang? Kek gini neng?"

"Kenapa gak dari dulu, Bang? Kenapa gak dari dua puluh tahun yang lalu?" Rizka malah adu mulut dengan Klona Hitam Bang Bokir.

"Abang baru tahu kamu dibunuh sama Rani, Neng! Kenapa Eneng gak percaya sama Abang?"

"Bukannnya Abang juga gak percaya sama Eneng? Udah berapa kali coba Rizka bilang ke Abang pas Abang jualan sate di depan kuburan soal Rani? Bukannya percaya Abang malah lari kebirit sambil pipis di celana!!"


"Masalahnya eneng hantu neng! Menurut Neng gimana abang mau percaya?! Toh selama dua puluh tahun juga abang tetap ke kuburan Cuma demi nengokin eneng!"

Satu pukulan kencang mendarat di wajah Klona Hitam Bang Bokir. Seketika Klona Hitam itu tak sadarkan diri dan menghilang menjadi asap begitu saja.

Hening. Rizka mengerjap mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

"Maafkan aku, Nona," ucap Balthor sambil mengibaskan tangannya yang memukul klona hitam tadi pada Rizka yang masih bingung.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah tangga kalian. Hanya saja dia musuh dan kau terlihat tidak nyaman dengan keberadaannya. Selain itu, keadaan di sini semakin genting. Jadi, bagaimana kalau kita…," Balthor meninju Klona hitam lain yang mendekat di sebelah kanannya, "…bekerja sama untuk memenagkan pertarungan ini," dan meninju kembali klona hitam yang muncul di sebelah kirinya.

Rizka mengangguk dan fokus untuk melindungi pilar hijau.

Beberapa kali Rizka membuat formasi dengan para Klonanya. Jumlah Klona Rizka saat ini hanya empat buah lagi.

Enam lainnya sudah menghilang saat tadi Rizka terjatuh dari angkasa. Dengan bodohnya para klona itu bukannya menggunakan teleport malah terbang rendah di arena pertempuran. Hanya empat saja yang cukup pintar mengikuti Rizka menggunakan teleport ke pilar hijau.

Dian sudah menghilang dari arena. Entah bagaimana kabar Dian, Rizka tidak tahu. Namun dugaannya, Dian sudah didiskualifikasi dari arena karena kehabisan klona hitamnya.

Rizka dan klona-nya berhasil memukul mundur klona hitam dari empat peserta. Memukuli mereka dengan serangan bertubi-tubi secara serempak. Dibantu dengan Balthor dan para Klona-nya. Juga para peserta lain. Mereka mengelilingi Pilar Hijau. Menari di sekitarnya. Saling melindungi.

"Cause everything you want is right in front of you
And you see the impossible is coming true
And the walls can't stop us (now) now, yeah
This is the greatest show (oh!)
This is the greatest show!
" Teriakan Soraya membahana lalu tiba-tiba suara menggelegar datang dari arah panggung Soraya. Ledakan besar.

Hening.

… … … …

…… …

… …


Suara genderang membabi-buta dari segala arah dengan hentakan khas lagu We Will Rock You-The Queen. Disambut dengan menyalanya lampu-lampu hijau yang bermunculan dari setiap sudut dinding tinggi.

"Apa yang terjadi?" tanya Rizka lebih kepada diri sendiri.

Dari pesawat yang dikendarai Rasyid terdengar pengumuman,"Soraya sudah ditawan oleh Abu. Tim Angkasa memenangkan pertarungan."

"Sepertinya Abu berhasil menangkap Soraya dan meledakkan panggung," ujar Balthor.

"Dengan ini, Tim Hijau bisa istirahat," begitulah pengumuman yang diberikan oleh Rasyid lalu menerbangkan pesawat meninggalkan arena pertempuran.

Rizka terduduk di tempatnya. Klona hijau miliknya sudah menghilang bersamaan dengan klona-klona lainnya. Tidak hanya dia, peserta lain juga duduk.

"Dua ronde belakangan ini, Aku gak tahu sebenarnya kita memperebutkan apa?" ujar Rizka kepada diri sendiri.

Tak ada yang menjawab pertanyaan Rizka.

Dalam diam dan hening Rizka memikirkan kata-kata Bang Bokir tadi. Ia menatap ke balik pilar hijau di belakangnya.

Permata yang mengabulkan semua permohonan? Apakah itu yang sebenarnya kami perebutkan di turnamen ini



* * *


"Lek, kau sudah sadar, Lek?"

"Mbah? Rizka, mana Rizka Mbah?" kalimat pertama yang diucapkan pria itu adalah mencari gadisnya.

"Harusnya Mbah yang bertanya begitu padamu? Mana gadis itu, mana batu itu?"

Bau kemenyan bercampur melati menguar pekat di udara.

"Aku… aku gagal Mbah! Aku gagal membawannya," tangisnya memecah ruangan temaram itu.

"Celaka! Celaka! Kau membunuh selir ifrit, Lek. Ka-kau…,"

"Tenang Mamat Suramat," sebuah suara menggelegar muncul dari cawan pembakaran kemenyan, "kuberi kalian kesempatan yang kalian butuhkan untuk menjemput gadis itu, dengan satu syarat!!"

"si-siapa itu, Mbah?"

"Aku adalah ifrit yang kaubunuh selirnya," balas suara itu.

"Ngapunten Tuan, apa yang harus kami lakukan? Apa syarat agar Tuan memaafkan kami?"

"Apapun akan aku lakukan untuk bisa menghidupkannya kembali! Agar bisa menghidupkan Rizka kembali!"

"Syaratnya gampang, aku ingin batu itu! Aku ingin permata yang mengabulkan permohonan itu. Segera setelah kau berhasil membawa gadis itu pulang berikan permata itu padaku."

"Baik Tuan! Baik! Kami akan memenuhi syarat yang Tuan minta," ujar Sang Dukun.

"Tapi ingat, jika kalian gagal, nyawa kalian berdua sebagai gantinya."

"Injih Tuan."

Suara itu menghilang bersamaan dengan matinya bara di atas cawan dan hilangnya asap yang tadi sempat menguar.

Kini, Bobi Kirantara atau kalian lebih mengenalnya dengan Bang Bokir terikat kontrak dengan Ifrit. Bersekutu melawan Tuhan demi Rizka. Demi cintanya. Demi keutuhan hatinya kembali.

Demi kehidupan berbahagia dengan gadis itu di masa depannya.

* * *

Komentar

  1. Oh ok. Jadi si Bokir sadar akan cintanya dan pengen si Riska hidup lagi.

    Tapi ngemeng-ngemeng itu Dian sama Riska bener-bener g punya motivasi buat gelut di awal. Terus ngapain ikut turnamen? Gelut apa gelut. Diam-diam bae. Jujur aja pengen liat Riska gelut serius, tapi g keturutan.

    Tulisan yang pikirku penuh aksi, ternyata penuh kebaperan dan guyonan.


    Ah well, tapi emang kurang terhibur dengan R3 dari Riska.

    6/10 dari Zenistia Nisrina

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan Rizka dijanjiinnya lomba lari bukan lomba gelut xD

      Ah terima kasih sudah membaca, mohon maaf karena entry ini tidak menghibur. R4 insyaAllah sudah mulai serius Riskanya.

      Hapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya