[Round 3] Riven - Samurai dan elf pemanah

Oleh: Vania Z.

“Siapa yang mati dan menjadikan wanita ini pemimpin?” oom Michael Sumi mengutarakan protesnya saat melihat kakak Nadeĺ yang dibantu kak Alfan mencoba membagi para petarung menjadi tiga pasukan.
“Kau dan paru-parumu saat dirimu maju perang! Percayalah, tidak ada kendaraan mekanik di putaran ini. Kau akan lebih berguna jika kau memutakhirkan para artileri tersebut!”
Kak Nadel selama dua puluh menit terakhir membagi-bagi posisi semua petarung. Beberapa yang tidak terima dengan posisi mereka melakukan tawar menawar tetapi kak Nadel sangat mampu membujuk mereka semua menuruti rencananya.
Kecuali Senior Oni, sebagai ninja ahli awalnya kak Nadel ingin menaruh Senior Oni  sebagai pasukan yang melakukan infiltrasi dan menonaktifkan pesawat luar angkasa. Tugas utama Riven dan teman-temannya semua sebagai Tim Gurun.
Tetapi dengan alasan kerapuhan kaki Senior Oni dan juga passion-nya sebagai ‘pendukung idol seluruh dimensi’ ia berjanji akan menjadi penjaga Nona Soraya terbaik yang pernah ada. Melihat pijaran api di mata senior Oni, kak Alfan membujuk kak Nadel membiarkannya menjadi pasukan pertahanan.
Kini senior Oni tengah meggoyangkan 2 buah lightstick berwarna hijau dan pink neon sembari berjoget liar di depan panggung nona Soraya, walau nona Soraya belum ada di panggung dan hanya diputarkan lagu-lagu rekamannya menggunakan speaker.
“Giliranmu Riven, kau juga Laurel kalian akan menjadi pasukan yang keluar pertama dan mengambil dominasi area tengah!”
“Heee, aku bukan yang menjadi penyusup setelah area tengah diamankan?” protes Riven, sebagai seorang ninja ia harusnya dipilih sebagai infiltrasi.
Laurell tidak protes ia memiliki pikiran yang sama dengan kak Nadel.
“Kau masih belum berpengalaman Riven, semua yang kutunjuk sebagai tim penyerang memiliki kemampuan sebagai petarung tingkat tinggi. Karena jelas aku tidak tahu berapa banyak petarung yang menjaga di pesawat dan juga rancangan biru pesawat tersebut. Variasi alat ledak dan peralatanmu justru akan sangat membantu dominasi area tengah dan melancarkan penyerangan tim penyusup.” Kak Nadel memberikan penjelasannya.
“Tapi kak,”
“Riven, dengar…” Kak Alfan memotong protes prematur Riven, “Ini perang Ven, mengurangi jumlah korban di pihak kita adalah tujuan utama. Dengan adanya kamu menjaga lapangan tengah kamu sangat membantu kakak-kakak lain yang juga bertarung di sana.” Kak Alfan membentangkan tangannya.
Riven melihat ke arah sekitar lebih dari 70 peserta dan 700 petarung mini berkumpul di alun-alun kota ini. Dan benar kata kak Alfan, semua peyarung saling mengharapkan kawannya untuk berjuang sekuat mungkin memenangkan pertarungan ini. Riven boleh saja mengecewakan dirinya, tapi ia tidak boleh menjadi alasan tim ini kalah.
“Okelah, terserah!” tentu saja Riven tidak mau menunjukkan kekalahan argumennya. Laurell, kak Nadel dan kak Alfan menanggapi jawaban Riven dengan senyuman lebar. Lalu melanjutkan ke peserta lainnya.
“Tenang aja Riven, kita jangan berpisah dan pastikan kita selalu menjaga satu sama lain.”
“Dih, homo”
Dan celetukan Riven dibalas dengan pukulan ringan Laurell ke lengan atasnya.
* * *
“Semuanya… bagi yang belum meninggalkan klonnya satu di penjara kota harap segera meninggalkannya. Karena ini adalah curangnya kita.”
Peraturan yang dijelaskan panitia memang memiliki loophole yang ditemukan Kak Nadel. Jika tiap peserta hanya membawa sembilan klon, maka peserta tidak akan kalah sampai ia K.O. oleh musuhnya langsung.
Kali ini suara rekaman lagu Soraya berhenti.
“Semuanya, semoga beruntung yah!!!” teriakan Soraya dari panggung menyemangati seluruh tim Gurun.
Dia memulai lagu pertamanya dengan “hembusan angin perak”
Bersamaan dengan itu gerbang dibuka para petarung yang termasuk ke dalam pasukan “dominasi area tengah” maju menyerbu ke arah pesawat angkasa yang tengah melayang itu.
Tugas kalian adalah membendung dan memukul mundur musuh gelombang pertama mereka. Kalau mereka berperang seperti orang barbar dan semuanya turun ke lapangan aku akan segera menurunkan pasukan infiltrasi sebagai bantuan, jika tidak aku akan berharap kalian mengamankan jalan hingga persimpangan menuju pilar teleportasi.”
Riven kembali mengulang perintah Naada dalam benaknya. Ia segera berlari ke tengah medan perang sembari berlindung di antara reruntuhan pilar atau bebatuan yang mencuat di arena perang.
Alah, takutan amat sih?”
Laurel yang berada di dekatnya tidak berlindung malah melayang dengan aeroboard-nya satu kaki dan setengah aeroboard digunakan sebagai perisai menahan serangan proyektil musuh.
“lah, kamu enak punya perisai gede!”
“Aku duluan Ven!”
“Woi, terus apa maksud jangan berpisah dan saling menjaga tadi?!”
“Emang gua homo?” ketus balik Laurell.
Riven kembali menunduk dan berbicara kepada klon mini yang mirip dengan dirinya.
“kalian berpencar, gunakan caltrop pada jalur musuh yang menyerang menggunakan unta, dan lempar granat ledak ke musuh yang klonnya berkumpul. Sebisa mungkin perdikit jumlah musuh yang menyerang. Kalau kalian melihat kembang api, itu artinya aku dan laurell butuh bantuan segera kembali ke posisiku!”
Klon-klon yang tak bisa berbicara mengangguk. Dua merogoh shuriken dari balik gi-nya. Empat klon mengambil kantung caltrop dari balik gi-nya. Tiga yang terakhir mengambil granat ledak dari balik gi. Tapi yang satu menariknya miring sehingga pin tersangkut di zirah rantai dan saat granat keluar sudah tanpa pin pengaman.
“Menyebar!”
Riven dan kedelapan klon lainnya berhamburan menghindari klon yang baru saja meledakkan dirinya sendiri.
Hadeh, kecerobohanku juga turun ke mereka yah.”
Turut berduka cita atas matinya klon pertama Riven akibat pin tersangkut dibalik gi.
Kini Riven dan klonnya menyebar dengan benar dan teratur. Riven juga melakukan hal yang diperintahkan olehnya sendiri. Menyebar caltrop, melempar granat kepada petarung tanpa kendaraan yang berkumpul bersama klonnya serta melempar shuriken jika ia melihat para penyerang udara yang lewat dekat dengannya.
Lagu nona Soraya berganti kini lebih ke arah mars tempo cepat. Diiringi teriakan perang dari pasukan infiltrasi yang merangsek membanjiri area perang.
Kak Nadel baru saja memutuskan tim dominasi area tengah sukses dengan tugas mereka.
Saatnya ketemu dengan Laurell dan mempertahankan posisi.
Mencari Laurell sangatlah mudah tinggal melihat pemuda dengan aeroboard dan perisai hitam melayang di horison.
“Setelah pasukan infiltrasi keluar, pilih titik penjagaan kamu dan pastikan jangan ada musuh yang lewat!” kembali Riven mengingat komando kak Nadel.
Melihat Riven, Laurell segera mendarat dan berlindung di balik reruntuhan.
“Berapa klonmu tersisa?” tanya Riven kepada partnernya.
“Enam, kalau kau?” Tanya Laurell sembari menjulurkan kepala ke balik pilar melihat keadaan perang.
“Aku tak tahu, aku menyebar mereka di seluruh medan perang, aku terbiasa bertarung sendiri!”
“Berisik, kau dan kalimat sok edgymu!”
Mereka berdua tertawa lepas di medan perang dibalik redaman suara proyektil dan lagu perang Soraya.
“Tapi serius Ven, kita harus pindah posisi. Kau lihat arah jam sepuluh-sebelas.”
Riven menjulurkan kepalanya melihat sepasang wanita muda menjaga tepat di depan pesawat angkasa. Ada Jazdia yang tengah menembaki para petarung yang terbang langsung menuju pesawat, dan jika petarung tersebut menghindari proyektil Jazdia maka senior Azusa menggunakan sepatu roda terbangnya menebas sang pengemudi sekaligus pengendaranya.
“Setengah pasukan Infiltrator dipilih oleh kak Nadel karena mereka bisa terbang. Kalau ada mereka kita akan kehilangan kemampuan untuk memenangkan pertarungan ini.” Laurell dan kemampuan berpikir strategisnya menjelaskan apa yang dia pikirkan kepada Riven.
“Jadi maksudmu kita harus mengurus mereka?”
“Yah, memastikan keamanan jalur pasukan Infiltrasi adalah tugas kita, pegang aeroboard-ku Riven”
Riven tidak suka dengan keputusan Laurell, tetapi tidak ada salahnya jika usaha mereka justru akan memudahkan pasukan infiltrasi terbang masuk ke pesawat angkasa.
“Kalau kita menerjang ke arah mereka begitu saja kita akan jadi bulan-bulanan panah si Jazdia.” Riven ragu dengan strategi Laurell.
“Aku akan menangkisnya dengan perisaiku.”
“Lebih baik kita berpisah, kau menyerang dari depan aku akan memutar. Setidaknya dirimu bisa bertahan!”
“Oke, serahkan pada tokoh utama untuk serangan penuh keberanian seperti itu!”
Aeroboard Laurell melayang tinggi menuju langsung ke lokasi kedua penjaga tersebut.
Riven berpisah, ia memilih berjalan antar struktur bertahan mendekati Jazdia.
Laurell menerjang ke arah dua gadis itu. Mereka pun sudah melihat Laurell dan telah mencoba menghentikannya dengan menembakkan anak panah.
Tidak satupun anak panah Jazdia menganggu lajur terjang Laurell, hingga panah yang terakhir mendarat. Alih-alih sebuah hantaman kecil malah ledakan mini yang menghantam perisai Laurell.
“Laurell full cover” sebuah komando teriakan dari Riven mengingatkannya kepada beberapa sesi mereka melawan musuh mekanik dalam ruang latihan di hotel.
Komando itu adalah tanda agar Laurell menggunakannya kedua potong aeroboard-nya sebagai perisai dan berjongkok melindungi tubuhnya dari serangan frontal, Karena Riven baru saja melemparkan…
FLASH!!!”
Bom cahaya yang jika tidak melindungi mata dan telinga akan membuat korban yang dekat dengan ledakan menjadi buta dan pengar sementara.
Jarak antara Laurell dan Riven dengan kedua gadis itu masih jauh, Tetapi Riven yang melihat Jazdia mengeluarkan tiga panah bermata peledak tentu saja takut seandainya Laurell kehilangan senjata utamanya.
Dua pemuda dari dua arah berbeda menerjang dengan kecepatan penuh kepada kedua gadis. Riven bersiap melumpuhkan Jazdia, dan Laurell bersiap melumpuhkan senior Azusa.
Terlalu lambat, kedua gadis itu sudah kembali ke equilibrium mereka dan bertindak responsif Azusa melesat dengan sepatu roda udaranya menuju Riven dan sekali lagi Jazdia menembak panah mengganggu terjangan Laurell.
Riven menggelontorkan dirinya ke tanah, jarak beberapa puluh meter di antara dirinya dengan senior Azusa menghilang dalam sekejap.
Senior Azusa baru bergerak secepat kilat dan hendak menebas leher Riven jika ia tidak merendahkan badannya.
Iya, ia melihat di cuplikan putaran kedua bagaimana cara kerja tiga dari empat pedang senior Azusa. Dua yang dipegang saat ini adalah pedang kilat dan pedang jiwa (penamaan oleh riven sendiri)
Pedang kilat akan membuat kecepatan dan kelincahan Senior Azusa melebihi manusia, pedang bintang memiliki cara kerja yang hampir sama dengan belati psikis milik Riven sendiri.
Satu lagi adalah pedang baja yang bahkan bisa memotong apapun, tapi pedang itu tengah tersampir dibalik lengan mekanik di belakang pinggangnya.
Tubuh senior Azusa bergoyang limbung, efek samping dari pedang kilat adalah keseimbangan tubuhnya yang terpengaruh secara langsung.
Senior Azusa berbalik kembali menghadapi Riven. Ia menyarungkan pedang kilat itu ke lengan mekanik. Saat ini satu pedang cukup untuk melayani sang bocah, melawan musuh yang lincah ia juga tidak ingin kedapatan limbung di tengah pertarungan.
“Samurai versus ninja, eh sangat klise sekali!”
Azusa menyerbu, Riven dengan pedang bintangnya, Riven membalas serbuan tersebut juga, mengeluarkan belati psikis miliknya.
Senyum terpampang di wajah Azusa, mereka ia yakin pedang bintang terebut akan menembus belati Riven dan menebas tubuh sang bocah membuatnya kehilangan kesadaran.
Tetapi dentingan kencang dari bertemunya dua bilah pedang mental tersebut mengagetkan dirinya. Baru kali ini ada sebuah benda yang tak bisa ditembusi oleh pedang bintang.
Melihat kesempatan dibalik kagetnya senior Azusa, Riven menyapu kaki tumpuan senior Azusa dengan kaki kiri, berputar sekali lagi dan menendang dengan kaki kanan. Membuat sang senior terpental.
Azusa tidak terjerembap jatuh, ia berguling di udara dan kembali memperbaiki kuda-kudanya.
“Pisau apa itu Riven?”
“Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya, tetapi sepertinya terbuat dari logam yang sama dengan pedang senior, bilah yang hanya melukai jiwa.”
“Menarik, biasanya aku tertarik hanya dengan pedang saja, tetapi belati itu adalah partner yang cocok dengan <Regalia>, say  riven kalau aku menang duel ini aku akan mengamankan belati itu. Kuyakin belati itu akan lebih senang bila bersama pasangannya.”
Riven tidak bisa menjawab tantangan  itu ia bahkan tidak tahu bagaimana bisa menjadi Ninja yang baik tanpa belati ini.
“Baiklah, dek Riven… senpai-mu ini akan mulai bertarung secara serius.”
Senior Azusa kembali menarik pedang kilatnya dari lengan mekaniknya kini dengan dua pedang ia kembali maju menyerang Riven.
CEPAT, sangat cepat tebasan demi tebasan mengalir begitu deras bagaikan runtuhan air hujan menargetkan tubuh Riven.
Riven yang terbiasa melayani sesama ninja seangkatannya dalam sparring mengakui kecepatan dan kelincahan senior Azusa melebihi ninja seangkatannya. Dalam keadaan seperti ini bahkan ia hanya bisa berfokus senior Azusa utama, dan membiarkan beberapa klon milik senior mendaratkan serangan ke tubuhnya. Benar kata panitia jika klon menyerang orang asli tingkat kerusakannya sangatlah minimal.
“Laurell, tolong!” Teriak Riven kepada Laurel yang tebgah bertarung sengit dengan Jazdia.
Mendengar panggilan temannya Laurell menjalankan beberapa skenario dipikirannya sembari tetap menghindari tembakan-tembakan panah dari Jazdia.
“Manuver luncur kembar Riven! Bisa?”
Riven menghindar tebasan ganda senior Azusa, dia semakin ahli membaca ritme serangan walau masih sedikit tertinggal dari kecepatan.
“Bisa!”
Laurell segera mengendarai aeroboardnya memutari Jazdia. Ia memposisikan dirinya, Jazdia dan juga area pertarungan Riven menjadi satu garis lurus.
“Posisi! Riven!”
Aba-aba itu seakan mengubah target Riven, dia berbalik memunggungi senior Azusa dan kini malah menyerbu Jazdia.
Jazdia sadar dia terpojok, jika ia menembakkan panah ke Riven, Riven yang cepat tentu saja bisa menghindar bahkan membahayakan Azusa yang tengah mengejarnya. Sedangkan menembaki Laurell sudah percuma karena jika panah biasa ia bisa menangkisnya. Jika panah ledakan bocah itu sudah terlalu dekat dengan dirinya.
Satu-satunya jawaban di benak Jazdia adalah melompat menyamping dan berharap bisa menembak Laurell dari sisi 90 derajat.
Lompatan kakinya mundur ternyata juga diikuti Riven ke arah yang sama, mereka berdua telah menebak ini!
Riven menebas Jazdia yang tengah melompat menyamping, dengan belati psikisnya. Hantaman tambahan datang dari shuriken yang mendarat di paha kiri Jazdia, dangkal namun saat ia terjatuh di tanah shuriken itu malah menancap lebih dalam ia merasakan bahkan sepertinya besi shuriken itu menggerus tulang.
Azusa yang terfokus kepada Riven tentu saja berputar di tempat dan tubuhnya menghadap Riven yang baru saja melukai Jazdia. Melupakan Laurell dengan sarung tinju perisainya tengah meluncur ke arah dirinya. Sebuah pukulan tertelak mendarat di pipi kirinya  ia terpental beberapa meter dan kedua pedang di tangannya terlempar menjauh. Terjatuh dengan punggung di bawah adalah kabar buruk bagi Azusa, itu mengartikan lengan mekaniknya lumpuh total dan ia tidak bisa mengakses cepat pedang-pedangnya.
Riven tidak berbalik, matanya menatap Jazdia, tapi suara hantaman karbon ketemu wajah meyakinkan dirinya bahwa Laurel juga berhasil dengan manuvernya.
Laurell tidak berbalik, ia terfokus kepada senior Azusa tapi sebelumnya ia melihat bahwa Riven sukses menebak arah hindaran Jazdia tentu saja serangan lanjutan akan mudah bagi seorang ninja sepertinya.
Keduanya saling mengacungkan jempol kepada partner walau keduanya saling tidak melihat, para bocah dan gaya sok pahlawan mereka.
Riven, menggenggam jejak mental Jazdia yang melayang di udara akibat tebasan belati psikisnya. Ia menyadari ada yang salah.
Mental Jazdia yang ia baca kini dalam keadaan “tidur”, tetapi yang di hadapannya adalah Jazdia yang berdiri, seakan tak mengenal sakit merogoh ke dalam pahanya dan mencabut shuriken yang tertanam. Jazdia tidak peduli bahwa tindakannya itu justru akan membuat aliran drahnya terbuka dan mengalir deras.
“Bagus ronde dua aku melawan hantu, ronde tiga aku melawan orang berkepribadian ganda!” kesimpulan Riven setelah melihat bahkan di depannya warna iris mata Jazdia berubah menjadi merah.
Aura hitam menguar dari tubuh Jazdia dan ikatan rambutnya terbuka membuat helaian rambutnya melayang pelan. Ia mengeluarkan anak panahnya menusukkan anak panah itu ke dua dari lima klon milikinya sendiri. Klon-klon itu meleleh menjadi kupu-kupu hitam yang menghisap luka di pahanya hingga hilang
“Errr, Laurell…” Riven bergerak mundur sampe punggungnya menyentuh bahu Laurell.
“Errr, Riven…” suara Laurell juga penuh dengan keraguan.
Riven melirik ke arah senior Azusa ia berdiri memegang pedang bajanya di tangan kanannya dan pedang lidah api di tangan kirinya. Dibalik tubuhnya terdapat hantu berzirah samurai berpose yang sama.
“Jadi, kedua musuh kita mengidap sindrom malaikat bersayap satu?” celetuk Laurell
Yah, 20 hari terakhir ini juga mereka berdua sudah dicekoki mati-matian sama senior Oni tentang berbagai referensi.
Seaakan nona Soraya tahu yang tengah dihadapi oleh mereka berdua lagu konsernya sekali lagi berganti menandakan adrenalin yang semakin terpacu.
“Kita tidak bisa berpisah melawan mereka seperti ini, siapa dulu yang kita keroyok?” tanya Riven kepada Laurell yang diakuinya sebagai pemikir ulung.
“Kalau kita kejar Jazdia, Azusa akan menjaganya dan malah akan jadi dua lawan dua. Sekarang kita selesaikan dulu Azusa!”
Kedua bocah itu segera menyerbu senior Azusa bergerak bersamaan.
“Laurell, jangan biarkan kedua pedang itu menyentuh aeroboard mu, yang satu bisa menghancurkannya, yang satu bisa membakarnya!”
“Riven, segera putar orientasi pertarungan, jangan biarkan punggung kita sasaran empuk Jazdia!”
Tebasan ganda menyambut terjangan kedua bocah keduanya merunduk melewati tebasan itu.
Riven melancarkan tendangan berputar, Laurell melancarkan straight kanan sembari berputar.
Kedua serangan itu mendarat di punggung hantu samurai mendorong tubuh Azusa hanya beberapa centi. Mereka bergerak mundur tidak menyangka bahwa pertahanan Azusa begitu kuat.
“Riven, bola, tangan kiri!”
Laurell melangkah maju berhadapan satu lawan satu dengan Azusa, ia menghindari berbagai tebasan dengan manuver lincah petinju dan pergerakan pinggang yang luwes.
Riven melempar bola ke arah tangan yang memegang pedang api tersebut, terikat dan tersangkut kepada lipatan sikut membuat Azusa menjatuhkan pedang  apinya karena jika tidak rambut dan pipinya akan terbakar.
Tiga jab, satu hook kiri,satu uppercut semuanya mendarat telak di tubuh Azusa.
Riven tahu serangan kombinasi ini, dan saat Laurell melancarkan uppercutnya, Riven sudah menaiki bahu Laurell dan berpegangan kepada sarung tinju aeroboard itu.
Rocket Kumo Rendan!!!” teriak kedua bocah tersebut bersamaan.
Berbekal aeroboard yang membawa Riven serta Azusa melayang, Riven dapat menyerang bebas Azusa di udara, sembari membawanya menukik turun. Delapan tendangan ke semua bagian tubuh mendarat dengan telak. Ditambah tendangan terakhir yang menghantamkan tubuhnya ke tanah.
Dapat dipastikan, Azusa seratus persen kehilangan kesadarannya.
Menarik, melihat Jazdia (merah) tidak memperdulikan nasib temannya tersebut.
“Kombinasi yang hebat, kalian sudah memiliki kerjasama yang hebat hanya dengan meluangkan waktu 20 hari bersama. Tapi mari kita lihat apakah kalian sanggup menahan siksaan kehilangan kawan terbaik kalian? Aku hanya akan membunuh satu saja di antara kalian, dan membiarkan yang lain menyesali ketidakmampuannya.”
Gila, Jazdia tahu gak sih kalau membunuh itu dilarang panitia.
Ia tidak perlu menjawabnya, ia hanya menembakkan satu anak panah ke arah Laurell, begitu cepat berbeda dengan kecepatan Jazdia yang satu lagi.
Laurell tidak bisa menghindarinya,  untung saja Riven sudah melompat ke jalur panah tersebut dan membiarkan panah itu mendarat di antara tumpukan peralatan dibalik gi ataupun zirah rantai dibaliknya.
“Tsk!” keluh Jazdia.
“Pake kombinasi apa Laurell?” Tanya Riven kepada partnernya itu.
“Kecepatan dan kelincahannya sama seperti dirimu, tapi jangkauan serangnya lebih jauh dan lebih tepat darimu.” Laurell bergerak membawa Riven dengan aeroboard-nya. Sementara Riven menjaga Laurell dari proyektil panah.
Black Antlion!”
Baiklah tapi aku gak berani sendiri!”
Riven melompat turun dari aeroboard membiarkan Laurell mengorbiti Jazdia dari jarak aman.
Riven mengeluarkan dua buah benda dari balik gi nya. Sebuah granat dan juga suar kembang api.
“Laurel, full cover!” teriak Riven sekali lagi setelah melempar granat.
Jazdia yang mengingat pengalaman sebelumnya segera menyilangkan mata dan mengharapkan ledakan cahaya, sayangnya granat yang dilempar adalah granat asap.
Ia kehilangan pandangannya tidak ada yang bisa dia lihat dalam asap tebal ini.
Mengingat koordinasi kedua musuhnya, bergerak meninggalkan kepulan asap mungkin adalah sebuah jebakan.
Tiba-tiba kaki Jazdia terasa berat, ia merasakan cengkeraman tepat di atas mata kakinya. Saat asap mulai menipis ia melihat Riven mencengkeram kedua kakinya sembari telungkup di depan diri Jazdia.
“Kau mengorbankan diri bocah?”
Jazdia segera menembakkan tiga anak panah berturut-turut, tetapi Riven tidak bergeming. Bahkan di saat akhir tubuh Riven berubah menjadi gulungan kayu pohon.
“Jurus substitusi!?”
“SALAH!” dari udara menukik turun Laurel dengan ayunan kepalan ganda bersarung aeroboard menghantam kepala Jazdia.
Keaadaran Jazdia hilang di tempat dan dirinya terjatuh.
Di punggungnya terdapat tiga klon Riven mini yang menancapkan belati psikis.
Riven sendiri mencengkeram kaki Jazdia tapi dari belakang, Jurus substitusi tadi adalah halusinasi Jazdia.
Tentu saja dengan teralihkannya kedua penjaga udara tim angkasa, pasukan infiltrasi udara tim Gurun dapat menyerang dengan aman. Tidak perlu waktu lama hingga akhirnya bendera putih berkibar di atas pesawat luar angkasa dan pesawat itu mendarat.
Nona Soraya melantunkan lagu terakhirnya mengucapkan selamat kepada petarung tim Gurun.
Di tengah-tengah padang gurun Hitamz di depan gerbang oase musafir. Laurell dan riven bersandar dibalik tebing dan di samping pundak senior Oni. melihat ke arah kota melihat pesta kemenangan meriah tim Gurun di dalam kota, tentu saja peserta tim Gurun juga diikut sertakan.
Beberapa panitia, juga terlihat lupa dengan  tugas mereka dan ikuy berpesta. Walaupun ini perang-perangan tentu saja hanpir semua peserta tidak pernah ada yang saling benci mereka hanyalah atlit yang berjuang bersama melalui ronde-ronde BoR ini.
Suara hiruk-pikuk itu tidak sanggup menutupi rasa lelah seharian Laurell dan Riven tanpa sadar, mereka berdua teridur di pundak senior Oni.
“Maaf yah anak-anak vvota yang satu ini malah sibuk chant dance daripada mensupport kalian. Beristirahatlah, sempai janji akan jadi sempai yang benar di ronde-ronde berikutnya.”
Oni marah pada dirinya sendiri, ia menyaksikan rekaman ulang betapa kerasnya usaha mereka berdua di ronde ini tapi dia malah sibuk jadi penonton konser.
<bersambung>
PS: R3 ini saya dedikasikan serta mengucapkan terima kasih kepada pemilik OC yang saya nistakan dan sudah Wo: Oni Onion, Laurell Weindser, Dian, Jazdia Crystalspark dan Motomiya Azusa. Semoga kita bisa bertarung lagi tahun depan.

Komentar

  1. yaharoo Authornya Azusa disini... huhhuh daku terharu banget... makasih... makasih banget udah ngenotis anak ku yg terlupakan //ditabok.

    -skip-

    Yahoo Azusa disini, si auth mah alay biarin ajah... Dek riven.... kamu.... nanti main kerumah yah nanti mbak azusa kasi hadiah :3

    sedikit dari mbak Azusa nih...
    kata si auth dia demen banget sama scene battlenya... katanya dia iri ga bisa bikin begituan, ala ala battle animu shounen... also pemilihan BGMnya bagus banged..

    tapi entah gimana ya, rasanya buat peralihan adegan kerasa cepet banget jd kudu baca bbrp paragraf keatas biar bisa nyambung sampek mana,,, atau itu si auth aja yg gk fokus... yhaa begitulah

    TAPI KEREN... ASKLDJFSLKASDJKFJ

    Aku sendiri mikir buat engga nyabut pedang api, soalnya bisa berserk tapi gapapa kamu eksekusinya keren...

    dan yang bikin kaget... aku ndiri ga nyangka kalo itu knight di belakang jadi armor cem susan*o nya sas*uke, TAPI ITU KEREN!!!

    kamu udah ngasih pencerahan dan serangan batin ke si auth kampret...

    kalo dari Azusa nih... 9/10 yah...

    tar ku mintain si auth buat bikin sesuatu deh :3 thanks for the hardwork and gud luck for ur next match...

    Motomiya Azusa yang telah Berpulang //woi

    BalasHapus
  2. this is cool one,
    Tanpa mengurangi rasa light hearted yang sudah ada sejak ronde sebelumnya, cerita ini rasa 'gawat'nya terasa. Sehingga pembaca ikut merasakan paniknya Riven. Apalagi ditambah musik di setiap adegan walau saya merasa msang itu agak curang, tapi cerdas.

    anyway 8 dari Charlotte Izetta

    BalasHapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya