[Round 2] Riven -Hantu dan Kartun Jepang

Oleh: Vania Z.
Hantu dan Kartun Jepang
Suara berdentingan logam bertemu dengan logam sangatlah tidak asing di tempat ini. Tempat di mana para peserta yang membawa kendaraan pribadi merawat, memperbaiki, serta memodifikasi kendaraan mereka.
Selama sepuluh hari Riven telah mengunjungi garasi ini sekitar dua atau tiga kali. Jika Riven sering menghabiskan waktunya di ruang latihan tembak, Maka Laurell akan bisa ditemui di tempat ini dan Senior Oni di ruang spa dan fitness.
Karena ternyata Senior memiliki pemyakit sejak lahir yaitu kaki yang rapuh sehinngga lift yang berhenti mendadak saja bisa membuatnya terkilir, mungkin tukang urut hariannya sudah bosan melihat beliau.
“Ah Riven, gimana akurasimu sekarang?” Laurell menyapa Riven setelah melihat kedatangannya, tetapi ia tetap kembali mengerjakan papan udaranya.
“Tidak sehebat senior Oni, tapi aku akan menyusul kemampuannya.”
“Ah, Kak Oni pasti lagi ada di tukang urut lagi yah? Dia mah mungkin pedekate sama tukang urutnya!”
Beberapa waktu diluangkan mereka berdua. Laurell menyempatkan diri untuk mengajari Riven bagaimana kerja dan perawatan mekanika dasar.
Riven telah menceritakan alasan ia mengikuti turnamen ini kepada Laurell dan Senior Oni. Laurell justru senang mendengarnya, tetapi Senior Oni menyayangkan jika anak semuda Riven membatasi potensialnya berkembang sebagai manusia.
Dan dengan belajar mekanika dasar, Riven berharap nantinya ia bisa merawat dan memperbaiki diri sendiri jika terjadi kerusakan.
“Kudengar, ada gosip yang bilang putaran kedua akan dimulai malam ini, beristirahatlah. Kau akan memerlukan tenagamu Riven.”
Tepat setelah Laurell selesai berkata kembali semua layar di  garasi itu menyala dan menayangkan sebuah cuplikan dan informasi mengenai ronde kedua.
“Kau juga harus menyimpan staminamu Laurell!”
Mendengar saran dari temannya, Laurell mengangguk dan membereskan pekerjaannya.
* * *
“Semoga beruntung Riven!” dukungan dari Laurell dan senior Oni masih terngiang di benak Riven.
Ia baru saja turun dari helikopter yang mendarat di sisi barat kota bernama Almnesse itu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tugas ia adalah membuat lampu jalanan kota menjadi berwarna pink.
Menara yang menjadi tujuan Riven terlihat jelas dari tempatnya diturunkan, tetapi dihadapannya kini adalah sebuah jalanan terbentang luas dengan ratusan, bukan, ribuan orang lalu lalang dengan berbagai kios makanan, serta baju dan alat elektronik ringan.
Ia tidak bisa mensimulasikan pergerakan dirinya.melewati jalanan seperti ini. Riuh rendah orang yang antara meneriakkan jualannya dan saling mengobrol satu sama lain membuatnya tidak bisa memfokuskan pikiran.
Tidak ada waktu lagi untuk berpikir, ini adalah balapan dan selain dia ada satu peserta lainnya yang juga memiliki tugas yang hampir sama dengannya dan kini berada di seberang kota.
Dengan cepat ia berjalan menyelip melewati kerumunan, beberapa pundak dan dan tubuh pejalan kaki ia tabrak beberapa kali karena tidak memperhitungkan gerakan mereka.
Sekali lagi ia merasa gagal sebagai seorang ninja. Di tugas pertamanya dulu ia memiliki banyak sekali waktu, perencanaan, dan informasi mengenai targetnya. Tapi lomba ini beda.
Ia diharuskan berpacu dengan waktu di area yang tidak familiar dengan dirinya.
Sekali lagi ia tertabrak dengan seorang pejalan kaki dan seperti biasa ia terus melanjutkan perjalananya. Sampai seseorang mengenggam bajunya menahan dirinya maju.
“Minta maaf kek, apa kek jangan nyelonong aja bocah!”
Riven membalikkan badannya mendapati seorang pria dengan set lengkap kumis janggut tengah terduduk dan berteriak kesakitan yang berlebihan.
“Tuh lihat apa yang kau lakukan kepada temanku…”
Riven sudah mengerti apa yang hendak dilakukan kumpulan penipu seperti mereka. Tanpa berkata apa-apa, Riven segera menebaskan belati  psikisnya dengan satu perintah “Buram!”
“Eh, kemana perginya tuh bocah?” tanya pria yang tadinya memegang Riven.
Hanya dia diantara temannya yang tidak bisa melihat bahwa Riven baru saja menggoyangkan tubuhnya agar lepas dari genggaman dan menyelip di antara kerumunan.
Walau Riven dibesarkan sebagai seorang ninja diantara pilihan kemampuan yang ditawarkan oleh grup dibalik klan ninjanya, ia hanya mengerti teori dan gerakan dasar seorang ninja. Kemapuan prakteknya dibawah rata-rata dan selama ini ia mengandalkan belati psikis bahkan sering menipu instrukturnya dengan kemampuannya itu.
Di benaknya ia selalu menganggap kelincahan dan juga fleksibilitas dari pengendalian mental sudah cukup untuk menjadi seorang prajurit bayaran, seorang ninja yang ahli dalam menyelesaikan tugasnya.
Perjuangan untuk keluar dari jalanan utama itu cukup melelahkan, Ia megutuki dirinya sendiri karena memiliki tubuh kecil hingga tidak terlihat orang  dan seringkali tertabrak.
Riven kini berada di bawah menara lokasi tujuanya, lawan kali ini bernama Dian. Ia tidak mengingat yang mana lawannya dari ratusan peserta yg terdaftar. Kalau saja ia seekor peri cahaya atau serangga atau handphone terbang atau angka tujuh ia dapat mengetahui musuhnya itu dari beberqpa kali keliling hotel. Tapi lawannya kini hanyalah sesosok manusia dan ia tidak peduli untuk mengenal siapa musuhnya.
Ia memasuki menara itu terlihat seperti pusat perbelanjaan biasa, luas, dengan delapan lantai berbalkon kaca dan ruang expo yang menjulang sampai lantai delapan.
Yang mengisi ruangan kosong itu adalah spanduk kain dan juga sepasang lift dalam mallnya.
Riven menyadari kesalahan strategi dirinya. Ia tidak bisa mengidentifikasi lawannya tetapi lawannya tentu tahu jika ada bocah berbaju ninja memasuki mall ia akan terlihat sangat mencolok.
Tetapi pandangan terlatih seorang ninja tidak bisa diremehkan karena dari semenjak masuk ia bisa melihat getakan hampir semua orang di mall ini, kecuali yang berada di dalam toko tentunya.
Dan seorang wanita terlihat jelas meningkatkan irama langkahnya menjadi lebih cepat, dilenuhi oleh rasa panik. Celakanya wanita itu sudah berada di lantai tujuh. Satu eskalator lagi ia akan meninggalkan Riven menaiki elevator staf super cepat menuju puluhan lantai di atasnya.
Riven perlu cara mengejar ketinggalannya. Ia menyisir pandangannya melihat ke seluruh mall. Ia segera menyimpulkan dua solusi mengejar.
Yang pertama adalah memasuki lorong kapsul elevator mall lalu berlompatan zig-zag di dalamnya.
Atau… yah Riven memilih solusi kedua yang dia anggap lebih cepat. Berlari dengan kecepatan penuhnya Riven memanjati sebuah mobil yang berada di lantai pameran.
Melompat setinggi mungkin, melempar bom ke balik teralis kaca tempat ia memijakkan kaki di lantai dua dan melontarkan dirinya lebih tinggi menggunakan ledakan.
Memangkap spanduk demi spanduk Riven berayun semakin tinggi tiap spanduk lalu di ayunan terakhir di lantai ia melompat masuk ke balkon lantai delapan sembari melemparkan shuriken ke arah elevator khusus staff.
Dian—lawannya di putaran ini—sudah berada di dalam elevator.
Shuriken mendarat di bahu wanita itu. Tetapi tidak melukai terlalu parah.
Membalas serangan pembuka Riven tersebut ia hanya melambaikan tangan kanannya sembari memberikan tawa mengejek kepada Riven.
Riven menyerbu ke arah Dian. Tetapi secepat apapun Riven pintu elevator tersebut sudah tertutup dan angka di atas elevator tersebut sudah bertambah.
“Sial, kurang cepat!”
Riven menendang rendah pintu lift.
Tentu saja kekuatan anak kecilnya. Tidak memberikan benturan berarti kepada pintu besi cepat.
Dengan berkali-kali Riven menekan tombol NAIK di lift tersebut sembari memutarkan pandangan ke arah kedua indakator lantai dari elevator tersebut.
Elevator terbuka, dengan sopan ia membiarkan beberapa pekerja menara keluar terlebih dahulu dari lift tersebut. Setelahnya ia masuk dan menekan tombol 86 di elevator tersebut.
Perjalanan mulus, tidak ada pegawai menara yang menghentikan perjalanannya hingga ke lantai 86.
Pintu elevator terbuka, melesatlah Riven keluar, ia terus berlari sembari mencari petunjuk di mana letak tangga darurat berada.
Pintu yang biasanya memiliki peraturan harus selalu tertutup ini terkait di posisi terbuka lebar. Wanita itu pasti telah sampai di atap.
Tidak sampai semenit tubuh ringan Riven membawanya sampai ke atap dari menara Bebal.
Sebuah pemandangan menakjubkan meliputi seluruh pandangan Riven ia tengah berdiri di atap lantai tertinggi Menara Bebal.
Atap tersebut adalah lantai terbuka di setiap sisinya, sedangkan di atas kepala Riven yang tersisa adalah kerangka besi limas segitiga yang membentuk sebuah puncak.
Riven keluar dari tangga darurat di sisi selatan dari atap tersebut, di tengah atap ia melihat Dian yang melangkah berlompatan kecil kegirangan menuju ke panel listrik di timur.
Utara: putih / Barat: emas / Timur: putih
Riven telah melihat lampu jalanan sebelah barat telah berubah menjadi emas. Sebelum ia menganggu Dian, yang bisa ia lakukan adalah mengubah warna emas di barat menjadi Pink terlebih dahulu.
Kedua warma lampu berubah bersamaan. Lampu di barat berubah dari emas ke pink berkat pencetan tombol Riven, sedangkan yang di timur berubah dari putih ke emas.
U: putih / B: pink / T: emas
Riven berbalik, menghadap ke Dian begitu juga lawannya. Mereka berdua mendapati makna khusus dari tugas ini.
Tugas ini tidak akan bisa selesai jika lawanmu masih bisa mengganti warna lampu juga.
Riven menarik belati psikisnya dari pinggang dengan tangan kanan, dan sebuah kunai dari balik Gi dengan tangan kirinya. Kunai yang dibuat Laurell meniru kunai Senior Oni, karena klan Riven tidak mengajarkan pemakaian kunai.
“Ka—kau tidak akan melukai seorang wanita tak bersenjata sepertiku kan?” Dian berkeringat dingin melihat bocah ninja di depannya sudah seperti haus darah.
“Tenang mba, Gak bakal sakit kok!”
Sebuah terjangan, Riven berlari ke arah Dian, dan yang Dian lakukan hanyalah berjongkok dan memeluk kepalanya.
“Mengapa seorang non petarung mengikuti ajang seperti ini?”
Riven menebas Dian dengan belati psikisnya.
Kena.
Dian menyadari dirinya diserang melompat dan berguling menjauh.
Percuma, di depan Riven terlihat percikan hitam. Melayang seperti darah yang hanya bisa dilihat Riven. Ia menyentuh percikan itu dan mencari jejak mental Dian.
TIDAK ADA.
Makhluk bernama Dian yang satu ini tidak memiliki pusat mental.
Ada beberapa kemungkinan mengapa ini terjadi tetapi satu yang ditakutkan Riven adalah…
“Mbak, tubuh itu bukan milikmu kan?”
“HIHIHIHIHIhihihihihi” tawa nyaring bertekanan tinggi keluar dari tubuh wanita itu, padahal bibirnya tak bergerak dan masih tersenyum.
Sekali lagi ia menganti warna lampu jalanan barat menjadi emas. Riven juga mengganti warna lampu timur menjadi pink.
U: putih / B: emas / T: pink
“Maaf aku harus menipumu dedek Ninja, aku sendiri baru tahu ternyata ini bukanlah versi lain tubuhku, tubuh ini adalah milik seorang wanita malang entah darimana.”
“Dan kalau kaupikir aku hanyalah seorang wanita lemah kau salah!!!”
Kali ini yang mulai menyerbu duluan adalah Dian, Riven refleks bertahan diri dan melemparkan kunai di tangan kirinya.
Kunai tersebut malah berhenti di tempat berputar dan melesat bersama Dian menuju ke arah Riven.
Riven berjongkok menghindari kunai tersebut menancap di wajahnya.
“Salah langkah, Bocah!”
Dian menendang sekuat tenaga ke wajah Riven. Dari tenaganya jelas Dian bukan wanita biasa.
Riven terpental, dan dia sengaja meringankan tubuh agar mental ke panel utara.
Ada rasa kental di mulut Riven, ia meludahkan darah terbentuk karena gusinya yang berdarah.
Riven berdiri dan mengganti panel lampu utara ke warna pink. Dian mengganti lampu timur dengan warna emas.
U: pink / B: emas / T: emas
“Satu lagi dan kau akan kalah bocah!”
“Iya, kalau mbak bisa gerak!”
Dan barulah Dian tersadar ia tidak bisa mengangkat lagi kedua kakinya.
Riven berjalan menuju ke panel lampu barat sedangkan Dian masih terus panik menyadari bahwa ia tidak bisa menggerakkan kaki kanan miliknya, hampir seluruh pinggang ke bawah terasa berat seperti tertanam di dalam lumpur.
“Riven, apa yang kau lakukan?”
“Dari sekian banyak jurus yang diperlihatkan oleh senior Oni melalui video pembelajaran bernama anime, ada satu jurus ninja yang menarik namanya adalah jahitan bayangan!”
Dian tahu tentang itu semasa hidupnya dia juga adalah seorang wibu akut.
“Sebuah shuriken mistis yang tertancap di bayangan korban akan membuat bayangan dan tubuh korban tidak dapat bergerak, akhirnya kebekuan total menyelimuti seluruh tubuh hingga kehilangan kesadaran”
Riven menjelaskan teknik jurusnya tersebut sembari memutar saklar putar di kontrol panel barat.
U: pink / B: pink / T: emas
Dian memaksa kepalanya berputar mencari jejak bayangan dan shuriken yang ditanam. Ia melihatnya, walau harus memaksakan melihat kebelakang memutar kepalanya lebih dari 90 derajat. Ia menemukannya sebuah shuriken yang tertanam di atas kaki kirinya.
“Sungguh posisi yang aneh untuk terpatung, mbak!”
Dan kalimat itu adalah kalimat terakhir yang didengar Dian seluruh tubuhnya terkaku dan kesadarannya pun menghilang walau matanya masih terbuka.
“Mbak Dian kiranya aku penyihir apa?” Riven tertawa melihat ekspresi kaku terakhir Dian yang kaget mengetahui jurus Riven.
Riven berjalan menuju Dian, ia memungut shuriken biasa yang tertanam di lantai dan juga sebuah dart di kaki kanan Dian.
Dart yang didapat dari putaran pertama berisikan 6 buah cairan yang berbeda. Riven menamakan racun ini sebgai Liur Yamular (cockatrice). Karena membuat tubuh lawannya membatu dan kehilangan kesadaran selama beberapa jam.
Lampu utara dan barat telah berubah menjadi pink dan kini hanya tinggal mengganti saklar dibalik Dian untuk memenangkan putaran ini.
“Bocah sialan beraninya lo nipu gua!”
Riven terpental kembali ke tengah-tengah atap.
Dari tubuh kaku Dian muncul satu lagi Dian cowok yang mengambang dan setengah transparan. Bentuk aslinya kah?
“Cukup! Perlu berapa banyak orang di lomba ini yang memanggilku dengan bocah!?”
Hantu Dian tidak menakuti Riven ia malah melemparkan shuriken sebagai bentuk perlawanan.
Dua buah shuriken terbang melintas menembus tubuh hantu Dian.
“lo gak bakal bisa nyentuh gua bocah!”
Semenjak keluar dari tubuh palsunya sikap dan juga cara bicara Dian semakin berbeda.
Sebuah ayunan hook kanan menuju ke wajah Riven, ia menangkisnya tetapi tidak mengubah fakta kalau tinju itu menembus tangan Riven dan mendarat telat di pipinya.
Riven terdorong mundur pukulan demi pukulan lanjutan semakin bertubi-tubi.
“Ora ora ora ora ora ora ora ora ora!” teriak hantu Dian seperti kesetanan.
Riven tidak memperdulikan pertahanan ia bergerak cepat menghindari puluhan, tidak ratusan pukulan melayang tersebut. Beberapa mendarat tapi tidak memberi kerusakan berarti.
Ia melompat jauh menghindari serangan tak kenal ampun hantu Dian.
“Mbak, sama seperti Senior Oni sepertinya mbak pecinta kartun jepang yah?”
“jago lu, menghindari serangan gw seperti itu.”
Riven tertawa dalam hati serangan glamor itu tidak memiliki kekuatan atau ketepatan. Hanya hook kanan yang paling pertamanya yang masih membuat pipi Riven kebas.
“Oke, mbak sebagai murid sementara Senior Oni saya akan menghabisi mbak dengan serangan dari kartun Jepang juga.”
Riven mengambil sebuah shuriken dari balik Gi-nya.  Menggunakan kelincahan jari ia membuat shuriken itu berputar di atas jari telunjuk kanannya.
“Heh trik murahan fidget spinner…” pada awal kalimat Dian berniat mengejek Riven tetapi nadanya berubah saat aura biru terang meliputi shuriken itu.
Kini Dian menyaksikan shuriken tersebut berputar melayang lepas dari jari telunjuk Riven.
Ia lebih takut lagi saat aura biru itu membesar membentuk shuriken raksasa dengan tekanan udara yang begitu dahsyat.
“Mungkin aku tidak bisa menyentuh Mbak, tapi entah bagaimana dengan energi murni cakra ini? RASEENNN….”
“Tidak, Chakra hanyalah fiksi, Naruto itu tidak nyataaa!!!”
“Menurut seorang stand. SHURIKEN!!!”
Dian kehilangan akal di hadapannya dia melihat seorang bocah mengeluarkan Ninjutsu sekelas calon Hokage keenam.
Dian terlalu panik untik menghindar ia hanya bisa berteriak sekencang mungkin menyaksikan shuriken berlapis chakra itu terbang ke tubuhnya mengaduk energi di tuhunya menjadi pusaran angin lalu…
Lalu…
Semua kembali seperti semula, shuriken hitam tak ber-chakra menembus tubuhnya dan terbang jauh jatuh keluar menara.
“Eh?”
“Sayang, mbak Dian terlalu fokus untuk mengahajarku sampai lupa kalau misi kita hanyalah bermain lampu!”
Riven yang ternyata sudah berada di depan panel listrik memutar saklar lampu kota. Mengubah warna lampu jalanan timur menjadi pink akhirnya dengan ini seluruh kota Almnesse menjadi beraura pink.
U: pink / B: pink / T: pink
“Rasen Shuriken yang tadi mbak liat adalah halusinasi dariku. Setelah keluar menjadi hantu seperti itu ternyata tubuh hantu mbak adalah pusat mental mbak sendiri, Menyentuhku sama artinya dengan membiarkan aku mengendalikan semua indera hantu mbak!”
“Bocah siaal!!!”
“Oh ya satu lagi, mbak lebih cocok jadi feminim!”
Riven menyuntikan lagi satu dari enam dart barunya ke tubuh Dian yang membeku, dart itu berisi penyembuh dari 6 racun lainnya.
Seakan disedot oleh penyedot debu tubuh hantu Dian masuk kembali begitu cepat ke tubuh wanitanya.
Alih-alih berteriak kesal, Dian yang kembali ke tubuhnya kini terpengatuh oleh fruatrasi ala wanita, ia menangis jejeritan tidak menerima kekalahannya.
* * *
“Kamu the best, Riven! Cukup membuatku pinggangku terbang ke jupiter!” Senior Oni dan kata-kata tak masuk akalnya.
Senior Oni menyambutku di ruang tunggu peserta lainnya.
“Kayaknya senior Oni bakal cocok deh sama mbak dian, sama-sama suka kartun gak masuk akal, anime!”
Riven mengambil tempat duduk di samping Senior Oni, ia menyisirkan pandangan di dalam ruang tunggu dan tidak melihat Laurell disana.
“Dimana si Laurell, senior?”
“Nih, bentar lagi giliran dia. Tuh dia baru mendarat dari helikopter.”
Oh, jadi dari tadi para peserta lainnya juga mengawasi pertarungan Riven. Kalau begitu kemungkinan pertarungan ke depan akan semakin berat semakin mereka mengenal Riven.
Ah, itu urusan nanti. Sekarang Riven akan memfokuskan perhatiannya menonton dan mendukung perjuangan sahabat sekaligus rivalnya, Laurell.
Bersambung

Komentar

  1. “Tidak, Chakra hanyalah fiksi, Naruto itu tidak nyataaa!!!”
    Saya ngakak.

    Ini bagus, tapi saya paling suka interaksi Riven dan kawan-kawannya di luar battle. Jadi penasaran gimana kalau nanti mereka berhadapan.

    8/10
    Charlotte

    BalasHapus
  2. Disini aura Kakuranger aka Ninja power renjes kerasa.
    Ternyata karena lawannya Dian. hh3.

    Seberapa jauh ini ninja magang akan beraksi?Patut ditunggu

    7/10 dri Tora Kyuin

    BalasHapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya