[Ronde 2] Irene Feles - Irene dan Gadis Berhelm Kuning

By: Alcyon Ferrel
Padma Dikkarin terjungkal menghantam dinding. Belum tegak dia berdiri, gadis berambut merah itu sudah membentangkan sayap hitamnya dan melompat menuju Padma. Tidak sigap dengan yang terjadi, bogem mentah menghiasi pipi gadis malang itu. Darah segar muncrat. Padma terhempas lagi menghantam dinding.
Tidak berhenti, dengan seringai keji dan tatapan tanpa ampun, iblis itu mengerahkan tinjunya ke perut Padma. Empat kali pukulan telak membuat Padma terdesak lagi ke dinding. Tubuhnya babak belur dengan muka lebam dan darah berhamburan dari hidung dan mulut.
"Ini terlalu mudah!" seringai si gadis. Lawannya ternyata lebih menyedihkan dari apa yang dia baca di charsheet. Gadis kompor? Dia bukan petarung, dia tidak punya kemampuan bela diri mumpuni, dia hanyalah seorang pemulung yang selalu kelaparan.
Irene Feles lebih merasakan keprihatinan ketimbang tantangan saat menghadapi gadis yang tergeletak tidak berdaya di hadapannya. Lawannya terlalu lemah bahkan untuk sekedar hidup. Irene heran kenapa ada gadis yang tidak punya bakat bertarung bisa memilih mengikuti kompetisi ini. Saat memikirkan itu, dia tiba-tiba teringat seseorang yang mirip. Wajah Nadaa Kirana muncul di pikirannya dan itu membuat emosinya memuncak.
Dia mengutuk panitia yang tidak menaruh Nadel sebagai lawannya di Ronde Dua ini. Padahal Irene berharap bisa bertemu dengan gadis itu dan bisa menyiksanya. Perasaan kesal mendorongnya mengangkat kerah wearpack Padma agar gadis malang itu berdiri. Dengan perasaan marah  membayangkan kalau saat ini Nadel tengah memperhatikan dan menertawakannya, Irene melayangkan tinju ke perut Padma berkali-kali seakan-akan lawan di depannya adalah samsak tinju.
Padma tergeletak di lantai setelah Irene puas kedongkolannya tersalurkan. Dia melanjutkan misi utama pertandingan ini, mengubah warna lampu di di tiga sudut kota ini menjadi merah muda. Ada tiga panel dengan jarak yang berjauhan. Mengembangkan sayapnya, Irene terbang menuju salah satunya.
Ada semacam layar sentuh dalam panel itu. Irene mengaksesnya dan mencari menu pengubahan warna. Tetapi belum selesai menginput, Irene merasakan ada yang menghampirinya. Padma rupanya sudah cukup pulih untuk menyerang Irene dengan kapak palunya. Irene serta merta menghindari serangan Padma. Kapak palu Agni menghantam udara kosong.
Irene langsung menyambut Padma dengan bogem mentah. Tapi Padma segera menangkis tinju Irene dengan senjatanya. Dia langsung mundur sebisanya sebelum Irene melepaskan pukulan lain.
"Ti-tidak a-akan kubiarkan kau…," ujar Padma sambil tersengal menahan sakit. Dia mengambil korek api dan menyalakan kepalanya. Sekejap, kepala botak itu segera dipenuhi oleh api yang membara.
Irene tertawa, "Kau hendak melawanku dengan kompormu?"
"Tidak!" Padma memperbesar nyala api kompornya. Jilatan api menyentuh sensor kebakaran di langit-langit ruangan, menyebabkan alarm berbunyi. Sistem keamanan Menara Bebal bekerja. Lampu yang menerangi ruangan berubah menjadi kelap-kelip merah dengan suara sirene yang mengganggu. Teralis besi muncul dari permukaan lantai dan menutup rapat semua panel kontrol di ruangan itu. Dari lubang di langit-langit keluar semburat air ke segala arah untuk memadamkan api.
"Apa yang telah kau lakukan?" geram Irene. Mereka berdua sungguh-sungguh tahu dari hasil briefing kemarin, sistem keamanan Menara Bebal sangat reaktif dan panitia menyarankan mereka untuk tidak mengaktifkannya. Kini, Padma telah menyalakan alarm tanda bahaya dan tentu itu akan mempersulit kompetisi ini.
Alih-alih membalas ucapan Irene, Padma malah memperbaiki posisi bajunya. Dia merapatkan zipper wearpack yang dipakainya, mengeratkan tali helm Pundarikk-nya, dan memasang masker.
"Lebih baik tidak ada satupun dari kita yang bisa mengatur panel lampu itu sekarang!"
"Kau banyak omong!" Irene menciptakan daya dorong dengan kedua sayapnya yang dengan cepat menghampiri Padma. Tapi kondisi ruangan yang dipenuhi semburat air dingin ke segala arah mengacaukan konsentrasi Irene. Padma melihat kelengahan itu. Dia menghindari serangan Irene dan dengan menggunakan palu Agni menghantam perut Irene dan membuatnya terjungkal ke belakang.
Padma berusaha menghindari penggunaan kapak untuk membabat Irene karena aturan panitia yang tidak boleh membunuh lawan di ronde ini. Dia menggunakan palu untuk menghajar Irene berkali-kali tanpa ampun. Masker pada Helm Pundarikk-nya benar-benar efektif digunakan di kondisi ini. Sekarang giliran Irene yang jadi babak belur dihajar habis-habisan oleh Padma seakan-akan gadis itu ingin melampiaskan apa yang sudah diperbuat Irene kepadanya tadi. Setelah merasa puas, Padma menendang Irene hingga menghantam dinding kaca.
Tubuh Irene terkulai lemas menghadap dinding kaca yang menunjukkan pemandangan malam Kota Almnesse yang dipenuhi cahaya warna-warni. Sebenarnya pemandangannya cukup indah kalau kondisi Irene tidak seperti sekarang ini. Padma yang sudah berdiri beberapa kaki di depannya sudah hendak menyerang lagi kalau saja suara sirene aneh tidak muncul dari kejauhan.
"Disini keamanan gedung! Letakkan senjata kalian!"
Tiga android berbentuk kubus melayang dengan senjata laser dan lampu sorot yang mengarah ke mereka.
Padma menggeram sial. Dia terlalu keasyikan menghajar Irene sampai lupa kalau para penjaga pasti akan datang memeriksa. Kalau sudah begini peluang untuk memenangkan pertandingan akan semakin susah dengan adanya pihak ketiga. Irene sendiri tertawa kecil melihat kondisi mereka yang terpojok.
"Bukannya sudah kukatakan agar kita tidak melibatkan sistem keamanan," sahut Irene.
"Aku enggan menyerah!" Padma menyahut sambil melemparkan Agni ke arah salah satu dari mereka. Tapi Padma bukan tipe pembidik yang ulung sehingga Agni yang dilemparkannya melalui ruang kosong.
"Target melawan! Eliminasi!" android yang terprovokasi segera menyerang kedua peserta itu. Tembakan laser menghujani mereka berdua. Irene menghindar ke samping sementara Padma ke arah sebaliknya. Dinding kaca tebal di belakang mereka langsung pecah berkeping-keping ketika tembakan laser mengenainya.
Irene yang saat ini tidak memegang senjata apapun, ditambah rasa sakit karena pukulan Padma tadi, membuatnya kehilangan konsentrasi ketika salah satu android memojokkannya. Dia hendak melompat terbang tapi salah satu serangan laser melukai sayapnya dan membuatnya menjerit kesakitan. Dia tersentak ke belakang saat tembakan-tembakan laser selanjutnya menghantam dinding kaca. Irene kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh dari ketinggian bersamaan dengan hamburan kaca.

Saat Irene terusir dari Surga, dia tidak menduga bahwa kejatuhan itu terasa begitu menyakitkan. Itu seperti sebuah penolakan, pengabaian, dan penelantaran oleh sesuatu yang mana Irene sudah memberikan seluruh jiwa raganya. Semua itu tidak hanya membuat badannya remuk tetapi juga hatinya hancur. Dia merasa dihinakan dan dilecehkan. Eksistensinya yang selama ini diakui sebagai bagian dari cahaya suci, sekarang seperti aib. Apalagi ketika kehancuran sudah menampakkan moncongnya tepat di bawah kepalanya. Jurang maut tak berdasar, yang siap meremukkan setiap sendi tulangnya, seakan menjadi wujud nyata dari apa yang sudah Pengadilan Surgawi putuskan terhadap jati dirinya yang bukan lagi makhluk suci.
Mengenang hari itu membuat tubuhnya terasa sesak. Perasaan benci dan kesedihan bergumul. Benci karena Tuhan Yang Maha Pengasih telah mengusirnya hanya karena keadilan yang dia pertanyakan. Sedih karena dia harus mengkhianati eksistensinya sendiri, kehilangan kemuliaan, terusir dari rumah yang dia sayangi, dan jatuh dalam kehancuran yang begitu hina.
Kenangan itu yang muncul di benak Irene saat dirinya terjun bebas dari lantai 88 Menara Bebal. Sensasi jatuh yang penuh keputusasaan seperti yang sedang dia alami sekarang. Beberapa kali dia mencoba menggunakan sayapnya untuk menahan beban jatuhnya. Tetapi luka dari tembakan tadi membuat sayapnya mati rasa. Dia berusaha meraih apapun untuk menahan tubuhnya. Namun posisi dinding Menara yang miring membuat tubuhnya terhempas berkali-kali dan dia kesulitan merengkuh apapun.
Inikah akhir hayatnya? Seandainya dia mati, akankah dia kembali ke Jurang Maut? Akankah Abadon masih menunggunya disana? Semua pikiran buruk ini melemahkan sisi iblisnya. Berkah Nerakanya memudar, sayap hitamnya rontok, tanduknya memudar, tubuhnya semakin rentan dan lemah.
Tetapi saat itu juga dia terhenyak. Irene merasakan ada yang menahan jatuhnya. Saat dia menoleh ke atas, salah satu sayapnya ternyata sedang direngkuh oleh Padma yang tengah menahan beban mereka dengan menancapkan Agni ke dinding Menara.
Irene terkesima. Mengapa adalah pertanyaan yang menjejali pikirannya yang tidak sempat terucap karena tenaganya sudah habis. Pandangannya memburam. Dia sayup-sayup mendengar suara kaca pecah dan tubuhnya dilempar ke lantai dingin sebelum kehilangan kesadarannya.

Irene terbangun dengan terbatuk-batuk saat tersadar dari pingsannya. Tubuhnya masih terasa sakit karena serangan tadi. Agak jauh, Padma tengah bersiaga dengan memperhatikan sekeliling. Saat dia menyadari Irene siuman, gadis itu menyuruhnya diam. Sejurus kemudian, beberapa android terbang melewati mereka. Setelah hening sesaat, Padma memberikannya sesuatu.
"Minum ini, lumayan untuk memulihkan kondisi tubuhmu."
Irene tertegun melihat perlakuan baik Padma. Sejurus kemudian dia menyadari sesuatu dan menjauhi gadis itu.
"Kenapa kau menolongku?!"
"Aku tidak!" balas Padma ketus, "Aku hanya tidak ingin kau mati agar aku tidak didiskualifikasi dari kompetisi!"
Irene meraih minuman yang ditawarkan Padma dan menenggaknya habis.
"Jangan salah paham, hanya saja aku sedikit alergi dengan kebaikan manusia," tukas Irene lebih ketus.
"Baiklah," balas Padma, "Kurasa setelah ini kita lanjut masing-masing. Dan, posisi kita sekarang ada di lantai 30."
"Terima kasih. Berkat tindakan bodohmu mengaktifkan alarm, kita sekarang dikejar-kejar benda kubus itu!" tukas Irene.
"Itu tidak akan terjadi kalau aku, yang lebih dahulu tiba di lantai 88 sebelum dirimu, menyalakan semua lampu tanpa gangguan darimu!" ujar Padma tidak mau kalah.
"Maka salahkan dirimu karena terlalu lambat! Tentu saja aku harus menghalangimu menyalakan lampu!"
Satu tembakan menghentikan adu mulut mereka. Tiga unit android telah mendeteksi keberadaan para peserta itu. Segera, Irene dan Padma berlindung  di balik dinding saat tembakan-tembakan selanjutnya menyusul.
Padma membidik salah satu android dan melemparinya dengan kapak Agni. Beruntung, bidikannya mengenai sistem pengendali android dan membuat benda itu rusak dan jatuh ke lantai. Dua android sisanya semakin ganas menyerang mereka.
"Nona? Bukannya kau punya senjata? Mengapa tidak kau gunakan untuk membantuku?" teriak Padma.
"Barangku harus dipanggil melalui portal, dan itu tidak bisa dilakukan karena sistem keamanan di Menara ini menyegel semua jenis sihir!"
"Ah! Dasar tidak berguna!"
Padma keluar dari persembunyiannya. Menggunakan peruntungan dan tubuh kecilnya, dia berlari sekencang mungkin menghindari tembakan laser. Dia mencoba mengambil kembali kapak Agni yang terlempar tadi. Zig-zag dan sesekali menunduk atau melompat menyelamatkannya dari sinar-sinar laser yang menyerang.
Dengan lincah Padma melakukan sliding menuju tempat Agni tergeletak. Saat kapak itu sudah di tangan, dia kembali berlari dengan pola acak. Android-android cukup kerepotan mengikuti gerakan Padma terutama saat gadis itu membabat sensor salah satunya. Kubus itu kehilangan arah dan menembaki temannya. Kedua android itu akhirnya oleng dan menghantam lantai.
"Luar biasa," tukas Irene kagum. Padma menghampiri salah satu android itu dan memotong senjata lasernya dengan Agni. Saat Irene menghampirinya, Padma mengarahkan senjata laser itu padanya.
"Cukup sampai disini, Nona Feles!"
"Wow," Irene terkejut ditodong seperti itu, "Kita mau melanjutkan perkelahian disini?"
"Sudah kubilang, dari sini kita lanjut masing-masing. Kalau kau butuh senjata, ambil saja dari rongsokan itu," ucap Padma.
Tak lama kemudian terdengar suara dari kejauhan. Sepertinya beberapa android sedang menuju tempat mereka berada. Padma segera mengambil ancang-ancang untuk lari sembari menodongkan senjata ke arah Irene.
"Tunggu! Kau mau pergi dan membiarkan aku bersama dengan android-android itu?" tanya Irene.
"Maafkan aku. Kompetisi tetap harus berlanjut dan kita tidak bisa menyelesaikannya bersama. Salah satunya harus menang!"
Irene tertawa kecut, hatinya sangat dongkol dipojokkan begini. Ingin dihajarnya Padma kalau saja pistol laser itu tidak mengarah padanya. Perlahan-lahan Padma mulai berlari menjauh dengan tetap mengacungkan pistol ke arahnya. Irene tidak bergeming.
Irene tetap diam meskipun bayangan Padma sudah menghilang di balik lorong. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Tak lama kemudian beberapa android menghampirinya dan memaksanya menyerah. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengangkat kedua tangannya.
"Dasar gadis brengsek!" ujarnya menggerutu.

Butuh sepuluh menit bagi Padma untuk mencapai lantai 86 dengan lift. Dua lantai di atasnya yang memiliki akses terbatas harus dia akali dengan melalui tangga darurat karena status bahaya ternyata mengunci semua akses utama. Android masih berlalu-lalang di beberapa lokasi sehingga dia harus sepandai mungkin mengendap-endap diantara panel-panel yang ada disana.
Semua panel di lantai 88 sepenuhnya tertutup oleh teralis seperti sebelumnya karena status bahaya itu. Dia harus mematikan sistem keamanan Menara untuk mematikan status bahaya sehingga teralis yang menutupi panel-panel itu bisa terbuka. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, Padma akhirnya mengambil kertas usang yang dibawanya di balik saku wearpack-nya. Ada catatan mengenai skema dan detail Menara Bebal terangkum disana.
Dari kertas itu Padma bisa menandai lokasi panel pengendali sistem keamanan. Panel itu sendiri juga tertutup teralis besi. Isi kertas mengatakan kalau Padma bisa mencabut tuas yang tertanam di salah satu sudut tersembunyi yang tertutup oleh pelat besi dan harus dibuka dengan kode khusus, untuk hard reset sistem. Hard reset akan membuat sistem keamanan mengalami reboot dan mengembalikannya ke posisi netral. Padma tertawa kecil. Dengan begini dia bisa membuka teralis yang mengunci panel lampu.
Ditungguinya para penjaga hingga akhirnya mereka berpatroli ke tempat lain. Setelah itu, dengan mengendap-endap, dia menuju panel yang dimaksud. Dicarinya pelat besi di sudut tersembunyi yang dimaksud secarik kertas tadi. Setelah menemukannya, dia memasukkan beberapa kode angka. Pelat itu terbuka. Sambil meraba-raba, Padma bisa merasakan ada tuas kecil di dalamnya.
Tapi sial bagi Padma, android-android itu kembali lebih cepat dan memergokinya. Para penjaga segera menghampirinya dengan menyorotinya dan memaksanya untuk menyerah. Padma segera menembaki mereka dengan pistol laser untuk mendistraksi mereka. Begitu mereka mundur untuk berlindung, Padma mengambil kesempatan untuk menarik tuas.
Upaya Padma membuahkan hasil. Seluruh perangkat elektronik di Menara Bebal langsung mati total begitu tuas itu ditarik. Beberapa menit kemudian, semuanya menyala dan kembali normal. Sirene yang meraung-raung sudah mati. Android-android yang menyerangnya terdiam bengong di udara. Mereka terbang menjauhi Padma seakan mengabaikan keberadaan gadis itu. Teralis besi yang menutupi panel-panel terbuka perlahan-lahan, memberikan Padma kesempatan untuk mengaksesnya.
Padma menghirup nafas panjang. Kemenangan sudah di tangan. Tinggal mengganti warna lampu sesuai peraturan lomba, dia bisa mengklaimnya. Ditujunya panel utara yang merupakan panel terdekat dari dia berdiri. Di panel itu, dia mengubah warna lampu menjadi merah muda alih-alih warna emas.
Dia lalu berjalan menuju panel barat, di sana dia juga mengubah warna lampu menjadi merah muda. Terakhir, dia berjalan menuju panel timur dan mengubah warnanya menjadi putih.
"Oke, kuharap ini sesuai dengan keinginanmu," tukas Padma sembari memastikan tindakannya sudah sesuai dengan yang diinginkan pada tulisan kertas itu.

Kertas itu meminta Padma memberi tenggat sepuluh menit sebelum mengubahnya ke warna emas sesuai kriteria lomba. Sambil menunggu, Padma berinisiatif mengunci semua akses ke lantai 88 agar Irene tidak mengganggunya seperti tadi. Dihampiri panel keamanan. Berbekal petunjuk dari kertas, dia mengakses sistem untuk mengunci semua jalur masuk dan lift.
"Dia akan terkurung di tempat dia berdiri sekarang," kekeh Padma. Dia lalu melumat kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku karena semua urusan sudah selesai.
Tetapi belum beberapa menit, Padma melihat sinyal bahaya menyala di lantai 30, tempat dia dan Irene berada tadi. Penasaran, diaksesnya lantai itu melalui panel keamanan. Dia mendapati kaca dinding di sana hancur meleleh.
Padma curiga Irene akan menuju lantai 88 dengan terbang. Bukankah sayapnya terluka? Bukankah sistem keamanan kota akan menembak benda terbang apapun yang mencurigakan? Melakukan itu sama saja dengan bunuh diri. Meskipun begitu Padma memilih melongok ke salah satu jendela tempat dia terjatuh saat menyelamatkan Irene tadi
Penasaran, Padma melongok dari salah satu jendela tempat mereka terjatuh tadi.  Dia terkejut mendapati jalur api yang perlahan terbentuk dari lantai bawah Menara menuju ke arahnya. Di ujung jalur itu Padma melihat motor yang dipenuhi kobaran api tengah menyusuri dinding Menara. Padma bahkan bisa mendengar tawa kencang Irene yang berada di atasnya.
"Ba-bagaimana bisa…?" Padma perlu mencerna kejadian ini. Maniak itu menuju lantai 88 ini menggunakan motornya dengan menyusuri dinding Menara? Bukankah ada yang namanya hukum gravitasi? Bagaimana dia tidak terjatuh?
Padma sadar dia tidak boleh terlarut dalam kejanggalan itu. Dia harus mengubah semua warna lampu menjadi emas sebelum maniak itu sampai. Ditujunya panel terdekat dari dia berdiri dan mengubah warnanya. Dia kemudian bergegas menuju panel lainnya.
Namun suara tawa melengking sudah terdengar nyaring bersamaan dengan deruman keras dari motor berapi yang menerobos masuk ke lantai 88. Monster menghancurkan dinding kaca dan menyeruak masuk menabrak panel keamanan sehingga sirene tanda bahaya tidak sempat aktif. Irene sendiri segera melompat menyongsong Padma, menendang dadanya hingga gadis itu terpental dan menghampirinya sebelum Padma sempat menyerang balik.
Gomora sudah menempel di payudara Padma saat gadis itu hendak menyerang Irene dengan Agni. Padma langsung kehilangan nyali saat Irene menyeringai lebar seakan-akan ingin meneruskan tusukannya hingga tembus ke belakang. Daingkatnya tangan tanda menyerah sambil dijatuhkannya Agni ke lantai.
"Wah, wah, wah, Nona Padma rupanya sudah mengubah semua warna lampu sesuai keinginanku…," Irene masih menyeringai. Rapier yang menempel di payudaranya cukup memprovokasi Padma agar tetap diam.
"Kecuali satu lampu," tambah Irene saat melihat lampu di panel timur menyala emas. Irene menuju ke panel itu dan mengubahnya menjadi merah muda. Kini, semua lampu di tiga panel sudah menunjuk ke warna yang sama.
Bersamaan dengan itu, sebuah portal berwarna merah muda muncul di tengah-tengah lantai 88 tanda ronde dua berakhir. Itu juga menjadi tanda bahwa pemenangnya adalah Irene. Gadis itu tertawa penuh kemenangan saat melihat para android NGSR keluar dari portal dan menyambutnya.
Dongkol dengan kekalahannya, Padma mengambil Agni dan melemparkannya ke arah Irene yang terlihat lengah. Tapi Irene yang menyadari serangan itu langsung balik membalasnya dengan memantulkan kembali Agni menggunakan Gomora ke arah Padma. Serangannya hampir mengenai gadis itu.
"Tidak ada gunanya. Kau sudah kalah!"
"Ta-tapi…, bagaimana bisa? Bukannya seharusnya kamu membutuhkan portal?" gerutu Padma.
Irene tertawa, "Ya, seandainya kau tidak melakukan reset sistem keamanan, aku mungkin tidak punya kesempatan untuk membuka portal saat sistem itu mati. Tapi kau melakukannya! Dan aku sangat tertolong berkatmu!"
Wajah Padma memucat, "Ba-bagaimana kau tahu soal itu?"
"Rasyid mengatakannya padaku. Siapapun yang tahu soal reset, dia pasti mengetahui skema Menara Bebal. Tapi di dunia ini, hanya Rasyid dan Miranda saja yang tahu. Tidak ada satupun peserta yang tahu!"
"K-Ka-Kamu menuduhku bersekongkol?"
Irene kembali tertawa sinis, "Sebenarnya Rasyid memberikan penawaran padaku. Dia berjanji akan mempertemukanku dengan si jalang Nadel di ronde nanti kalau aku bisa menunjukkan bukti kalau Hadyatha bermain curang. Ternyata benar, dari perbuatanmu mereset sistem sudah menjadi bukti kalau kau sudah bersekongkol dengan si jalang Miranda itu!"   
Padma terkejut Irene menyadari hal itu. Saat gadis itu mencoba kabur, Irene langsung mengunci lengannya. Gadis itu terhempas di lantai. Irene langsung meraba-raba tubuh Padma mencari sesuatu.
"Ap-apa yang kau lakukan?!"
"Tentu saja bukti untuk Rasyid"
"T-tunggu…"
Tangan Irene berhenti di salah satu saku Padma. Dia mengambil gumpalan kertas kumal dari baliknya. Saat mengeceknya, Irene tersenyum sinis.
"Tu-tunggu! Ja-jangan… kumohon…," Padma memelas sambil memegang lengan Irene, "A-aku bisa kena diskualifikasi…!"
Irene mengacuhkannya. Dia menghempaskan tubuh Padma untuk selanjutnya melangkah menuju portal. Padma mengejar Irene dan merengkuh kakinya sembari memohon.
"Kau bisa lakukan apapun padaku. Tapi kumohon, jangan laporkan perbuatanku pada panitia…! Kumohon!" Padma berujar dengan penuh harap Irene bersedia membatalkan tindakannya. Irene terdiam sejenak lalu menatap gadis yang bersimpuh di hadapannya.
"Apapun!?"
Padma mengangguk pasrah. Dia sadar konsekuensi menyerahkan diri kepada iblis. Tapi itu lebih baik ketimbang harus didiskualifikasi.
Irene menyeringai lebar mendengar penuturan Padma. Ditariknya tubuh gadis yang langsung meronta kesakitan itu.
"Bagaimana kalau kita membahasnya di ranjang? Lebih menyenangkan bukan?"

===

Komentar

  1. wah wah wah, char Moefikasi dari Ghost Rider ini lebih sinting dari yang dikira. Motornya edan euy, bisa melaju vertikal di dinding bangunan, wkwkwk

    Ini dari awal gebak-gebuk, lanjut tersipu malu gegara ditolong, terus ditipu, terus Irene ngasih surprise lewat skill Ghost Rider-nya~

    Pacingnya cepat ya, gak ada napas dari awal, action terus~

    Btw, canon-nya solid nih. Sampe ada intrik persekongkolan peserta dengan faksi, terus perseteruan antar faksi~

    Tapi endingnya ajib, request hidden chapter dong Gan~ :D

    Score 8/10
    Salam sagne dari Dian, doi nungguin kunjungan balik tuh~ ♫

    BalasHapus
  2. Surprise demi Surprise, pacing yang bikin ngos2an, canon yang bikin saya makin penasaran. INi saya bisa kasih 8/10

    Charlotte

    BalasHapus

Posting Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya