[Round 3] - Zenistia Nisrina - The One Who Don't Know How to Give Up

By: Mayn Urr Izqi
The One Who Don't Know How to Give Up

Malam hari kota Almnese. Hari ke-8 setelah ronde 2 berakhir. Zenistia sering menghabiskan waktunya dengan Super untuk berjalan-jalan di malam hari. Memang cukup merepotkan untuk mengurus anak yang baru menginjak masa remaja, tapi Zenistia tidak keberatan sama sekali. Dia justru merasa seperti memiliki seorang adik laki-laki.

"Hooo.... Superrrr...." Azusa tiba-tiba muncul dan langsung mendekap Super dari belakang. Menempatkan bocah kecil itu di pelukannya, sementara Super sendiri meronta untuk lepas dari pelukan. "Mau bermain dengan kakak cantik ini? Nanti kubelikan es krim yang banyak."

"Tidak, terima kasih," begitu lolos, Super langsung melompat dan menyiapkan kuda-kuda bertarungnya.

"Hoo... Apa kau yakin?" dengan senyum seperti rubah, Azusa membuka satu kancing kemejanya dan menunjukkan belahan dadanya.

Mata Super yang melihat itu terbuka lebar-lebar dengan nafas berat dan wajah yang memerah. Zenistia yang melihat hal itu malah langsung mendekat pada Azusa dan memperbaiki cara berpakaiannya.

"Jangan menggoda anak kecil! Emosinya masih labil, takutnya dia malah semakin penasaran dan melakukan hal yang tidak-tidak," dengan nada seperti seorang ibu, Zenistia menyilangkan tangannya di dada.

"I-itu benar. Jangan menggodaku lagi!!"

"Sepertinya kalian sedang bersenang-senang," suara perempuan yang terdengar dingin itu membuat Zenistia berwajah dingin. Tanpa mengangkat wajahnya, Zenistia sudah tahu kalau yang baru saja datang adalah Alfan dan Aileen.

"Aku pergi dari sini," tersirat pikiran untuk menebas leher Bentwech yang berdampingan dengan Vampir di hadapannya, tapi dia bisa didiskualifikasi karena menyerang peserta lain di luar pertandingan. Karena itu, dia memilih mundur.

"Zenistia?" Azusa bergumam.

"Oi, ini tentang ronde berikut..."

"Diam!!" tanpa dia sadari, Zenistia telah memasang wajah layaknya singa yang siap menerkam siapa pun. Dia membuat semua orang terdiam dengan ekspresi yang baru dibuatnya.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, dia berlalu meninggalkan semua orang. Azusa yang hendak mengejar pun dihentikan oleh Aileen.

"Biarkan saja! Tak ada lagi untungnya jika bekerja sama dengannya," ucap Aileen dengan entengnya.

###

Boom Boom boom!!! Suara musik yang diiringi nyanyian dan tarian para gadis cantik nan manis terdengar hingga 100m jauhnya. Deru mesin kendaraan bermotor, uap yang mengepul dari cerobong lokomotif, dan jejak ban yang tertinggal di pasir. Soraya menoleh ke belakang dengan teropong, memperhatikan tim gurun yang langsung meninggalkan tempat mereka begitu perang dimulai. Akan tetapi, hal itu tidak lama. Soraya segera berpaling kembali dan fokus pada pertunjukan yang digelarnya di tengah gurun pasir.

"Kuharap aku tidak terluka karena hal ini."

#####

Baru beberapa menit yang lalu perang kecil sebagai ronde 3 dimulai. Zenistia yang masih tidak bisa menerima kalau dia harus bekerja sama dengan para ras non manusia pun hanya bisa duduk di atas atap lokomotif. Saat dia membuka ke dua matanya, maka hal-hal yang dibencinya pun akan muncul.

Ingin memprotes keputusan panitia karena dia tidak bisa satu tim dengan rekan-rekan dari ronde 1 dan 2, yaitu Azusa dan Super. Namun, malah berakhir dengan orang asing yang tentunya akan memberinya kecanggungan karena pertama kali bertemu dan ras non manusia yang sangat dibencinya. Akan tetapi, percuma saja dia memprotes hal tersebut. Keputusan panitia sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat.

Akhirnya pasrah menjadi pilihannya. Hal yang menyebalkan lainnya adalah bahwa dia tidak bisa membunuh rekannya sendiri. Tentunya itu akan sangat merugikan timnya di perang kecil ini dan dia tidak ingin kehilangan poin sedikit pun. Karena itu, Zenistia menerima perannya di tim gurun dengan hati yang sangat berat.

Ditambah lagi dia harus bekerja sama lagi dengan Aileen si Vampir menjijikkan dan dan Alfan si Bentwech yang tidak tahan dengan panas matahari.

Pelan, Zenistia membuka ke dua matanya dan menatap ke angkasa biru. Pesawat Rasyid berada di atas sana. Menunggu dan bersiap untuk bertempur.

Saat Zenistia berpaling ke sisi kanan dan kiri bergantian, dia bisa melihat anggota tim lainnya mempersiapkan diri. Aileen tampak mengikat rambutnya dan mengoleskan sun screen ke tubuhnya. Di ruang masinis tampak begitu dingin karena Ameyuki dan Linux menurunkan suhu ruangan khusus untuk Alfan yang tidak tahan panas.

"Huuufffttt..." Zenistia menghela nafas. Semalam, saat pengundian tim selesai, setiap tim langsung mengadakan rapat.

Masing-masing individu di tim gurun tidak mengerti kemampuan rekan yang lain dan jika harus memberikan informasi tentang kekuatan pribadi, akan ada kemungkinan kalau info itu akan menjadi bumerang di ronde selanjutnya. Dengan alasan seperti itu, semua orang setuju untuk mengurangi jumlah musuh di awal pertandingan. Karena itu, tim gurun langsung menyerbu dengan 2/3 kekuatan yang dimiliki dan meninggalkan 1/3 sebagai pertahanan.

Tentunya Zenistia akan berada dalam barisan pertahanan nantinya, karena jika dia bertempur di dalam pesawat, dia ragu kalau nantinya akan tercipta lubang besar yang memperlihatkan ketinggian atau terhempas keluar. Jika itu terjadi, dia akan tamat. Namun, Zenistia harus membantu penyerangan awal.

Meski rasa muak sudah berkumpul di dada dan membuatnya sesak karena harus membantu ras non manusia, tapi dia harus menang dan menyelamatkan dunianya.

"Mereka menyerang!!!" seseorang berteriak sambil menunjuk ke angkasa. Di atas sana, anggota tim angkasa tampak bergerak lurus dengan jumlah banyak seperti tim gurun. Membuat Zenistia berpikir kalau tim angkasa juga memikirkan hal yang sama saat rapat strategi semalam.

Di angkasa tampak beberapa sosok bersayap dengan puluhan puppet clone, sedangkan di atas pasir tampak pasukan tim angkasa yang bergerak menggunakan ATV dan beberapa mobil. Dua tim pun bertemu di tengah gurun.

"Heh... Kita mulai perangnya," Aileen menyeringai dan menyiapkan Uzi. Begitu pula dengan para peserta lain yang mengeluarkan senjata masing-masing.

Zenistia sendiri langsung bangkit dan bergerak ke ujung depan lokomotif. Dia mengangkat TAR-2145 dan membidik. Bukan pada seseorang, tapi pada seluruh anggota tim angkasa.

"Burst!!" teriaknya sambil menekan pelatuk. Cahaya kebiruan selebar dua meter langsung melesat ke tim angkasa yang berada di daratan. Dia menyapu bersih seluruh puppet clone di darat, tapi kebanyakan dari peserta berhasil meloloskan diri. Ledakan pun membanjiri tim angkasa.

Zenistia dengan berat mulai mengangkat TAR-2145 dan menghabisi seluruh puppet clone di angkasa. Meski keinginannya adalah untuk menghabisi ras non manusia, tapi mereka bergerak terlalu cepat dan bisa menghindari lasernya. Ratusan puppet clone pun meledak di layaknya kembang api.

"Senjata macam apa itu?" Ebenezer bergumam ketika melihat Zenistia menurunkan Tar-2145 miliknya.

"Jester!!" teriak seorang tim angkasa pada rekannya.

"Aku tahu itu. Belati, pedang, pisau, scimitar, katana, two handed, parang, keris, sabit...," saat Jester menyebutkan banyak nama benda tajam, tim gurun bisa melihat portal-pertal kecil muncul di angkasa.

"Semuanya berlindung!!! Dia akan menembakkan banyak senjata pada kita!!" dari jendela ruang masinis, Litus berteriak. Namun, terlambat. Jester melepaskan senjata miliknya dan ratusan benda-benda tajam menghujani tim gurun.

"Wahhhh!!! Apa-apaan itu?!!" Riven berlari berputar tanpa bisa mengendalikan diri, sementara yang memiliki kemampuan super langsung memasuki salah satu gerbong kereta Alfan dan berlindung di sana.

Zenistia sendiri tidak mencari tempat berlindung dan justru menarik Riven ke arahnya dan meneriakkan, "Photon Bracelet, Burst!!!" seketika Medan energi dari photon bracelet melingkari Zenistia dan Riven. Benda-benda tajam yang menghujani mereka pun memantul begitu saja.

"Hebat," Riven bergumam.

Beberapa mobil dari tim gurun meledak ketika beberapa tombak menembus kap mesin dan membunuh orang yang berada di dalamnya. Beberapa anggota tim gurun yang mengendarai ATV pun terhenti oleh pedang, keris, dan berbagai benda tajam lainnya yang berhasil tertancap di tubuh. Para puppet clone meledak-ledak dan hancur karena tidak bisa menangkis banyaknya benda tajam yang menghujani.

Saat hujan reda. Zenistia melepaskan Riven dengan senyum ramahnya. Riven terpaku untuk sejenak, tapi segera berpaling dan mengeluarkan shuriken.

"Baiklah, giliranku untuk mengembalikan serangan tadi," Spearman keluar dari gerbong, naik ke atap, dan meneriakkan, "Laluvia Lanza," entah berapa tombak yang muncul di angkasa, tapi setiap tombak tersebut langsung melesat ke arah tim angkasa.

Mobil yang tertusuk tombak di kap mesin langsung meledak bahkan ada yang terbalik. Para anggota yang menggunakan ATV tertusuk dan mati.

Beberapa saat kemudian hujan tombak terhenti. "Blaarrrrr," suara dentuman keras terdengar dari sisi samping. Tampak robot raksasa turun dari langit dengan gagah berani. Robot tersebut langsung menendang anggota tim gurun yang lewat di dekatnya.

"Kemari kalian!!!" walau pun suaranya keras, tapi Zenistia bisa menebak siapa yang ada di mengendalikan robot itu, Piwi, si anak ayam. "Onionn!!! Akan kuhabisi kau!!!!"

"Jangan berpikir secepat itu anak ayam!!" Oni onion langsung melesat dan melayani si anak ayam.

"Kau tidak akan bisa mengatasinya sendirian," Spearman langsung mengikuti Oni dari belakang.

Alfan menaikkan satu tuas dan menambah kecepatan. Zenistia mengganti baterai Tar-2145. Aileen menarik Knuckle Blade. Kereta baja pun menerobos pasukan tim angkasa dengan kecepatan tinggi. Zenistia membidik dan menembak lawan secara bergantian, mengurangi jumlah musuh sebanyak mungkin. Riven terus melempar shuriken meski tak ada yang mengenai sasaran. Aileen menekan pelatuk Uzi dan ikut membantu Zenistia.

Setelah cukup lama berusaha menerobos, akhirnya sampai di pilar teleportasi. Para anggota tim gurun yang percaya diri dengan kemampuan mereka langsung melompat masuk. Diantaranya ada Aileen, Riven, Ebenezer, Evelyn, Morgan, dan yang lain lagi.

"Hoi bodoh!! Bawa kami kembali ke markas!!!" dengan kasar Zenistia memerintah Alfan.

"Huh? Kenapa sikapmu berubah padaku?" tak ada jawaban dari Zenistia.

"Beberapa gadis memang seperti itu. Mungkin ada baiknya jika ka..."

"Diam kau dewa gadungan!!!" Ameyuki yang mendengar itu keluar dari mulut Zenistia pun langsung tersenyum kecut.

"Apa maksudku dengan dewa gadungan huh??!!! kemari kau gadis kurang ajar!!!!"

"Ahh, sudahlah nanti saja bertengkarnya," Litus mencoba menghentikan Ameyuki yang hendak keluar dan menghabisi Zenistia.

"Huuffftttt..." Alfan menghela nafas sambil memutar arah kereta miliknya. "Apa kita bisa memenangkan perang ini?"

#####

Ke dua tim sudah kehilangan seluruh puppet clone. Zenistia dan Jester adalah yang paling banyak menghancurkan puppet clone tersebut. Stamina para peserta pun juga mulai berkurang drastis.

Dari kejauhan Zenistia bisa melihat pertempuran sedang terjadi di dekat anti air artilery. Beberapa ledakan bisa terdengar dan Alfan segera menambah kecepatan.

Alfan menghentikan keretanya di dekat anti air artilery. Semua penumpang segera turun dari kereta dan membantu rekan terdekat.

Zenistia sendiri langsung melompat turun, membidik pada Francisca remington. Si iblis bertanduk satu dengan rambut putih, kemudian menekan pelatuk Tar-2145. Mungkin karena insting yang kuat, iblis itu berhasil menghindar, dan memberikan tatapan yang tidak enak dilihat pada Zenistia.

"Dasar manusia rendahan," dia melesat dengan kepalan di tangan dan melepaskan kepalan tangan itu tepat pada perut Zenistia.

"Blar!!!!" debu mengepul dan sang iblis langsung mengambil jarak. Zenistia sendiri mulai menegakkan tubuhnya dan mematikan medan energi dari photon bracelet. Dari balik kepulan debu itu, Zenistia tampak menarik Light Saber dan Dream Liner dari sarungnya. Cahaya kebiruan menyala dan menyingkap debu, memperlihatkan sosok gadis 19th yang siap memburu iblis.

"Tidak kusangka akan melawanmu di sini," dari balik iblis itu, Azusa muncul.

"Akan kubalas kekalahanku di ronde 2," Super menyusul.

"Jangan pikir dia sendirian," dari langit turun Laurel yang mengendarai hoverboard. Saat ke dua kaki menyentuh pasir, Hoverboard berubah menjadi gauntlet yang menutupi ke dua tangan. "Akan kubantu kau."

"Terima kasih, Laurel."

Tanpa ada yang menghitung. Semua orang melompat di saat yang bersamaan. Light Saber menebas, Regalia memotong, pukulan demi pukulan pun dilepaskan.

#####

Di salah satu ruangan di dalam pesawat Rasyid. Empat orang tengah bergerombol menjadi satu dan menatap pada satu layar komputer. 

"Cepatlah!" Aileen memberi perintah pada Evelyn yang tengah meretas sistem pesawat.

"Beri aku waktu! Ah, berhasil. Aku akan mencari peta pesawat ini dan mencari tahu keberadaan Rasyid," Evelyn mempercepat gerakan tangan yang mengetik berbagai code di komputer.

"Jika aku mengerti bahasa pemrograman, mungkin aku bisa melakukannya lebih cepat darimu Kak Evelyn," Riven mengejek.

"Oh, diamlah!"

"Apa pun yang kau lakukan, sebaiknya cepat!" Ebenezer menyarankan.

"Huh?" saat Evelyn berpaling dia bisa melihat sosok pria berambut merah dan bayangan hitam yang tersenyum mengerikan. Balthor dan Unamed.

"Sebaiknya kalian menyerah dan aku akan memberikan hal menyenangkan pada kalian para gadis," Balthor menyarankan.

"Maaf, tapi aku tidak mengenal kata itu dalam kamusku," Aileen menyeringai sambil mengangkat Knuckle Blade. Diikuti dengan Riven dan Ebenezer yang mengangkat senjata masing-masing.

"Aku juga tidak mau bermain denganmu," lanjut Evelyn.

"Bermain? Bukankah kita sedang bertempur?" Riven kebingungan.

"Belum saatnya kau mengetahui hal itu," Ebenezer menjawab.

"Baiklah, Rasyid ada di ruang kendali utama. Keluar dari ruangan ini, belok ke kanan,  kemudian kemudian ke kiri, ambil jalan lurus, dan belok ke kanan setelah perempatan ke dua," Evelyn berdiri dan berbalik memberikan info pada rekannya.

"Kita akan pergi setelah mengalahkan mereka," Riven melempar shuriken, tapi meleset sangat jauh. "Oh, sial."

"Ebenezer dan Riven saja yang pergi. Aku dan Aileen yang akan menahan mereka," Evelyn membuka satu kancing kemeja hitamnnya dan menunjukkan belahan dadanya. "Aku ingin menghabisi keparat mesum ini."

"Aku juga ingin melakukan itu," Aileen membuang coat hitam miliknya dan menunjukkan lekukan tubuhnya yang membuat Balthor menyeringai, sementara Riven melongo tanpa suara dan mata yang terbuka lebur-lebar.

"Riven!!"

"Ah, baik," Riven segera melempar sesuatu pada Balthor, tapi tentu saja tidak kena. Sayangnya benda yang dilempar Riven bukan senjata, tapi bom asap. Ruangan kecil itu pun langsung tertutup asap tebal.

"Ayo!" Ebenezer dan Riven langsung melesat melewati Balthor dan Unamed.

Saat Balthor dan Unamed hendak berbalik, Evelyn sudah mendekap tubuh Balthor dari belakang, sementara Aileen berhasil berhasil menumbangkan Unamed dengan menyelipkan bom pinjaman dari Riven di antara ke dua kaki Unamed. Unamed pingsan dan Aileen mendekat pada Balthor yang tidak bisa bergerak.

"Ayo bersenang-senang dengan kami para iblis dari surga," bisik Evelyn. 

Dalam kepulan asap itu, cahaya kebiruan menyala dengan diikuti teriakan seorang pria.

#####

"Dor-Dor-Dor-Dor!!!!" anti air artilery terus menembak jatuh peserta dan puppet clone di angkasa yang berusaha mendekat. Beruntung belum ada satu pun orang berhasil melewati pertahanan tim gurun, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Blam!!!! Debu mengepul akibat hantaman keras dari pukulan Laurel yang bertemu dengan kepalan tangan Francisca. Saat ke duanya mundur dan mengambil jarak, Francisca langsung mematerialisasi banyak pedang dan melesatkan semua itu pada Laurel. Laurel menghindar dengan lincah dan berhasil mendekat. Pukulan bertubi-tubi pun dilepaskan, tapi tak mungkin Francisca tetap diam. Francisca pun ikut membalas dengan memberikan pukulan bertubi-tubi.

Tanpa kenal menyerah, ke duanya terus melepaskan pukulan. Di sisi lain, Zenistia tengah menghadapi Azusa dan Super.

Bisa terlihat Super dengan lincah bergerak ke sana dan kemari. Melompat mengelilingi Zenistia dan melancarkan sebuah hantaman keras yang ditujukan pada dada Zenistia. Namun, refleksi bisa mengatasi hal tersebut. Zenistia berhasil mengaktifkan perisai photon dari photon bracelet dan menahan serangan itu.

Saat Zenistia hendak menngayunkan Light Saber, Super sudah mengangkat satu kakinya dan mengayunkannya secara horizontal tepat pada kepala Zenistia. Belum sempat kaki itu mengenai-nya, Zenistia sudah melompat ke belakang.

"Kena kau!!" teriak Azusa yang sudah menunggu.

Tebasan vertikal dari Regalia pun menyayat udara karena Zenistia berhasil menghentikan langkahnya sebelum dia masuk ke jangkauan pedang. Namun, Azusa tidak berhenti. Dia malah melangkah maju dan menebas secara membabi buta. Zenistia yang mengetahui kekuatan Regalia pun tidak mungkin bisa menahan serangan itu, membuatnya hanya memiliki pilihan untuk menghindari setiap tebasan Regalia saja.

"Jangan lupakan aku!" suara Super terdengar melesat dari belakang. Tanpa pikir panjang Zenistia melompat ke samping dengan cepat.

Super yang tidak menyangka hal itu akan terjadi pun tidak bisa menghentikan langkahnya. Membuatnya harus menabrak Azusa dengan kecepatan tinggi hingga ke duanya menghantam salah satu anti air artilery. Debu pun mengepul dan menutupi ke duanya.

Menyadari dia memiliki kesempatan untuk mengambil nafas, Zenistia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan melalui mulut. Itu terus diulanginya hingga jantung yang berdegub tak karuan itu mulai berdegub dengan normal.

Tidak lama kemudian, dua bayangan hitam melesat keluar dari kepalan debu. Sebuah sayatan tajam dari dua pedang yaitu Regalia dan Wiseman terlihat meluncur bergantian dengan diikuti kepalan tangan dari Super.

Zenistia melompat ke samping menghindari setiap tekanan Azusa, mengaktifkan photon bracelet, dan menahan serangan Super. Saat gerakan Super terhenti, Zenistia segera mengayunkan Light Saber secara horizontal ke kiri. Namun, Super bisa menghindarinya dengan melompat ke belakang.

Dengan cepat, Zenistia membidik dengan Dream Liner dan menekan pelatuknya berulang kali. Namun, sekali lagi Super berhasil menghindari semua itu.

Tak lupa dengan musuh di belakang. Zenistia berbalik dan terlihat Azusa yang sudah melompat dengan Wiseman yang siap diayunkan. Tak ada kata menghindar, Zenistia malah ikut melompat dan menghantamkan perisai biru miliknya.

Azusa pun terhempas dan berguling di pasir sebelum akhirnya Super menangkapnya. Ke duanya mulai bangkit dan menatap Zenistia layaknya tembok setinggi ratusan meter. Tidak, mungkin lebih tepat jika disebut pedang bermata dua yang lebar, sehingga bisa digunakan untuk menyerang maupun bertahan.

"Tidak akan kubiarkan siapa pun lewat."

Laurel yang baru saja menahan pukulan Francisca terpukul mundur hingga dia berdiri di samping Zenistia.

"Iblis itu kuat," gumamnya.

"Mau bertukar lawan?" tanya Zenistia.

"Tentu, aku sudah mulai kelelahan bertarung dengan iblis," dengan begitu, ke duanya berbalik arah. Zenistia akan melawan Francisca dan Laurel akan melawan Super sekaligus Azusa.

Dalam hitungan yang sama semua orang melompat dan saling menghantam.

#####

Di lorong sempit itu terdengar langkah kaki yang tidak karuan. Suaranya menggema ke ujung lorong. Keringat bercucuran dan nafas terengah-engah.

"Riven, pergilah dulu! Aku akan menahannya itu," Ebenezer menghentikan langkahnya dan mengeluarkan sebuah kunci inggris dari lengan jaketnya.

"Huh? Apa maksudmu? Kau bahkan tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan diri," Riven pun ikut terhenti.

"Apa kau lupa kenapa Zenistia menyuruhmu ikut dalam tim penyerang meski tahu kalau kau ceroboh?" mendengar kalimat itu membuat Riven ingat saat penyusunan rencana. Riven dipaksa ikut dalam tim penyerang karena alasan tertentu. Awalnya Riven menolak, tapi setelah Zenistia memberitahu alasannya, semua orang setuju dan memaksa Riven untuk mengikuti rencana tersebut.

"Aaahh... Baiklah!!! Tapi jangan mati sebelum aku berhasil!" Riven berbalik dan menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan Ebenezer yang sebenarnya telah kelelahan.

"Aku tidak akan mati semudah itu," gumamnya sambil mengeluarkan dua pil dari sakunya dan langsung meninggalnya tanpa pikir panjang. "Kau juga, pastikan berhasil membawa kemenangan."

"Aku tahu," meski berat rasanya untuk meninggalkan rekan, tapi Riven melangkah maju. Meninggalkan Ebenezer.

Sebuah anak panah melesat, tapi mata dan refleks Ebenezer cukup untuk menghentikan serangan itu dengan mudah. Dari balik bayangan, muncul seorang gadis dengan sebuah crossbow bos. Dia tersenyum ramah pada Ebenezer. Jazdia Crystalpark.

"Heh... Kau pikir bisa melewatiku?" dalam hitungan detik, Ebenezer melesat dan sudah berada di hadapan Jaz. Kunci inggris diayunkan horizontal ke kanan.

#####

Tak ada lagi yang dipikirkannya. Riven hanya terus melangkah maju tanpa mengenal rasa lelah. Teman-temannya sudah memberikan banyak kesempatan untuk dirinya dan dia tidak ingin mengecewakan semua itu.

Meski terasa berat untuk meninggalkan semuanya, tapi inilah tugasnya. Tugas paling penting untuk bisa memenangkan ronde ke tiga.

Beberapa saat kemudian, Riven menghentikan langkahnya. Di depannya berdiri sebuah pintu besi yang tertutup rapat. Jantungnya serasa terus dipacu layaknya jantung kuda pacuan, nafasnya terengah-engah, dan dia kelelahan. Dengan semua itu, dia sangat yakin kalau dia tidak memiliki kesempatan untuk memenangkan pertandingan jika dia harus bertempur melawan siapa pun itu.

Ragu. Namun, dia tidak boleh menyerah. Semuanya demi rekan-rekannya yang telah memberi peluang untuknya.

Riven mulai melangkah maju dan pintu terbuka dengan sendirinya. Sebuah lorong panjang terbentang di hadapannya dan seseorang berdiri di sana. Dengan rambut berwarna biru cerah dan mata yang biru yang seolah menyala dalam bayangan. Worca.

"Hei hei hei, kau tampak kelelahan bocah. Apa kau butuh istirahat? Aku akan menunggumu sampai kau bisa bertarung dengan kekuatan penuh," Worca tersenyum ramah, tapi Riven tahu kalau dia tidak bisa berlama-lama di satu tempat.

"Tidak terima kasih. Aku harus, segera menyelesaikan ini."

"Kalau begitu maaf, kau harus berhenti di sini!!" saat Worca menerapkan hal itu, jutaan kepingan cahaya berbentuk segi lima dengan jumlah luar biasa langsung menutupi dinding lorong. Dia langsung mencabut Stick dari sarungnya dan menembakkannya secara membagi buta ke dinding lorong. Peluru-peluru kebiruan tidak menghancurkan tembok tersebut, tapi malah memantul ke sana kemari tidak karuan dengan kecepatan luar biasa. Mendekat ke arah Riven yang kebingungan harus menghindar seperti apa.

"Siall!!" menggerutu sambil mengeluarkan bom asapnya. Riven berlari, menerjang peluru kebiruan, dan melompat ke depan. Dia tidak bisa menyangkal kalau dia harus menerima banyak luka di sekuujur tubuhnya, tapi dia tidak akan memiliki kesempatan lagi nantinya.

Riven berputar di udara dan langsung melempar bom asap ke arah Worca. Tak sempat menghindar membuat Worca hanya bisa menutupi wajah dan hidungnya dengan cepat. Asap mengepul memenuhi lorong, menutupi pandangan, dan membuatnya kebingungan untuk beberapa detik.

"Seingatku, aku sudah memenjarakanmu," suara serak yang tak asing itu terdengar dari ujung lorong. Dia terdiam tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Tak mungkin pemilik suara tersebut ada di sini, mengikuti pertandingan antar dimensi. Itu tidak mungkin.

"Siapa kau?!!" teriakanya tidak dijawab sama sekali. Namun, saat asap mulai menipis, dia bisa melihat siluet hitam yang berdiri di ujung lorong. Worca pun terdiam seribu kata. Namun, matanya segera berubah menjadi tajam. "Jip opu."

Siluet hitam itu menyeringai ketika mendengar namanya keluar dari mulut Worca.

#####

Riven, terengah-engah sambil menatap Worca yang tertidur di lorong. Beruntung dia bisa mengeluarkan jurus pamungkasnya.

"Jika senior Oni ada di sini, mungkin dia bisa mengalahkan musuh lebih cepat daripada aku, tapi sayang dia sedang melawan robot itu diluar," Riven bergumam sambil berbalik.

Saat hendak melangkah meninggalkan tempatnya, sebuah percikan api dan suara ledakan kecil terdengar di ujung sana. Riven segera melakukan salto belakang dan menghindari peluru kecil yang melesat ke arahnya.

Tap-tap-tap. Suara langkah kaki yang pelan itu mendekat dengan lembut, tapi tidak selembut pemilik langkah kaki tersebut.

Saat tubuhnya terpampang sinar lampu. Riven bisa melihat seorang pria berdiri di sana. Berdiri dengan tegak dan badan kekar. Membawa senjata api tipe senapan serbu di tangan, tanpa senyuman, dan berseragam layaknya militer. Abu.

Tak mengucapkan apa pun. Abu hanya mengangkat senjatanya dan membidik Riven.

"Kuharap informasi yang diberikan Kak Evelyn tidak salah," Riven memaksa bibirnya tersenyum sambil menatap Abu di kejauhan.

Jari telunjuk Abu mulai bergerak ke pelatuk senjatanya dan bersiap menekannya untuk membunuh Riven.

"Kudengar kau ingin bertemu Tuhan. Di beberapa kepercayaan, bukankah Tuhan disebut dengan Dewa?" Abu menghentikan jari telunjuknya, sementara Riven menyeringai.

#####

Suara musik di kejauhan tak lagi terdengar. Bangkai puppet close berserakan di segala tempat bahkan bangkai beberapa makhluk juga berserakan di berbagai tempat. Pasir kecoklatan berubah menjadi kemerahan. Jejak kaki, roda, dan darah tampak menghasilkan gurun darah. Suara ledakan kecil, teriakan, dan dentingan logam terdengar layaknya musik. Namun, tidak bagi Zenistia dan Laurel.

Ke duanya melawan tiga orang dari tim angkasa. Baik tim angkasa maupun tim gurun sudah kelelahan. Stamina sudah terkuras, tapi masih ada yang terus bertarung. Seperti Irina Feles yang melawan iblis Mephisto yang harusnya membantunya, tapi malah memasuki Kanan sejak awal dan menjadi musuh.

Di sisi lain, Spearman dan Oni juga masih melawan Piwi dan Jester. Di semua kekacauan itu, Zenistia dan Laurel mengistirahatkan diri mereka. Azusa, Super, dan Francisca pun juga melakukan hal yang sama.

Light Saber mulai berkedip-kedip kehabisan daya, Dream Liner masih bisa digunakan untuk sepuluh menit, Tar-2145 sudah tidak bisa digunakan, dan Photon Bracelet masih bisa digunakan untuk lima menit ke depan. Setelah itu semuanya akan habis dan menyisakan kekuatannya yang belum terpakai sama sekali karena baik Super maupun Francisca terlalu cepat.

Saat suara ATV terdengar dari kejauhan, semua orang mengalihkan perhatian mereka. Jauh di sana Abu mengendarai ATV dengan sebuah Rocket Laucher di pundaknya. Dia menekan pelatuknya dan roket pun meluncur.

Zenistia, Laurel, Francisca, Azusa, dan Super melompat menghindari roket tersebut. Namun,  Roket itu masih menghancurkan salah satu anti air artilery tim gurun.

"Sepertinya keparat itu tidak bisa membedakan lawan dan kawan," Azusa bergumam.

"Kenapa dia menembak kita? Bukankah kita rekannya?" Super panik tidak terkendali.

Laurel dan Zenistia saling menatap satu sama lain untuk sementara, tapi segera mereka bangkit dan menyiapkan diri kembali.

"Siapa yang bernama Ameyuki?" Abu bertanya. Namun, sebelum mendapatkan jawabannya. Sebuah anak panah tertancap di bahunya.

Di atap kereta lokomotif, Litus dan Ameyuki berdiri dengan bangkai puppet close yang berserakan. Rambut mereka melambai-lambai tak karuan, tapi Abu menyeringai. Dia mencabut anak panah dari bahunya dan mengeluarkan sebuah remote kecil dari sakunya. Tanpa memperhatikan lukanya, dia menekan satu tombol di remote. Semua puppet clone yang sudah hancur langsung meledak.

Gurun pun tenggelam dalam ledakan yang telah disediakan Abu beberapa hari lalu. Namun, Ameyuki berhasil melindungi beberapa rekannya dengan membuat perisai es di sekitar beberapa orang. Zenistia, berhasil melindungi dirinya dan Laurel menggunakan Photon Bracelet yang di-burst, tapi kini dia tidak bisa menggunakannya lagi.

Francisca berhasil melarikan diri membawa Azusa, sementara Super ternyata bisa bertahan dari semua ledakan itu. Pesawat tim gurun pun juga harus menerima imbas dari perbuatan Abu. Puppet Clone yang tersisa di dalam pesawat ikut meledak dan menghancurkan salah satu sayap.

Abu yang tidak merasakan apa pun hanya menatap Ameyuki yang tersenyum sombong padanya. Tanpa pikir panjang, Abu memacu ATV dan mencoba mendekat pada Ameyuki. Litus pun melepaskan anak panasnya berulang kali. Namun, tak ada yang mengenai Abu yang bisa membaca arah lintasan anak panahnya.

Pesawat Rasyid oleng. Turun dengan pelan sebelum akhirnya jatuh dan meledak. Semua orang terdiam kecuali Abu yang terus memburu Ameyuki.

"Pemenangnya adalah Tim gurun," suara Rasyid terdengar. Semua orang kembali terdiam, berpaling menatap ke arah anti air artilery. Soraya berdiri di samping Riven yang memerangi Abu dengan erat.

"Kita menang!!!" Riven berteriak dengan semangat. Anggota Tim gurun tersenyum puas, sementara tim angkasa terdiam, tetapi beberapa malah mengamuk.

"Hentikan perburuanmu! Manusia hina," Ameyuki bergumam sambil mengangkat satu tangannya. Salju yang turun entah dari mana langsung menimbun Abu dan membuatnya membeku.

Zenistia yang menyadari kemenangannya pun tersenyum puas. Namun, rasa lelah membuat pikirannya kabur. Kakinya yang tak bisa menopang tubuhnya pun terhuyung sebelum dia terjatuh ke pelukan Laurel.

Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya