[Ronde 3] Gubbins Lollygag - III

By: Aesop Leuva
30.
Semula, idyllicist hanyalah konsep-konsep abstraksi. Keingintahuan, pembelajaran, kebahagiaan, penderitaan, dan lainnya.
Great-Unknown mati agar kami bisa hidup. Lalu Dia bangkit sebagai penjaga. Penyeimbang. Hukum untuk bangsaku dan kelangsungan dunia luar.
Contoh, mengasingkan diri. Karena, sedihnya, bakat-bakat kami merupakan ancaman. Great-Unknown mengemban seluruh ingatan saat kami menggunakan bakat-bakat itu. Menimbang kebijaksanaannya.
Karena kami bisa saling mengirim dan merasakan hangat-kehidupan, dingin-kematian. Great-Unknown, bagiku, adalah matahari!


31.
Gubbins Lollygag duduk di kursi Taman Memorial dekat hotel. Menaburkan banyak remah roti. Merpati-merpati berkerumun. Sebagian beterbangan dikejar kucing hitam. Siang berangin. Bulu-bulu sayap berembus ke samping wanita berkemeja putih, bergeming, sedih memerhatikan monumental perang. Laki-laki bertudung mengawasinya dari balik air mancur.
Beberapa jam kemudian, sore kemerahan. Semua bayangan memanjang. Gubbins masih di kursi. Bertangan kosong. Merpati kuning bertahan-bertengger pada puncak Floccinaucinihilipilification. Kucing hitam mendengkur-merapat dengan Flibbertigibbet.
Hening dan dingin, datang malam. Lampu-lampu mengerjap, lalu bintang. Gubbins tetap di kursi. Menekan sudut mata yang basah. Berusaha memikirkan hal-hal lucu. Ia malah semakin harus mengusap wajah. Sesak, menangis tanpa suara. Merpati kuning memberaki lututnya, mengepak pulang. Kucing hitam mengeong parau.
Gubbins menangis sampai tertidur menjelang fajar. Flibbertigibbet setia, melingkari kursi agar tetap hangat. Kucing hitam duduk di antaranya.


32.
Cahaya pertama matahari pagi menembus rimbun Floccinaucinihilipilification. Gubbins terbangun letih. Tapi hatinya dipenuhi kehangatan menyenangkan.
Seorang idyllicist mungil, berkilauan, tersenyum di hadapannya.
"Sie?" kata Gubbins.
"Lollygag." Siobhan mengangkat tangan lesu Gubbins untuk tos. "Akhirnya."
Gubbins, seperti kemunculan idyllicist lain selama turnamen, terkejut dan gembira. Ia mencoba tersenyum. Gagal. Menangis lagi. "Kesalahanku takkan pernah termaafkan, Sie!"
Pagi kemarin, Gubbins terbangun dari semalaman menyelesaikan ronde kedua. Ingatan yang hilang setelah menggunakan zoanthropy sudah kembali. Rasa bersalah menyengat tanpa ampun.
Siobhan mengusap dagu, mengerucutkan bibir, melirik ke atas. Ekspresi berpikir yang biasanya bikin Gubbins tertawa.
"Mungkin, Lollygag. Memangnya kau sudah meminta maaf pada siapa saja?"
Gubbins menggeleng. "Belum. Aku hanya merasa—"
"Baiklah," potong Siobhan. "Kau bisa memulainya dariku."
Gubbins menyedot ingus.
"Sie, apakah kau—"
"Tentu saja!" Siobhan merangkul Gubbins. Membawanya melewati monumental perang, air mancur, keluar Taman Memorial. "Aku pasti memaafkanmu, Lollygag, jika kau benar-benar melakukan kesalahan."
Ditemani kucing hitam dan merpati kuning yang sudah kembali, keduanya tiba di depan kedai permen favorit Siobhan. Sayang, tutup.


33.
Badai pasir bergemuruh di medan pertempuran. Bergulung-gulung menekan udara. Semua cahaya, pergerakan. Lalu gelombang ganas, air gelap samudra jatuh memenuhi permukaan. Arus-arus meremukkan tebing-tebing. Sampai muncul pilar api. Meraung menghanguskan. Membesar, menyebar. Melenyapkan segalanya perlahan-lahan.
Juda mematikan video simulasi itu.
Madelaine, kekasihnya, kemarin menyerahkan ini untuk diselidiki. Seperti puluhan video simulai yang sudah-sudah, sejak ronde pertama, ia tak bisa menemukan pesan rahasia apapun.
Battle of Realms. Dalam sudut pandang hiburan, kehadirannya di dunia ini disambut baik. Dalam sudut pandang kekuasaan petinggi, sangat menjanjikan keuntungan. Ratusan peserta berkepribadian dan berkemampuan unik akan saling bersaing.
Tidak ada yang terlalu memikirkan potensi bencananya. Hingga itu terjadi. Kecelakaan besar, disengaja atau tidak, mulai diciptakan para peserta. Saat, dan setelah suatu ronde berlangsung.
Entah apakah dunia ini bisa terus menahan ambisi dari sosok-sosok yang semula dianggap sebagai penghibur. Batu loncatan untuk tujuan lebih besar. Kenyataan bisa saja, dan mungkin telah, terbalik.
Sekarang, pencipta video-video simulasi juga pasti menginginkan bagian. Jika memang tak ada pesan rahasia, tujuan mereka dipastikan hanya mengganti video aksi beberapa peserta yang tak ditampilkan secara langsung. Mungkin untuk menyembunyikan aktivitas tertentu.
Tujuan mereka dicapai dengan mengancam tim penanggung jawab penyiaran acara Battle of Realms. Termasuk Madelaine, sebagai produsernya.
Sejauh ini tak ada tindakan dari para atasan, penyelenggara utama. Antara kasus video simulasi tersebut belum terdeteksi, atau mereka menganggap bisa ikut memanfaatkan hasilnya. Bahkan, mungkin, merekalah dalang di balik semua itu.
Juda menyesap kopi dingin. Mengusap Madelaine di dalam bingkai foto.
"Kita berada dalam masalah besar. Tapi aku akan selalu melindungimu."
Ia merapikan pekerjaannya, mengenakan tudung, berjalan santai keluar apartemen. Di bawah matahari pagi, menuju Taman Memorial.


34.
Karena kedai permen favoritnya tutup, Siobhan memutuskan menyenangkan Gubbins dengan permainan petak umpat. Mereka kembali ke Taman Memorial. Siobhan jaga pertama.
Ditemani kucing hitam dan merpati kuning, Gubbins menyembunyikan Flibbertigibbet di balik pepohonan. Dekat monumental perang. Tempat wanita berkemeja putih terlihat menggenggam tangan pria berjas, berciuman singkat, berpisah.
"Bernapas, Juda." Seseorang menggumam kesal di semak-semak. Persis sebelah Gubbins. Disibaklah. Mendapati, laki-laki bertudung, Juda, berjongkok mengawasi wanita berkemeja putih.
"Aku setuju, Kak," Gubbins berbisik dekat telinganya. "Cuaca baik buat memotong rumput."
Juda, terkejut, setengah memekik. Berdiri. "Demi gigi samping yang menguning! Bocah, bermainlah di tempat normal!"
"Pelan-pelan, Kak! Sie, sahabat baikku di seluruh dunia, pasti sudah mulai mencari!"
Juda menutup mulut, buru-buru berjongkok lagi. "Kau sendiri berisik! Tapi—tunggu. Bocah? Apa kau, mungkin, Gubbins Lollygag? Peserta Battle of Realms?"
Gubbins mengangguk. "Kakak mengenaliku karena?"
Juda tak langsung menjawab. Hanya memandangi Gubbins. Salah satu peserta yang video aksinya sedikit-banyak diubah mengikuti simulasi dalam dua ronde terakhir.
"Kak?" Gubbins melambaikan tangan ke depan wajah Juda. "Sudah ketemu bintang-bintang? Kembalilah memijak."
Juda berkedip. "Oh, ya. Aku mengenalmu karena menonton. Seperti yang lainnya—duh, sialan!"
Juda tiba-tiba berlari.
"Pemburu ulung!"
Gubbins tiba-tiba tiarap.
Wanita berkemeja putih, Madelaine, dan Siobhan berjalan mendekat.
Madelaine menghampiri Gubbins di antara semak. Sementara Siobhan, tak ketemu, putar arah. Terus mencari.
"Bodoh. Kalau terlalu berat untuk melihat, kenapa datang." Madelaine menatap sedih Juda yang menjauh. "Tidak ada janji hari ini."
"Apa Kakak akan menangis?" tanya Gubbins hati-hati. "Jangan terlalu keras, bagaimana? Maaf. Aku sedang bermain petak umpat."
"Oh! Maaf mengkhawatirkanmu." Madelaine mengembuskan napas panjang. Tersenyum. "Kau ini Gubbins Lollygag, ya?"
"Iya. Menontonku juga, Kak?"
"Lebih dari itu. Aku yang menyiapkan videonya. Menambahkan musik dan komentar. Mengatur jeda. Hal-hal yang menjadikan siaran tunda sekeren tayangan unggulan. Berjuanglah, kau punya potensi."
"Sungguh? Terima kasih, Kak!" Gubbins melompat bersemangat.
Kaget, Madelaine menariknya agar berjongkok lagi. Mereka lalu menahan tawa bersama.
Gubbins bertanya apa Madelaine kenal laki-laki bertudung tadi. Madelaine jawab, "Ya. Dia pelindungku." Dan sebelum Gubbins ingin tahu lebih jauh. Madelaine mengalihkan pembicaraan dengan bertanya apa Gubbins sudah menonton videonya sendiri? Gubbins jawab, "Belum."
Madelaine menyimpannya di tablet dan memutarnya. Gubbins menonton, antusias. Tapi kemudian bingung.
"Apa aku benar-benar melakukan hal ini?"
Madelaine tidak menjawab.


35.
Merpati kuning memberaki pundak Gubbins, mengepak pulang. Kucing hitam mendengkur. Sudah mau malam sekarang. Siobhan belum juga ketemu. Padahal ini masih gilirannya jaga.
"Flibbarf, kita sudah berkeliling taman empat puluh kali. Apa mungkin Sie menunggu di hotel?"
Flibbertigibbet melenguh.
Jadi Gubbins menuju hotel dan dicegat oleh massa yang marah di jalanan. Masing-masing pedemo itu membawa media protes bernada sama: hentikan Battle of Realms!
Mereka yang mengenali Gubbins sebagai peserta meneriakinya dengan kata-kata permusuhan. Menyuruhnya pulang.
Dari dalam hotel beberapa peserta lain keluar menyaksikan keributan. Segera dilarang para satpam, robot, dan kesatria wanita.
Pedemo maju. Semakin berisik. Keamanan menciptakan barikade sementara. Suasana tak terkendali.
Sebutir peluru bersarang di sisi kepala Gubbins. Idyllicist kecil itu terjatuh dari punggung Flibbertigibbet.


36.
"Seandainya tadi cukup untuk membunuhmu, dan akhirat itu nyata, kepuasankah atau penyesalankah yang akan kaupikirkan ketika memikirkan pencapaian hidup?"
Terduduk tak berdaya di antara tong pada gang kotor, Gubbins membuka mata dan nyaris tidak bisa melihat apapun. Rasa sakit di kepalanya panas membutakan. Peluru memang sudah keluar dari sana. Tapi karena kurang tidur, self-heal bekerja lambat. Meskipun begitu ia tahu sedang berhadapan dengan siapa sekarang.
Kucing hitam familier.
Binatang itu turun dari atas tong. Memijak tanpa suara, dan, seketika, berubah menjadi pemuda berzirah hitam, bersenjatakan pedang besar.
Vendetta.
Gubbins mengenalinya. Kesatria tangguh dari kelompok misterius.
Vendetta melempar koran ke depan Gubbins. Terpampang berita kekacauan yang ditimbulkan pasukan cahaya di Almnesse.
"Battle of Realms mulai dikaitkan dengan semua masalah besar," Vendetta menjelaskan. "Penembak jitu yang menjatuhkanmu adalah awal. Contoh komitmen kuat untuk mengusir kalian. Perusak perdamaian. Tapi aku mengikutimu sejak Menara Bebal bukan sebagai pengirim kabar. Atau menjalankan misi kelompok."
Vendetta membungkuk mendekat. "Ingat. Tanpa pengaruhku, memorimu tentang pergerakan kelompok kami di ronde kedua pasti berakhir dalam bola pelangi. Tak perlu memikirkan alasan. Aku hanya menginginkan balasan kebaikan itu. Kau, idyllicist kecil, harus menjadi penyelamat."
Hening.
Luka tembak di kepala Gubbins berangsur menutup. "Menyelamatkan apa?"
"Dewa dan planet ini."
Hening lagi.
Pulih, Gubbins berdiri. Flibbertigibbet melenguh ganas.
"Bohong! Kalian orang-orang jahat!"
Vendetta, tenang, melempar buku hitam ke atas koran. "Mereka yang diberitahukan rencana-rencana kami hanya memiliki dua akhir. Bola pelangi atau binasa. Aku sedang tidak menjalankan misi kelompok sekarang. Tapi bukan berarti metode itu berubah. Jadilah penyelamat, Gubbins Lollygag. Demi dirimu, jika bukan untuk dewa dan planet ini."


37.
Arus cahaya hitam memindahkan Gubbins ke pelataran hotel. Berantakan oleh aksi pedemo. Tapi sudah sepi sekarang. Hanya beberapa petugas kebersihan dan penjaga malam.
Masih mengkhawatirkan Siobhan, Gubbins berkeliling hotel. Bertanya apa ada yang melihatnya.
Menjelang fajar. Sambil menangis di kamar setelah diyakinkan robot-pembantu untuk beristirahat, sementara mereka yang akan melanjutkan pencarian, Gubbins mempelajari buku hitam Vendetta.
Awalnya cukup sulit dibaca karena semua halaman ditulis tangan. Jurnal berbahasa asing. Lalu atmosfer ajaib Battle of Realms seperti biasa membantu bentuk-bentuk komunikasi semacam ini.
Buku hitam Vendetta menjelaskan keberadaan dua planet hantu. Un'gal dan Possi. Keduanya tercipta untuk saling menghancurkan.
Un'gal memiliki api terpanas. Possi memiliki air terdingin.
Un'gal membakar Possi sampai menjadi hamparan gurun. Menyisakan sedikit air yang segera dipindahkan ke planet ini.
Terciptalah danau purbakala terbesar, Canvaz.
Dua peradaban bertemu. Nahuel, dewa langit setempat, menjalin hubungan baik dengan Possi. Sehingga saat Un'gal mengejar ke planet ini, ia harus menghadapi dua kekuatan sekaligus.
Perang berlangsung singkat. Danau Canvaz menjadi gurun. Langit di atasnya terbuka tanpa penjagaan. Sementara Un'gal dan Possi disegel oleh pengorbanan Nahuel dalam dimensi tak tersentuh.
Gubbins tiba di halaman-halaman dengan catatan yang lebih baru.
Permintaan tolong Vendetaa, kesatria terakhir peradaban Nahuen, agar menyelamatkan Nahuel sang Dewa dari kebangkitan kekuatan Un'gal dan Possi.
Dua planet hantu itu kembali terlihat. Berada di lintasan terdekat. Bertepatan dengan dimulainya Battle of Realms.
Gubbins mengusap wajah. Halaman-halaman terakhir berisi tempelan data lengkap para peserta. Vendetta menulis catatan agar semua dipelajari. Persiapan ronde ketiga, yang, saat ini, mungkin, para penyelenggara bahkan belum mengonsepnya.


38.
"Idyllicist mungil. Memeluk buku hijau. Terdapat tanda-tanda melayang di atas kepalanya," lapor robot-pembantu. "Persis milik Anda."
"Di mana Sie sekarang?" tanya Gubbins. Langsung segar padahal baru tidur satu jam.
"Kedai permen Happy—"
Gubbins sudah naik ke punggung Flibbertigibbet dan keluar hotel sebelum robot-pembantu selesai memberitahukan presisi lokasi. Ia seharusnya bisa menebak itu.
Dalam suasana pagi yang sibuk dan dingin, area hiburan, Siobhan duduk di depan kedai permen favoritnya. Tersenyum saat Gubbins turun, terharu. Mereka tos.
Kemarin, karena tak bisa menemukan Gubbins yang bersembunyi, Siobhan memutuskan kembali dan menunggu sampai kedai buka. Sayang, tetap tutup hari ini.
"Lollygag, tunggulah. Saat kita akhirnya membeli permen itu, kau pasti bisa tersenyum lagi."
"Tentu, Sie. Sekarang ayo bermain sampai badan kita bau!"
Ditemani merpati kuning yang selalu muncul, dan kucing hitam alias Vendetta, mereka bermain sepanjang waktu. Selama ronde kedua masih berlangsung. Terus sampai sepuluh hari jeda menunju ronde ketiga.
Malam harinya, Gubbins mendatangi Vendetta dan setuju menjadi penyelamat.
Pagi harinya, setelah berpisah sementara dengan Siobhan dan sarapan bersama para peserta, pemberitahuan detail misi, ronde ketiga dimulai.


39.
Malam sebelumnya. Bersamaan dengan Gubbins yang menemui Vendetta, merpati kuning memasuki reruntuhan biara di pinggir kota. Menemui sosok berjubah bangsawan. Anggota kelompok misterius. Bill.
Merpati kuning berubah menjadi ayam kuning bundar, Piwi Shiwite.
"Yang Mulia," sapa Bill, sedikit membungkuk.
Piwi menunduk, setengah berguling. "Duke."
Mereka telah menciptakan kesepakatan.
Bill akan memastikan kemenangan Piwi di ronde kedua dan memberikan kekuatan shape-shifter sempurna pada ronde ketiga.
Sebagai gantinya. Piwi harus mengikuti beberapa peserta, termasuk Gubbins Lollygag. Memastikan mereka mendapat asupan bola salju setiap harinya sampai ronde ketiga dimulai.
"Kita akan tetap mengikuti rencana dan berhasil besok." Bill menyerahkan koper berisi kostum mewah dan senjata khusus.
"Aku akan meminum anggur termahal demi sedikit tantangan," ciap Piwi, geleng-geleng. "Just giving a shit, lately, literally, mambausankan!"
Bill mengangguk hormat. "Target Anda akan berada di luar perimeter. Berdekatan dengan Gubbins Lollygag."
"Yeah, bahkan pengidap alzheimer bakal ingat rencana bocah SD itu." Piwi merengut. "Dan aku bisa saja membunuhnya. Partnermu. Vendetta. Easy-peasy."
Bill menatap keluar biara. "Yang Mulia, itu adalah keadilan untuk pengkhianat sepertinya."


40.
Gubbins masuk Tim Gurun, pasukan hitam. Setelah sempat macet saat pembagian di hotel, sebelum memasuki pilar teleportasi masing-masing.
Soraya, gadis energik bendera Tim Gurun, berdiri menyemangati di samping tirai belakang panggung saat pasukannya berlarian lewat, memberikan tos beruntun.
Angin kering bersiulan. Siang menyilaukan. Gubbins, bersama Tim Gurun-nya, keluar berdiri mengisi podium panggung. Di depan mereka berbaris-menanti ratusan puppet-clone. Lebih jauh lagi, padang pasir. Tebing-tebing—tiga terdekat dipersenjatai anti-air artillery. Sentral, dua pilar teleportasi menuju jantung pertahanan masing-masing, menjulang berseberangan. Dan, pada langit horison tanpa awan, melayang-diam pesawat raksasa markas Tim Angkasa.
Tim Gurun sendiri diposisikan dalam kota oase berfasilitas benteng. Sekarang mulai mengatur strategi awal yang nantinya pasti dilupakan sebagian besar. Kembali bergerak atas kehendak masing-masing.
Soraya, sudah mengenakan gaun putih bersayap, diturunkan di depan siluet anggota orkes. Saat gemuruh rendah pertama dari simfoni kesembilan, Beethoven, dimainkan, pasukan hitam berangkat memimpin puppet-clone mereka.
Medan pertempuran berdengung. Menggebrak dengan nada. Darat dan udara. Perang dimulai.


41.
"Kalian bisa melakukan ini. Aku mungkin kurang mengenal diri sendiri, selain idyllicist penuh kegagalan. Tapi selalu ada alasan yang kupikirkan dan bertahan memperjuangkannya. Sesederhana atau serumit apapun. Dalam setiap keadaan. Seperti berjuang demi Nudiustertian, sampai janji membeli permen bersama sahabat terbaik sedunia!" Gubbins memotivasi puppet-clone dirinya. Sepuluh Gubbins dan Flibbertigibbet kecil. "Semoga perlindungan dan nasib baik Great-Unknown menyertai kita. Saudara-saudaraku, menuju pertempuran!"
Sepuluh puppet-clone Gubbins melesat di atas pasir, berpencar. Tugas mereka adalah mempertahankan perang selama mungkin. Bertindak netral, merubuhkan kedua pilar teleportasi. Lalu menghancurkan sebanyak-banyaknya puppet-clone lain untuk membantu pertempuran Gubbins dalam dimensi tak tersentuh.
Gubbins sendiri sudah menyelinap memisahkan diri ke sudut sepi kota oase.
Kepala kucing hitam, Vendetta, muncul dari rimbun Floccinaucinihilipilification. "Sekarang," katanya.
Gubbins mengangguk, memejamkan mata. Menggunakan brouhaha, ia menelan segitiga di atas kepala dan menggumam, "Kuberikan kemampuan ini untuk menyokong kehidupan sang Dewa, Nahuel, sampai batas terbaiknya!"
Aura putih, hangat, memancar keluar dari tubuh Gubbins. Membentuk sembilan relik kucing bercahaya. Bantuan terbaik untuk Nahuel.
"Begitu." Vendetta mencoba menyentuh salah satu relik. Tembus. "Dewa terpecah menjadi sembilan potongan patung setelah menyegel Un'gal dan Possi. Ini akan menghidupkannya kembali."
Gubbins mencoba. Semua relik tersentuh. "Kurasa aku termasuk bantuan terbaik."
Vendetta berkonsentrasi. Cahaya hitam mengerjap dan pemandangan sudut kota oase berganti menjadi celah tersembunyi pada dasar tebing. Mereka sudah keluar dari perimeter perang. Berada di bagian Gurun Hitamz yang dilingkupi kesunyian.
Pintu masuk peradaban hilang Nahuen.
Vendetta menggunakan wujud manusia. Baru berjalan dua langkah masuk bersama Gubbins, dihentikan sesuatu. Firasat. Keduanya bergerak menghindar.
Roket supercepat, dari langit medan pertempuran, mendarat kasar ke tempat keduanya berjalan sepersekian detik lalu.
Keluar dari puing roket itu sesosok berjubah, bertopeng naga besi. Ibnu Rasyid.
"Lollygag! Apa kita baru saja berpindah tempat?" Dan, kepala tanpa tanda segitiga milik Siobhan, muncul dari rimbun Floccinaucinihilipilification. Berseri-seri.


42.
Vendetta melumpuhkan Ibnu Rasyid dengan cepat. Sementara Gubbins kewalahan dan akhirnya merelakan Siobhan yang bersikeras ingin ikut.
Siobhan bahkan menggunakan brouhaha miliknya dari hotel. Untuk menyokong kehidupan Gubbins—hal yang membuat Gubbins paling marah. Tapi tak lama setelah memasuki celah pada tebing, keluar di reruntuhan peradaban Nahuen, mereka sudah kembali bercanda normal.
Vendetta memaksakan ketenangan saat menjelaskan trivia tentang kampung halaman. Seperti menara makam. Bangunan-bangunan bersejarah waktu indah dulu. Lukisan persahabatan Nahuen dengan Possi, pertukaran budaya, jantung sihir. Prasasti menamai tempat ini berdasarkan kecocokan bahasa; planet, pengembara pembawa air, oase musafir. Ramalan langit tak berpenjaga, invasi alien terhadap penduduk baru. Harta karun.
Melewati itu, rombongan tiba di bibir ngarai pengorbanan. Memanjang membelah wilayah ini. Hitam tanpa dasar.
"Mulai dari sini, hanya ada kematian dan, mungkin, pertarungan yang tak bisa dimenangkan," kata Vendetta.
Gubbins murung menatap Siobhan. "Sie, maukah kau menunggu di sini saja—"
"Lollygag, banyak idyllicist menyusulmu keluar," potong Siobhan. Mengangkat tangan untuk tos. "Tapi cuma sedikit yang berniat membantumu seperti aku pasti akan membantumu. Ayo, bersama-sama."
Mereka tos.
Vendetta berdoa, cahaya hitam berdenyut di dadanya dan terus melebar seperti riak, memenuhi wilayah gurun. Ia memberkati rombongan dengan menusukkan pedang besar menembus jantung masing-masing. Membiarkan jasad mereka jatuh ke dalam ngarai. Lalu menerapkan itu pada diri sendiri.


43.
Orkes simfoni kesembilan mencapai pertengahan. Di panggung yang belum tersentuh lawan, Soraya menari seirama. Menghayati selayaknya malaikat kecil berkabung. Langit sekitar pesawat raksasa Tim Angkasa juga bersih. Ibnu Rasyid, terhubung ke semua sistem, berdiri tenang dalam kabin utama.
Kacau peperangan hanya memenuhi wilayah sentral padang pasir sampai detik ini.
Dua puppet-clone Gubbins menggunakan yarborough, kemampuan penyokong kematian, untuk kedua pilar teleportasi. Terciptalah serangkaian kejadian yang berujung pada kehancuran benda-benda itu. Setengah bagian tebing besar patah, jatuh menimpa. Lainnya merupakan akibat sekumpulan serangan liar.
Dua puppet-clone Gubbins menggunakan brouhaha untuk menyokong kehidupan Soraya dan Ibnu Rasyid. Terciptalah serangkaian kejadian yang selalu berujung pada keamanan kedua sosok itu. Kemunculan mendadak area pasir isap sebagai pertahanan alami, dan serangan-serangan yang meleset karena fatamorgana.
Enam puppet-clone Gubbins menggunakan zoanthropy. Mereka berubah buas. Mengamuk sebagai monster-kucing bersama Flibbertigibbet dan Floccinaucinihilipilification. Menghancurkan puppet-clone lain. Terciptalah keributan yang mengacak-acak berbagai jenis strategi sekaligus formasi perang.
Konsentrasi atau selesai. Bagi semua peserta tekanan itu begitu kuat. Sehingga, selain orkes simfoni kesembilan dan tangis pertempuran. Bukit pasir beterbangan. Tebing-tebing berderak-berguguran. Serpihan berbagai materi. Korban kedua kubu. Tak ada yang menyadari kemunculan suara-suara, kerusakan-kerusakan, tambahan.
Gema dentum mengerikan di sudut-sudut kosong. Sesekali diikuti distorsi pada udara.
Pengaruh tak terbendung dari benturan energi dua dewa dalam dimensi tak tersentuh.


44.
Seperti hantu, terkadang Gubbins melihat sekelebat pergerakan di medan pertempuran. Karena, ternyata, dimensi tak tersentuh tempat Un'gal dan Possi bangkit, berada persis dalam perimeter perang padang pasir para peserta.
Dimensi tak tersentuh adalah kaca satu arah yang buram. Dimana Gubbins nyaris bisa melihat segalanya sekaligus menjadi tak terlihat.
Lebih banyak reruntuhan di sini, puing-puing, bangkai-bangkai mesin, dan kerangka makhluk-makhluk kolosal. Tersebar pada tempat-tempat ganjil jika melihatnya dari sudut pandang dimensi luar—medan pertempuran.
Gubbins dan rombongan terus-menerus menunduk, bersiaga, saat berpindah-pindah memilih tempat berlindung di antara gunung rongsokan. Karena, melayang-ribut berdampingan dengan pesawat raksasa Tim Angkasa, Un'gal. Dewa berbentuk gagak api. Tanpa jeda menyerang, mencoba menghanguskan, Possi. Dewa berbentuk marlin es.
Possi, meski terluka, masih gesit berenang-menghindar. Meliuk-memutari panggung Tim Gurun. Menyerang balik.
Pilar api dan dinding air.
"Kita bisa hidup selama ini. Kekuatan mereka belum sepenuhnya bangkit. Dua planet hantu masih membutuhkan waktu untuk mencapai titik terdekat," Vendetta menjelaskan, berteriak, pada Gubbins. Un'gal dan Possi bertabrakan. "Takkan ada kesempatan lagi. Temukan sembilan potongan patung Nahuel. Masukkan relik-relik ke sana."
"Terdengar mudah!" kata Gubbins. Ironis. Mengingat, tanpa gangguan dua dewa sekalipun, kondisi tempat ini sangat menyulitkan. Penuh beragam-ragam dan bercampur dengan pemandangan dimensi luar—medan pertempuran yang juga berantakan.
Kemungkinan berhasil Gubbins menemukan sembilan potongan patung di sini mungkin sama besar dengan kemungkinannya bertemu Great-Unknown.
Gubbins menegang. Jatuh tersandung dan terlambat menyadari kedatangan hujan meteor yang ditembakkan Un'gal.
Possi kena telak. Jerit kesakitannya menulikan, tapi juga indah seperti instrumental-instrumental pemakaman.
Vendetta berdiri di depan Gubbins, menebas melindungi. Sekeliling mereka membara, hangus.
"Seandainya aku bisa menyentuh relik-relik itu." Kembali Vendetta menahan serangan. "Burung gila di atas sana. Menjaga sisa peradaban Nahuen ... tempatku dilahirkan. Semua itu tanggung jawabku. Maaf."
Possi melesat membalas, meninggalkan lintasan es. Bertabrakan. Pemandangan dimensi luar semakin jelas terlihat setiap terjadi benturan-benturan besar.
Vendetta berbalik menghadap Gubbins. Tersenyum. "Semua ini memang mustahil bahkan setelah aku menemukanmu. Buktikan aku salah."
Gubbins menelan ludah. Beban kegagalan selama ini sangat melumpuhkan. Selalu lebih mudah menyerah. Tapi ia bangkit, dibantu Siobhan.
"Perhatikan sekitarmu, Lollygag."
Puppet-clone para peserta bermunculan seperti nyala lilin. Wajah-wajah yang dikenali Gubbins dari buku hitam Vendetta. Mereka tenang dan siap bertempur.
"Saat berdoa, aku memanfaatkan dua tempat yang saling terhubung ini. Mendatangkan puppet-clone para peserta setelah mereka hancur di luar sana," Vendetta menjelaskan. "Tetapi, masuk tanpa berkat dariku akan menghilangkan kesadaran—setelan awal. Jadi, idyllicist kecil, sambutlah keberuntunganmu. Pasukan tempur yang kupercaya telah kaupelajari. Komando pertama akan mengunci kesetiaan mereka."
Siobhan bersorak. "Ayo temukan patung-patung itu, Lollygag!"
Gubbins memerhatikan sekitar. Meninju udara. Penuh harapan familier. Berteriak, "Berangkat, semuanya!"
Mungkin gagal lagi nanti. Gubbins memutuskan tak peduli. Kembali bisa terus berjuang, sepenuh hati, adalah sensasi dimana ia selalu merasa sudah menang. Keyakinan yang terus membawanya lebih jauh.
Un'gal masih menggempur. Semakin besar, kuat. Possi, meski menerima tambahan energi yang sama, tak selalu bisa menghindar apalagi menahan.
Hujan meteor menembus tirai-tirai air. Pilar api menjulang di mana-mana. Beriringan dengan itu, pemandangan dimensi luar terus menjernih. Tercampur.
"Well, pembatas kedua dimensi semakin melemah. Apa perang padang pasir sudah selesai? Gee. Duke banyak bicara soal budaya norak sampai-sampai aku refleks ngomongin." Ibnu Rasyid, hanya diam menyaksikan selama ini, buka suara. Tinggi menciap-ciap. Ia mendekati Vendetta. "Apa, ya, yang bakal terjadi jika jantung sihir milikmu kucabut sekarang? Hm? Bukankah semua kestabilan adalah ulahmu?"
Tanpa peringatan, Ibnu Rasyid menyerang Vendetta dari belakang.
Sementara itu, di sudut lain, sambil dilindungi bergantian oleh pasukan puppet-clone, Gubbins berhasil memasukkan relik kedelapan ke potongan patung Nahuel. Sekarang hanya tersisa satu. Fakta tersebut membuatnya tertawa sambil memeluk Siobhan.
"Pasti kau yang mempermudah ini, Sie!"
"Brouhaha milikku hebat!" Siobhan ikut tertawa.
Gubbins selalu menemukan satu potongan patung Nahuel setiap mendatangi gunung rongsokan baru. Keberuntungan itu tidak berhenti. Kembali sambil dibantu pasukan puppet-clone, ia mengangkat bangkai dinamo raksasa. Di baliknya, tergolek kepala kucing tampan-berkarisma yang lama membatu.
Potongan patung Nahuel yang terakhir. Relik dimasukkan.
Dewa langit bangkit. Potongan-potongan terhubung. Meraksasa dalam prosesnya.
Tetapi, momen keberhasilan Gubbins tak berlangsung lama.
Ode to Joy dari orkes simfoni kesembilan meledak di udara yang semula tanpa nada. Hanya deru tumbukan-tumbukan dua kekuatan dewa. Pemandangan perang padang pasir para peserta benar-benar menumpuk dengan gunung-gunung rongsokan sekarang. Menjadi satu tempat. Pembatas kedua dimensi menghilang.
Un'gal, Possi, dan Nahuel meledakkan kekuatan puncak mereka. Badai pasir bergemuruh di medan pertempuran.
Gubbins kehilangan segalanya.


45.
Hari kedua setelah ronde ketiga selesai.
"Selamat datang di kedai permen Happy Buddy!" Robot-pelayan menyapa Piwi.
Ayam kuning bundar mendesah. "Semoga menu tempat ini cukup mahal." Ia duduk di bar. Bersebelahan dengan Gubbins yang sedang menyendok es krim gula-gula.
"Dude." Piwi mendengus. "Kalau tak keberatan, angkat aku ke counter—oh, siapa sangka, pahlawan makan siang di sini!" Ia akhirnya menyadari keberadaan Gubbins. Menciap-ciap tinggi.
Idyllicist kecil tersedak. "Ya, ampun! Anak ayam—eh, Piwi-pie, ya? Jangan bikin kaget!"
"Suatu kehormatan dikenal Anda, Pahlawan. Piwi saja cukup, terima kasih."
"Aku juga sebenarnya lebih senang tidak dipanggil pahlawan."
"Oke, pleb."
Robot-pelayan menyerahkan menu. Piwi menolak. Mengatakan, pilih saja yang paling mahal. Gubbins merekomendasikan cokelat berlian. Dipesanlah itu.
"Paling mahal di daftar menu, susah juga dimakannya," jelas Gubbins, ceria. "Tapi ada surga di tiap gigitan!"
"Come here often, huh?" Piwi memutar bola mata. "Punya kehidupan simpel memang enak."
"Sahabatku, terbaik sedunia, memfavoritkan tempat ini." Gubbins tersenyum. "Dan, demi payung-payung, tempat ini sekarang favoritku juga! Apa yang membawamu ke sini Piwi-pie?"
"Piwi saja, tolol."
Robot-pelayan membawakan pesanan Piwi, cokelat berlian, yang, langsung dicolek-dicicipi dengan ekspresi jijik.
"Enggak lebih enak dari mi dingin, tapi, overall, not bad." Piwi lanjut mencolek. "Dan, ngomong-ngomong, aku sendiri enggak tahu kenapa mampir ke sini. Kebanyakan waktu, mungkin. Ronde keempat masih seabad lagi, kayaknya."
Tiba-tiba Gubbins menggebrak meja. Piwi, tentu saja, mengumpat.
"Ayo, Piwi-pie, kita lomba makan permen monster! Demi kebaikan waktu luang!"
Piwi tercengang. "Nah, retard. Tahan. Pesan selayaknya makhluk beradab. Dan bersiaplah kalah!"
Mereka meramaikan kedai dengan persaingan manis sampai malam.


46.
"Tolong ceritakan dari awal."
Di Taman Memorial, depan monumental perang, Juda merekam cerita seorang gadis bergaun putih.
Gadis itu mengisahkan kenyataan tersembunyi ronde ketiga Battle of Realms, dua hari lalu.


47.
Jadi, setelah badai pasir muncul tiba-tiba dalam perimeter medan pertempuran. Ibnu Rasyid menerima informasi dari ketua tim penyelenggara ronde ini. Bahwa, saat pembagian, beberapa peserta dimasukkan ke tim yang salah. Program eror.
Ronde ketiga dihentikan. Dan, berdasarkan hasil analisis video, peserta Gubbins Lollygag dari Tim Angkasa, tertukar masuk Tim Gurun, berhasil mencatat waktu tercepat saat menyentuh Soraya, bendera lawan, ketika mereka tos.
Gubbins seketika menjadi pahlawan Tim Angkasa. Hilang ingatan karena brouhaha. Pulih, mendapati Siobhan tak ada dimanapun.
Sementara tiga dewa. Un'gal, Possi, dan Nahuel yang sempat mengamuk setelah jantung sihir Vendetta berhasil direbut Ibnu Rasyid, alias Piwi dalam samaran, ketiganya kini berada di kantung-koleksi kelompok misterius.
Saat Vendetta dikalahkan, Bill muncul. Menggunakan kemampuan bola salju—menciptakan puppet-clone khusus dari ekstrak fleksibilitas pasukan cahaya. Bill mengalahkan Piwi, memberinya bola pelangi. Memulihkan Vendetta, otomatis menyegel tiga dewa.
Bola salju Bill juga berhasil menculik Soraya. Menggantinya dengan puppet-clone khusus sebelum ia diturunkan ke panggung.
Pada akhirnya. Kesepakatan Piwi-Bill hanya sandiwara. Ikatan tolong-menolong Gubbins-Vendetta hanya drama.


48.
Selesai merekam semuanya, Juda mengenakan tudung. Siap pulang. Kemudian teringat. Bertanya pada gadis bergaun putih itu, "Maaf, siapa namamu?"
Gadis itu tersenyum.
"Entahlah," katanya. "Aku hanya pencerita." [*]

Komentar

Entri terbaru

Tampilkan selengkapnya